11/30/2018

MIRIS


November 2018..

Ketika ada sedikit waktu luang, rupanya aku terseret mengikuti euforia menonton cinema mistis “Suzzanna, Bernapas dalam Kubur”. Penasaran aja sih, melihat animo menonton itu film tinggi sangat. Sebagus apa sih filmnya? Masih ingat film “Pengabdi Setan”? Aku menontonnya sampai 4 kali!! Hahaaa.. Entah judulnya “menemani teman teman menonton” atau memang “kecanduan”? Opsi yang terakhir lebih “make sense”, mungkin.. Entahlah.. (Hahaaa)


Hari itu, antrian tiket tidak begitu panjang, maklum sudah beberapa hari tayang kan. Di depanku ada segerombolan buk ibuk yang ikut mengantri, sementara anak anak mereka berlarian dan bergulingan tidak jauh situ. Awalnya aku berpikir mereka akan menonton film anak, ternyata tidak loh. Di depan loket, satu orang ibu dengan lantang menyerukan “Suzzanna”. Whaattt??? Anak anak mereka, dilihat dari postur tubuhnya, sepertinya seusia Ranita, ponakanku yang baru duduk di bangku TK. Takjub, terpana, shocked mendengarnya. Film itu kan bukan untuk konsumsi anak anak seusia mereka, kok diperbolehkan sih??? Ya oleh ibunya, ya oleh mbak penjual tiketnya. Namanya juga film horor, dari judulnya aja sudah terbayang adegan adegan apa yang nantinya tersuguhkan di layar lebar. Adegan kekerasan?? Sudah pasti terkandung di dalamnya lah. Adegan perkelahian, adegan sadis (misalnya kepala terpotong, badan tertusuk, badan tertikam, mata telinga tertusuk, darah dimana mana, dll), belum lagi kosa kata tidak baik untuk usia anak yang terlontar. Miris dan sedih aja melihatnya. Terpikir mungkin anak anak ini terbiasa bebas menonton acara acara TV di rumah tanpa tersaring usia, waktu tayang, dan kontennya terlebih dahulu oleh orang tua orang tua mereka. Sinetron sinetron masa kini dan film film kartun yang tertayang di layar kaca sekarang ini memang sudah gak jelas konten dan kosa kata yang terkandung di dalamnya, tertuduh utama dalam pengikisan moral baik generasi masa depan bangsa. Jadi gak heran lah ketika ada banyak berita tentang tawuran, sadisme, dan pornografi di kalangan anak anak. Kenapa? Karena mereka sudah terbiasa (tanpa kontrol orang tua) melihat dan mendengar hal hal yang tabu dan terlarang dilakukan itu di media media hiburan, media media komunikasi, termasuk media media sosial.


Sudah saatnya pemerintah dan kita semua membenahi segala sesuatu dari hal hal kecil yang berdampak sangat besar bagi perkembangan jiwa generasi penerus bangsa ini. Sudah sepatutnya mencontoh negara negara tetangga yang sudah ketat mengatur usia penonton film di bioskop. Di Kuala Lumpur, ketika kita akan membeli tiket menonton film di depan loket akan ditanya jumlah tiket, orang yang akan menonton harus diperlihatkan wujudnya dan ditanya usianya berapa. Bila tidak sesuai tidak akan diperbolehkan, disarankan mengganti film yang akan ditonton atau tidak sama sekali. 

One thing, our children are a gift from Allah; Harus disyukuri, dididik dan dirawat dengan sepenuh hati, lembut, dan penuh kasih. So, jangan tinggal diam, mulailah dari diri kita sendiri, dari keluarga kita sendiri, mulai menciptakan generasi generasi penerus bangsa yang berakhlak baik, santun, bertanggung jawab, dan mandiri. Demi terciptanya Indonesia yang santun, rukun, damai, dan berakhlak mulia.

MERDEKA!!

My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!