Monday, Oct 1st, 2018
Kicau burung pagi membangunkanku, sekilas terlihat jarum jam bertengger di angka 4.17. Kubuka mata dengan sedikit ragu, “Dimanakah aku?” Mataku bersitatap dengan dinding berwarna ungu, terasa asing. Semenit kemudian tersadar, aku masih di Jogja!! Kuangkat tubuhku dan berjalan menuju kamar mandi, mandi, kemudian bersimpuh pada-Nya. Hari ini tidak ada rencana apapun, 2 hari menyisir kota Solo dan Jogja, kuliner dan bertemu sahabat Koplakers, sudah cukup rasanya. Kecuali satu yang belum tersalurkan, hasrat ingin mencicipi sop dan es sari segarnya Bu Wiryo, di daerah UGM situ. And it should be done this morning, for sure.
Sayup terdengar suara TV dari luar, aku melenggang keluar kamar, bergabung dengan Ibu dan Dek Iin, adik iparku, ikut menyimak acara TV. Tiba tiba, “SGPC, yuk!”, Mas Ian bersuara dari beranda depan. Aku menoleh, pucuk dicinta ulam tiba, ajakan itu matching lah dengan keinginanku yang belum tertuntaskan. “Mauuuu...”, sahutku sambil bergegas ke kamar mengambil tas. Dan, akhirnya berdirilah aku di sini, di depan SGPC Bu Wiryo, di daerah Bulaksumur - UGM, sesaat setelah mengantarkan Sabira, ponakanku, ke sekolah terlebih dulu. Kulangkah kaki masuk ke dalam, disambut oleh seorang bapak setengah baya yang bergegas datang menghampiri, tersenyum sumringah, dan kemudian menyapa, “Apa kabar Mas, Mbak?” Aku takjub dan terkesima, bapak setengah baya ini masih di sini, setia bekerja di sini. “Ya Allah, apa kabar, Pak?”, sahut ku dan Mas Ian berbarengan sambil bersalaman dan tersenyum sumringah juga.
Sudadi, nama bapak itu. Seingatku, dulu pertama kali bertemu dengannya aku masih mengenakan seragam putih abu, berlanjut ke masa kuliahku, masa pacaran sampai menikah dan mempunyai anak. Pacaran?? Sstt, sepertinya Pak Sudadi itu tau benar siapa pacar pacarku dulu deh. (Hahaaa.. RHS ya, Pak!!)
Aku memang penggemar berat sop Bu Wiryo, setiap ada kesempatan dipastikan aku akan mampir dan makan di situ. Dulu beliau, Sudadi muda, energik, ringan tangan, selalu melayani dengan ramah semua pelanggan yang datang, tanpa terkecuali. Dan sampai hari ini pun masih tetap seperti dulu, tidak berubah. Aaahhh, rasanya seperti beliau pun ikut menyaksikan dan merekam sebagian perjalananku di Jogja dulu, dari jaman rambutku dikepang satu sampai mulai bertumbuh uban dimana mana, dari jaman masih ABG lugu sampai sekarang ya masih tetep lugu juga (hehee..), bedanya mungkin yang sekarang sudah bertransformasi menjadi lebih dewasa aja.
Bismillah, sehat terus ya, Pak Sudadi. Semoga diberikan umur panjang, dan selalu diberikan Allah kebaikan dunia-akhirat. Aamiin..
Kicau burung pagi membangunkanku, sekilas terlihat jarum jam bertengger di angka 4.17. Kubuka mata dengan sedikit ragu, “Dimanakah aku?” Mataku bersitatap dengan dinding berwarna ungu, terasa asing. Semenit kemudian tersadar, aku masih di Jogja!! Kuangkat tubuhku dan berjalan menuju kamar mandi, mandi, kemudian bersimpuh pada-Nya. Hari ini tidak ada rencana apapun, 2 hari menyisir kota Solo dan Jogja, kuliner dan bertemu sahabat Koplakers, sudah cukup rasanya. Kecuali satu yang belum tersalurkan, hasrat ingin mencicipi sop dan es sari segarnya Bu Wiryo, di daerah UGM situ. And it should be done this morning, for sure.
Sayup terdengar suara TV dari luar, aku melenggang keluar kamar, bergabung dengan Ibu dan Dek Iin, adik iparku, ikut menyimak acara TV. Tiba tiba, “SGPC, yuk!”, Mas Ian bersuara dari beranda depan. Aku menoleh, pucuk dicinta ulam tiba, ajakan itu matching lah dengan keinginanku yang belum tertuntaskan. “Mauuuu...”, sahutku sambil bergegas ke kamar mengambil tas. Dan, akhirnya berdirilah aku di sini, di depan SGPC Bu Wiryo, di daerah Bulaksumur - UGM, sesaat setelah mengantarkan Sabira, ponakanku, ke sekolah terlebih dulu. Kulangkah kaki masuk ke dalam, disambut oleh seorang bapak setengah baya yang bergegas datang menghampiri, tersenyum sumringah, dan kemudian menyapa, “Apa kabar Mas, Mbak?” Aku takjub dan terkesima, bapak setengah baya ini masih di sini, setia bekerja di sini. “Ya Allah, apa kabar, Pak?”, sahut ku dan Mas Ian berbarengan sambil bersalaman dan tersenyum sumringah juga.
Sudadi, nama bapak itu. Seingatku, dulu pertama kali bertemu dengannya aku masih mengenakan seragam putih abu, berlanjut ke masa kuliahku, masa pacaran sampai menikah dan mempunyai anak. Pacaran?? Sstt, sepertinya Pak Sudadi itu tau benar siapa pacar pacarku dulu deh. (Hahaaa.. RHS ya, Pak!!)
Aku memang penggemar berat sop Bu Wiryo, setiap ada kesempatan dipastikan aku akan mampir dan makan di situ. Dulu beliau, Sudadi muda, energik, ringan tangan, selalu melayani dengan ramah semua pelanggan yang datang, tanpa terkecuali. Dan sampai hari ini pun masih tetap seperti dulu, tidak berubah. Aaahhh, rasanya seperti beliau pun ikut menyaksikan dan merekam sebagian perjalananku di Jogja dulu, dari jaman rambutku dikepang satu sampai mulai bertumbuh uban dimana mana, dari jaman masih ABG lugu sampai sekarang ya masih tetep lugu juga (hehee..), bedanya mungkin yang sekarang sudah bertransformasi menjadi lebih dewasa aja.
Bismillah, sehat terus ya, Pak Sudadi. Semoga diberikan umur panjang, dan selalu diberikan Allah kebaikan dunia-akhirat. Aamiin..