Lingkungan keluarga
adalah sebuah awal kehidupan bagi setiap manusia. Lingkungan keluarga memiliki
peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak. Ayah dan ibu (orang
tua) adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan,
pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang
sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Jika setiap orangtua mampu
dan mau mendidik anak dengan sangat baik, maka kepribadian anak pun menjadi
baik dimana nantinya anak akan menjadi manusia
yang mampu berpikir dewasa dan bijak.
Demikian juga dengan
aku. Apa yang melandasi setiap pemikiran dan tindakan yang aku lakukan saat ini
adalah bersumber dari apa yang sudah ditanamkan oleh Ayah Ibuku sejak aku
kecil. Ibuku adalah tipe wanita charming yang sedikit pendiam namun cantik,
lembut, santun, sangat menghormati ayahku, dan jago masak. Ayahku - Lelaki yang gagah, tegar, religius,
dan penuh kesederhanaan - termasuk dominan dalam keluarga. Terekam dalam memoriku dimana
sewaktu kecil kami, anak anak Ayah, selalu ditanamkan 5 hal, dan alhamdulillah sampai saat ini ke 5 hal tersebut
masih terus berusaha aku terapkan dalam kehidupanku sehari hari, bahkan aku
tularkan ke Riri anakku.
Kelima hal tersebut adalah:
1. Agama
Prinsip Ayah, Agama adalah sinar
hidup, yang dengan sendirinya akan menyinari setiap langkah kita ke depan
menuju ke kebenaran-Nya.
Kebaikan akan datang dengan sendirinya bila kita menjalani hidup ini dengan
ikhlas dan selalu tersenyum dalam susah ataupun suka.
2. Ilmu
"Temannya Agama
itu adalah ilmu," kata Ayah. Ilmu itu bagaikan air
yang mengalir terus menerus yang akan membantu kita memahami apa yang sudah
diciptakan dan dianugrahkan-Nya kepada kita di dunia ini. Tiada hari tanpa
belajar, hal itu yang bisa aku tangkap sekarang, bukan hanya dari segi keilmuan
sekolah formal atau dari bacaan bacaan yang ada saja, tetapi dari kejadian
kejadian yang kita alami setiap hari pun kita dapat mempelajari sesuatu.
3. Kesederhanaan
dalam menjalani hidup
4. Rasa syukur
Dan hari ini, ketika aku menulis tulisan ini (April 2012), usia Ayah sudah genap 73 tahun. Ayah semakin religius, tetap haus akan berita sehingga koran-majalah-tv menjadi teman setianya sekarang (walaupun terkadang dikalahkan oleh hasrat menonton film kartun cucu cucunya), tetap bersahaja dalam kesederhanaan dan rasa syukur atas hidupnya, dan tetap mandiri dalam hal finansial (bahkan termasuk royal terhadap cucu cucunya). Lelaki terhebat pertama dalam hidupku (setelah itu baru suamiku, hehehe..), I just want to be like him.
(Republished from "My Notes" on Facebook: April 16, 2012)
Setiap hari harus
selalu bersyukur, dalam keadaan apapun. Hal ini yang kemudian aku artikan sebagai
sebuah senyum, karena senyum yang tulus merupakan cerminan hati yang ikhlas
dalam menerima apapun yang terjadi dalam hidup ini, dan ini menurutku merupakan
wujud rasa syukurku terhadap apa yang aku alami-aku dapati setiap harinya. Always
keep smiling, jargon yang terus berusaha ku alirkan dalam darahku
sampai saat ini.
5. Menabung
Menabunglah selagi
masih muda untuk persiapan hidup ke depan, termasuk untuk persiapan di hari
tua, sehingga terencana dan mandiri dari segi finansial, tidak mengalami
kesulitan keuangan dan merepotkan orang lain ketika sedang sangat membutuhkan
untuk sesuatu hal yang mendesak kebutuhannya. Sejak kecil aku sering dicekoki
dengan prinsip Ayah ini, menabung berapapun besarnya, dan itu harus dipaksakan,
suatu saat pasti akan terkumpul banyak dan suatu saat pasti akan sangat
bernilai ketika kita membutuhkannya. Sewaktu masih SD, SMP, mungkin ajaran ini
belum begitu mengena. Tetapi ketika aku menginjak bangku SMU dan mulai
dibiasakan hidup mandiri (sebatangkara - jauh dari orang tua alias kos), aku
baru mulai merasakan betapa pentingnya nilai uang yang aku punyai, lembar demi
lembar.. (Uang receh yang tercecer pun menjadi penting ketika dompet sudah
mulai menipis.. Hehehe) Aku tersadar, ternyata menyisihkan uang yang kita
miliki di saat uang itu masih ada (banyak), sangatlah penting dan harus
dipaksakan, karena ketika sudah menipis atau bahkan sudah tidak ada, sisihan
uang itu menjadi sangat penting walaupun mungkin jumlahnya sedikit, tetapi
sangat membantu. Aku jadi teringat, dahulu ketika aku masih duduk di kelas 2
SD, ada beberapa orang yang selalu rutin mengunjungi rumahku setiap bulannya,
menagih setoran uang kepada Ayah, yang kelak kemudian aku tahu bahwa orang itu
adalah petugas asuransi. He was unordinary
people. Dulu ketika asuransi pendidikan belum booming, ternyata
Ayah sudah lebih dulu berpikiran "one step a head" dibanding orang
lain, dimana orang belum begitu sadar asuransi pada zaman itu. Selain
asuransi, Ayah pun rajin menabung di bank setiap bulannya.
Dan hari ini, ketika aku menulis tulisan ini (April 2012), usia Ayah sudah genap 73 tahun. Ayah semakin religius, tetap haus akan berita sehingga koran-majalah-tv menjadi teman setianya sekarang (walaupun terkadang dikalahkan oleh hasrat menonton film kartun cucu cucunya), tetap bersahaja dalam kesederhanaan dan rasa syukur atas hidupnya, dan tetap mandiri dalam hal finansial (bahkan termasuk royal terhadap cucu cucunya). Lelaki terhebat pertama dalam hidupku (setelah itu baru suamiku, hehehe..), I just want to be like him.