11/30/2012

_ ROT BAK ED.. _


Kamis 29 Nov 2012

Jarum jam sudah di angka 6 sore, saatnya menjemput Riri les. Udara terasa lembab, dingin menusuk, di luar hujan ternyata. Kututup laptop, berkas berkas kutata. Huaaahhh.. Kurentangkan tanganku, melepaskan penat. Sesaat kemudian, kutinggalkan kantorku. Hujan berlari dengan kencangnya, seakan berlomba, membatasi pandanganku ke depan. Riri sudah menunggu di depan tempat lesnya, ia berlari kecil mendekatiku. "Gak bawa payung, Nduk?", tanyaku. Ia menggeleng, "Lupa, Bunda," ia berkata pelan. "Bun, maem di Roti Bakar Eddy, yuk!", pinta Riri. Udara dingin membawaku untuk mengiyakan permintaan Riri, karena  mataku pun sedari tadi sudah membayangkan hangatnya mie instan spesial bertabur keju dan kornet dengan telur rebus yang bertengger di atasnya. Hmmm... It's so delicious!!! (Hehehe)

Roti Bakar Eddy.. Malam ini parkir tidak begitu ramai, mungkin karena hujan orang lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah. Kupilih tempat duduk berpayung di teras depan, tempat favoritku, tidak bercampur dengan pengunjung lain, semilir anginnya terasa, dan yang paling penting aku bisa santai.. Riri memesan nasi goreng ikan asin kesukaannya, sementara aku sudah pastilah memilih mie instan spesial, secara sejak dari keluar kantor tadi aku sudah sakaw membayangkannya. Sambil menunggu, Kuteguk teh tawar hangat yang datang lebih dulu, lumayan menghangatkan kerongkonganku. Sementara Kulihat Riri lagi asyik BBMan dengan Ayahnya. Gak berapa lama pesanan datang, tercium aroma segar ikan asin bercampur aroma keju dan kornet. Aroma yang gak nyambung banget, kontras!!! (Hehehe)

Riri makan dengan lahap, laper banget kayaknya. Sementara aku hanya makan sedikit, sepertinya salah pesen nih. Biasanya aku memilih mie instan spesial yang kering (goreng), tapi kali ini aku memilih yang berkuah. Bila yang kering terasa seperti makan spageti, yang berkuah ini terasa aneh di lidahku. Dasar lidah ndeso!!! "Harusnya pesen bihun goreng or roti bakar aja ya tadi," sesalku. Tapi ya sudah lah, sudah terlanjur, berarti lain kali menu yang itu di black list aja.

Dan malampun semakin larut. Perut sudah kenyang, minuman pun sudah tidak bersisa, terus ngapain?? Ya pulang lah!! Gak dong, bayar dulu baru pulaanngg... (Hehehe) Yang pasti, hari ini kututup dengan manis, aku bisa menghabiskan malam bersama Riri setelah seharian berkutat dengan data data di laptopku. Melihatnya ceria, damai rasanya hati ini. Alhamdulillaahh...

11/11/2012

_ LELAKI HEBAT DALAM HIDUPKU _


Lingkungan keluarga adalah sebuah awal kehidupan bagi setiap manusia. Lingkungan keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak. Ayah dan ibu (orang tua) adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Jika setiap orangtua mampu dan mau mendidik anak dengan sangat baik, maka kepribadian anak pun menjadi baik dimana nantinya anak akan menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak.

Demikian juga dengan aku. Apa yang melandasi setiap pemikiran dan tindakan yang aku lakukan saat ini adalah bersumber dari apa yang sudah ditanamkan oleh Ayah Ibuku sejak aku kecil. Ibuku adalah tipe wanita charming yang sedikit pendiam namun cantik, lembut, santun, sangat menghormati ayahku, dan jago masak. Ayahku - Lelaki yang gagah, tegar, religius, dan penuh kesederhanaan - termasuk dominan dalam keluarga.  Terekam dalam memoriku dimana sewaktu kecil kami, anak anak Ayah, selalu ditanamkan 5 hal, dan alhamdulillah sampai saat ini ke 5 hal tersebut masih terus berusaha aku terapkan dalam kehidupanku sehari hari, bahkan aku tularkan ke Riri anakku. 

Kelima hal tersebut adalah:
1. Agama
Prinsip Ayah, Agama adalah sinar hidup, yang dengan sendirinya akan menyinari setiap langkah kita ke depan menuju ke  kebenaran-Nya. Kebaikan akan datang dengan sendirinya bila kita menjalani hidup ini dengan ikhlas dan selalu tersenyum dalam susah ataupun suka.
2. Ilmu
"Temannya Agama itu adalah ilmu," kata Ayah. Ilmu itu bagaikan air yang mengalir terus menerus yang akan membantu kita memahami apa yang sudah diciptakan dan dianugrahkan-Nya kepada kita di dunia ini. Tiada hari tanpa belajar, hal itu yang bisa aku tangkap sekarang, bukan hanya dari segi keilmuan sekolah formal atau dari bacaan bacaan yang ada saja, tetapi dari kejadian kejadian yang kita alami setiap hari pun kita dapat mempelajari sesuatu.
3. Kesederhanaan dalam menjalani hidup
Sesuatu  yang terus kucoba untuk terus menanamkannya di kehidupanku sampai sekarang ini, always down to earth – bahasa kerennya.  Dulu aku selalu berpikir mengapa Ayah selalu menerapkan prinsip "segala sesuatu itu harus sesuai dengan kebutuhan dan prioritas - tidak boleh berlebih" di dalam keluarga ku, padahal dari segi finansial Ayah tergolong cukup mapan. Terkadang aku berpikir bahwa kemungkinan Ayah agak pelit (maaf ya Ayah.. hehehe). Dan bila aku bertanya: Mengapa Ayah? Jawabannya selalu "segala sesuatu yang berlebih itu tidak baik, bahkan terkadang akan menimbulkan rasa sombong dan takabur.  Selalu melihat ke bawah, karena masih banyak orang di sekitar kita yang tidak mampu."  Yang aku ingat, kami, anak anak Ayah, selalu dibiasakan untuk memakan makanan yang ada di meja makan dan harus sesuai kebutuhan, karena hal itu menurut Ayah menunjukkan rasa syukur kita terhadap rizki yang diberikan oleh-Nya. Aku pun dibiasakan membeli dan memakai barang barang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan - tidak perlu yang bermerk. Kemudian pada masa sekolah dulu aku dibiasakan untuk menggunakan angkutan umum atau berjalan kaki, tidak dibiasakan diantar menggunakan mobil oleh Ayah atau supir, hal ini berlaku sampai aku lulus perguruan tinggi. Seingatku dulu aku sempat dibelikan motor oleh Ayah, namun hanya ku pakai beberapa tahun saja, ketika aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi aku kembali ke habitat awalku, "Kopaja lover". (Hehehe)
4. Rasa syukur
Setiap hari harus selalu bersyukur, dalam keadaan apapun. Hal ini yang kemudian aku artikan sebagai sebuah senyum, karena senyum yang tulus merupakan cerminan hati yang ikhlas dalam menerima apapun yang terjadi dalam hidup ini, dan ini menurutku merupakan wujud rasa syukurku terhadap apa yang aku alami-aku dapati setiap harinya. Always keep smiling, jargon yang terus berusaha ku alirkan dalam darahku sampai saat ini.
5. Menabung
Menabunglah selagi masih muda untuk persiapan hidup ke depan, termasuk untuk persiapan di hari tua, sehingga terencana dan mandiri dari segi finansial, tidak mengalami kesulitan keuangan dan merepotkan orang lain ketika sedang sangat membutuhkan untuk sesuatu hal yang mendesak kebutuhannya. Sejak kecil aku sering dicekoki dengan prinsip Ayah ini, menabung berapapun besarnya, dan itu harus dipaksakan, suatu saat pasti akan terkumpul banyak dan suatu saat pasti akan sangat bernilai ketika kita membutuhkannya. Sewaktu masih SD, SMP, mungkin ajaran ini belum begitu mengena. Tetapi ketika aku menginjak bangku SMU dan mulai dibiasakan hidup mandiri (sebatangkara - jauh dari orang tua alias kos), aku baru mulai merasakan betapa pentingnya nilai uang yang aku punyai, lembar demi lembar.. (Uang receh yang tercecer pun menjadi penting ketika dompet sudah mulai menipis.. Hehehe) Aku tersadar, ternyata menyisihkan uang yang kita miliki di saat uang itu masih ada (banyak), sangatlah penting dan harus dipaksakan, karena ketika sudah menipis atau bahkan sudah tidak ada, sisihan uang itu menjadi sangat penting walaupun mungkin jumlahnya sedikit, tetapi sangat membantu. Aku jadi teringat, dahulu ketika aku masih duduk di kelas 2 SD, ada beberapa orang yang selalu rutin mengunjungi rumahku setiap bulannya, menagih setoran uang kepada Ayah, yang kelak kemudian aku tahu bahwa orang itu adalah petugas asuransi. He was unordinary people. Dulu ketika asuransi pendidikan belum booming, ternyata Ayah sudah lebih dulu berpikiran "one step a head" dibanding orang lain, dimana orang belum begitu sadar asuransi pada zaman itu. Selain asuransi, Ayah pun rajin menabung di bank setiap bulannya.



Dan hari ini, ketika aku menulis tulisan ini (April 2012), usia Ayah sudah genap 73 tahun.  Ayah semakin religius, tetap haus akan berita sehingga koran-majalah-tv menjadi teman setianya sekarang (walaupun terkadang dikalahkan oleh hasrat menonton film kartun cucu cucunya), tetap bersahaja dalam kesederhanaan dan rasa syukur atas hidupnya, dan tetap mandiri dalam hal finansial (bahkan termasuk royal terhadap cucu cucunya).  Lelaki terhebat pertama dalam hidupku (setelah itu baru suamiku, hehehe..), I just want to be like him.

(Republished from "My Notes" on Facebook: April 16, 2012)



My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!