20 Nov 2019, 12.45 PM..
HPku berdering, ku lihat sekilas, adikku. “Mbak Ri dimana? Barangnya banyak banget ya? Gue ke rumah loe ya, bantu unpacking”, cerocos adikku. “Mbak Ri di rumah, hari ini istirahat dulu, besok aja loe datang ya,” jawabku.
Adikku, tante kesayangan anakku. Beda beberapa tahun dariku, namun setiap kemana mana bareng, orang selalu mengira aku adalah adiknya. Yes, I know it, penilaian orang tak pernah salah kan. Maka resmilah sejak saat itu aku selalu memproklamirkan diri ke setiap orang yang menyapa kami, bahwa aku adalah adiknya, sebelum orang lain memvonis kami lebih dulu. (Hahaaa..) Ada satu kemiripan kami yang lucu, ketika malas mengepel lantai rumah, kami akan mengepel lantai dengan tissue basah; Singkat, simpel, bersih, dan cemerlang!!
You know what, rasanya di setiap fase pertumbuhan anakku dia selalu ada mendampingi, dari sejak lahir sampai sebesar sekarang ini. Beda kota atau tidak, sama aja. Ketika tinggal beda kota, dia bisa 3 ato 4 kali setahun bertandang ke rumahku, alasannya kangen keponakan padahal kangen akyu deh sbenarnya, mungkin dia malu mengakui. (Hahaa, sotoy!) Kalo pas dia gak muncul, biasanya ada aja ekspedisi yang memencet bel rumah mengantar kiriman.
Kebayang kan kalo tinggal di satu area, hampir tiap hari dong setor muka ke rumah. Selalu menyempatkan waktu, sekedar melihat keadaan keponakan tercinta. Sengaja datang untuk menemaninya, menyemangatinya, menjaganya, terutama di masa sulitnya dulu, saat harus menjalani terapi dokter selama beberapa tahun. Dia, orang yang paling ceriwis mengingatkan jadwal terapi dan obat obatan yang harus diminum. Dia, orang yang paling sewot kalo aku agak sedikit keras ke keponakannya ituh.
Jarak memang bukan halangan. Tetap bisa menciptakan kedekatan emosi tingkat tinggi, dengan saling mengunjungi. Saat kami gantian mengunjunginya, yang paling senang ya Mbak Riri, diajak pergi kemanapun ke tempat tempat yang disukainya, diajak kuliner ke setiap sudut kota. Saa tinggal berdekatan lebih parah bok, hampir di setiap event yang diikuti Mbak Riri, tante kesayangan selalu menyempatkan hadir, mendukungnya.
Dalam beberapa hal, memang terkadang Mbak Riri lebih bisa mendengarkan perkataan tantenya daripada emaknya, ketika kami sedang berselisih paham. Begitupun saat aku tak sepakat dengannya, ia akan mencari pembelaan tantenya. Dan aku pun ketika kesulitan untuk bertukar pikiran dengan Mbak Riri, maka tantenya yang akan menjadi jubir.
Time flies so fast. Menjelang SMU, aku dan mas Ian memutuskan Mbak Riri sekolah jauh dari kami. Tantenya lah yang paling sibuk setiap Mbak Riri pulang liburan, packing dan unpacking adalah tugasnya, sementara sang keponakan tersayang sudah mager di kamarnya, tertidur pulas. Dan setiap aku mengunjunginya di asrama, hal pertama yang ditanyakan Mbak Riri adalah “Tante Ni mana, kok gak ikut?” Pernah suatu waktu, tantenya sedang mudik ke Lombok, sementara Mbak Riri harus segera kembali ke asrama, dan sang tante pulang secepatnya ke Jakarta. Yup, dia sangat mengerti, keponakan tercinta membutuhkannya, dan akan baper parah kalo tantenya gak ada.
Thank you, Teni.
For always beside me, him, and her.
For always holding our hands, in the bad times and good times.
Allah bless you & fam, always..