4/25/2016

MENANTU PEREMPUAN VS IBU MERTUA


Friday, April 22nd, 2016

Hari yang panas, tanpa sengaja aku membaca sebuah link yang membuatku tak berhenti tersenyum untuk beberapa menit, tentang hubungan antara menantu perempuan dengan ibu mertuanya. Teringat beberapa hari yang lalu saat makan siang di sebuah gedung perkantoran, ada aktivitas ‘pengupingan pembicaraan’ oleh ku. Ada 2 orang perempuan yang duduk manis di meja depan, sepertinya baru setahun dua tahun menikah, sebut saja Perempuan A dan Perempuan B, mereka bergosip cukup seru tentang sesuatu hal.

Dari hasil kegiatan ‘menguping’ tersebut (yang sebenarnya adalah dosa, hahaa..), kedua perempuan itu bergosip tentang ibu mertua masing - masing. Perempuan A mempunyai ibu mertua yang ideal, beliau memperlakukannya dengan penuh kasih seperti anaknya sendiri. Suaminya adalah 2 bersaudara, dan Perempuan A dianggap sebagai anak ke 3 oleh ibu mertuanya. Segala kasih sayang dan perlakuan yang diterima adalah sama. (This is like my Mom, the best mother-in-law in the world, heheee..)



Perempuan B berbeda 360' kondisinya dengan Perempuan A, kondisinya sama dengan perempuan yang menjadi fokus dalam link yang kubaca tadi. Cerita sebenarnya seperti apa hanya samar terdengar. Inginku lebih mendekatkan telinga ke arah mereka, apa daya perasaan terhormat untuk tidak menguping lebih mendominasi. (Iseng amat, hahaa..) Sepertinya Perempuan B sangat berharap untuk dianggap, diperlakukan, dan dicintai seperti anak sendiri oleh sang ibu mertua. Karena menurutnya, ia rela meninggalkan orang tuanya mengabdi sampai jantung berhenti berdetak demi anak laki laki beliau, apalagi ia merasa sudah rela meregang nyawa untuk mengandung dan melahirkan cucu penerus keturunan keluarga anak laki - laki kesayangan beliau.

Kalau dipikir memang benar, tidak mudah bagi seorang perempuan untuk 'datang' sendirian ke sebuah keluarga baru, kemudian harus menyesuaikan diri untuk dapat hidup bersama keluarga baru tersebut juga. Pasti ada ketidak cocokan, tetapi sang perempuan tetap bertahan demi orang yang dicintainya meskipun sebenarnya hati galau.

Hubungan antara menantu perempuan dan ibu mertua yang terkadang kurang harmonis memang merupakan topik yang selalu menarik. Apa yang menantu perempuan harapkan terhadap ibu mertua mungkin sama, yaitu dapat menjalin hubungan harmonis, saling menghargai, dan saling menyayangi. Pada kenyataannya, hubungan dengan pasangan dalam satu rumah tangga kadang semakin berwarna karena campur tangan ibu mertua, terkadang banyak masalah yang sering mewarnai rumah tangga suatu pasangan hanya gara - gara ibu mertua. Kekurangharmonisan antara menantu perempuan dengan ibu mertua merupakan masalah klasik, bukan hal aneh dan baru.

Banyak problem yang bisa memicu kekurangharmonisan antara menantu perempuan dan ibu mertua. Hal ini semakin bertambah ribet dengan adanya jiwa persaingan. Bersaing merebut perhatian adalah salah satu alasan utama kenapa hubungan mereka seringkali diwarnai ketegangan dan kekhawatiran. Kedekatan antara ibu dan anak laki-lakinya, paling sering menjadi pemicu 'persaingan'. Sang ibu menganggap dirinya masih 'berhak' atas anak laki-lakinya. Seorang ibu umumnya mencemaskan kesejahteraan hidup anak laki - lakinya. Mereka juga takut kalau anak laki - lakinya yang sejak kecil dibesarkan dengan penuh kasih sayang akan tidak sering mengunjunginya setelah menikah dan takut istrinya akan mengubah anak laki - lakinya menjadi orang lain. Para ibu juga takut kalau anak laki - lakinya tidak bahagia dengan pernikahan. Mereka juga takut jadi tidak terlalu diandalkan oleh sang anak laki - laki karena sudah ada wanita lain di kehidupan anak laki - lakinya. Terlebih lagi, yang menyebabkan menantu perempuan dan ibu mertua sering tidak harmonis karena keduanya tidak tahu bagaimana harus bersikap terhadap satu sama lain.

Beban berat memang lebih sering ditanggung pihak menantu perempuan. Selain masalah anak laki - lakinya, hal - hal kecil lain juga kerap jadi pencetus kekurangharmonisan antara menantu perempuan dengan ibu mertua, misalnya:
Masalah asisten rumah tangga atau harapan ibu mertua yang terlalu tinggi dari menantu perempuannya. Sang ibu mertua ingin menantu perempuannya bertindak serba sempurna.
Masalah pengasuhan anak.
Perbedaan cara mendidik anak.
Masalah keuangan juga merupakan masalah sensitif yang sering memicu kekurangharmonisan antara menantu perempuan dan ibu mertua. Suami memberi uang pada ibu mertua tanpa sepengetahuan istri, misalnya, bisa membuat istri tersinggung. Meski suami tak berniat buruk, tapi tak jarang istri jadi berubah sikap pada ibu mertua dan suami.
Masalah komunikasi. Termasuk di dalamnya persoalan budaya, cara hidup, cara pandang, perbedaan latar belakang ekonomi, perbedaan pendidikan, perbedaan status sosial, usia, atau bahasa / cara berbicara.


Secara garis besar, kekurangharmonisan antara menantu perempuan dengan ibu mertua disebabkan oleh tiga hal yaitu cinta, perhatian, dan financial; Intinya segala hal yang dibutuhkan dalam hidup. Ada strategi untuk menciptakan hubungan yang harmonis dengan ibu mertua yaitu masing masing pihak mencoba melihat aspek positif satu sama lain. Jika kita mencoba melihat satu sisi kebaikan dari seseorang, lama-lama akan muncul generalisasi bahwa orang tersebut baik. Sebetulnya, terjadi masalah atau tidak, tergantung pada persepsi masing-masing pihak. Kedua pihak harus menyadari peran serta kedudukan masing-masing. Ibu mertua harus menganggap menantu perempuan sebagai anak kandungnya sendiri, begitu juga menantu perempuan harus menganggap ibu mertua sebagai orangtuanya sendiri, harus ada upaya saling menghargai.

Keterbukaan antara pasangan sangat diperlukan untuk mengantisipasi masalah yang mungkin timbul dari hubungan antara menantu perempuan dan ibu mertua. Di sisi lain, suami harus bersikap bijaksana supaya tidak dirasa berat sebelah, baik kepada istri maupun orangtuanya. Suami harus bisa menjadi penengah, harus bisa menempatkan diri, dalam menyikapi hubungan antara istri dan ibunya agar adil, selaras, dan harmonis. Pada kenyataannya, tidak ada salahnya menantu perempuan menyampaikan pada ibu mertua hal-hal yang dirasanya kurang tepat, sepanjang disesuaikan dengan keadaan, waktu, dan tempat. Ada satu pepatah Jawa mengatakan, seorang anak dianggap sudah mentas jika sudah menikah. Idealnya, orangtua tak boleh ikut campur lagi pada masalah keluarga anaknya, kecuali anak meminta bantuannya. Karena bagaimanapun, anak adalah tetap anak.

Hidup adalah pilihan, instropeksi diri dan mengambil pelajaran atas segala kejadian yang ada, selalu bersabar dan berusaha selalu bersikap baik pada ibu mertua, karena bagaimanapun ibu mertua adalah ibu kandung dari  laki-laki yang sekarang menjadi suaminya. Hal tersebut dapat ditempuh antara lain dengan cara memberi hadiah kepada ibu mertua, menjaga sikap sopan santun saat berbicara dan saat mereka bicara, lemah lembut dalam bertutur kata, membiasakan diri mengucap salam, dan menepati janji. Berdoa dan meminta bantuan orang-orang baik yang disegani ibu mertua, untuk menyadarkan pola pikir beliau terhadap menantu perempuannya juga bisa dilakukan. Terkadang nasihat orang luar bisa memberikan pengaruh lebih besar daripada orang dalam. Jika seorang perempuan merasa tidak nyaman dengan hubungannya dengan ibu mertua, maka perempuan itu harus mengerti hal-hal apa saja yang membuatnya tidak nyaman dan setidaknya ia tidak akan memperlakukan hal yang sama kelak kepada menantunya.

Bagaimana aku dengan ibu mertuaku? Agak personal sih sebenarnya... Hmm... (Sok mikir, hehee..)

Hidup jauh dari orang tua sejak tahun kedua SMU menempaku menjadi sosok perempuan mandiri, segala masalah yang ada aku coba pecahkan dan selesaikan sendiri dengan mempertimbangkan segala resiko dan konsekuensinya. Aku berkonsultasi dengan orang tua hanya untuk mendengar pendapat mereka setelah aku mendapatkan solusi atas masalah masalah yang ada, bila solusiku itu agak menyimpang dari pendapat mereka maka aku akan menyelaraskannya. Ternyata kebiasaan itu terbawa sampai aku benar benar menjalani proses ku sebagai seorang perempuan dewasa. Menikah, hamil, melahirkan, membesarkan anak, mengurus rumah tangga dengan segala permasalahannya, aku tangani sendiri. Suami, orang tua, dan saudara dari pihakku hanya sebagai tempat berkonsultasi, berdiskusi, setelah aku mendapatkan solusi. Pada akhirnya memang keluarga merupakan tempat ternyaman untuk kembali, ada gak ada masalah mereka tetap akan selalu ada, melakukan pendampingan, in every situation, in the good times and bad times. Yup, they are like where the place to go, to share with, in every moment in my life.


Pada kenyataannya, hidup jauh dari orang tua dan saudara sejak usia belasan, memang mengasah kedewasaan berpikir dan bersikap aku dan suami, tentu saja dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Perpaduan kemandirian ku dengannya, di proses hidup dewasaku, menjadikan keterlibatan ibu mertua dan keluarga suami di dalam kehidupan kami sangat sedikit. Skala 1 - 100, ada di kisaran angka 15 - 20 lah. Sejauh ini hubunganku dengan ibu mertua bisa dikatakan so far so good, walaupun beliau cenderung ke arah egosentris dalam kesehariannya, aku tetap berusaha menghormati dan menyayanginya seperti ibuku sendiri. Aku bersyukur bahwa selama ini suamiku selalu berusaha mengambil jalan aman, dengan menjaga perasaan kedua belah pihak, bila ada yang hal hal sensitif yang bisa menjadi pemicu kekurangharmonisan hubunganku dengan ibu mertua. Yang pasti aku bisa cukup berbangga, karena aku bisa berdiri di atas kakiku sendiri dalam mengurus rumah tangga, tanpa harus merepotkan orang tua dan saudara ketika ada masalah. Kebetulan juga, aku adalah tipe orang yang tidak pernah memikirkan adanya api persaingan antara menantu perempuan dengan ibu mertua. Aku merasa bukan musuh yang harus ditakuti atau orang yang pantas dianggap sebagai saingan, akan membuang waktu, energi, dan hati orang tersebut pastinya, mengapa? Karena aku easy going, bersahabat dan mandiri, alhamdulillah datang dari keluarga yang stabil dan well educated, serta dikelilingi oleh banyak orang yang sangat menyayangiku.

Then, how about you? Why so serious? Selalu bersyukur atas segala yang sudah Allah berikan kepadamu, selalu rendah hati, selalu tersenyum dan berdoa, maka segala aura negatif akan terkubur dengan sendirinya, yang ada hanyalah kelapangan dada dan keceriaan.


References
http://www.psychoshare.com/file-1859/psikologi-dewasa/akur-dengan-mertua-why-not.html
http://m.detik.com/wolipop/read/2013/05/26/143704/2256102/854/ini-penyebab-utama-istri--ibu-mertua-sering-tidak-akur
http://tabloidnova.com/Tips/Meredam-Konflik-Mertua-Vs-Menantu


My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!