2/05/2021

GARA GARA WFH

 

February 03th, 2021

 

Pagi ini, seperti biasanya aku bangun dan langsung beraktivitas. Dimulai dengan membuat kopi dan setangkup roti. Karena roti habis, aku membuat tempe mendoan sebagai teman minum kopi Mas Ian. Setelah siap, aku mulai memeriksa bahan untuk membuat sarapan. Tetapi ternyata makanan semalam masih ada, sehingga aku hanya perlu memanaskannya saja untuk sarapan.

 

Aku berpikir praktis aja, karena ada beberapa kerjaan yang harus aku tuntaskan hari ini, jadi sarapan seadanya, untuk maksi aku akan buat yang simpel sesuai bahan yang ada di kulkas. Nginem dulu (istilah ku ketika beberes dan bebersih rumah), mandi, baru buka laptop, and the last thing: masak untuk makan siang yang agak kesorean. Sip lah, everything will be handled well.

 

Sampai jam 10an pagi, semua berjalan sesuai rencana. Dan tetiba stuck ketika aku membaca WAG teman teman kuliah yang terlihat selintas. “Selamat hari jadi, Pak Kuntoro,” bunyinya. Pak Kuntoro?? What, itu kan Mas Ian. “Waduh, tanggal berapa nih hari ini?,” batinku panik. Secepat angin kubuka kalender HP. “Astagfirullaahh hal’adziimm,” teriakku dalam hati. Hari ini ulang tahun Mas Ian!!

 

Secepat kilat aku berlari ke kamar Mbak Riri. “Mbaaakkk, hari ini ayah ulang tahun dan Bunda lupaaa..,” histerisku di kamarnya. Mbak Riri juga kaget. “Masa sih, Bun?”, ia berkata sambil melihat kalender di meja belajarnya. Dan kita berdua melotot. “Aduh, gimana nih, Bunda sama sekali gak inget. Bunda gak punya persiapan apapun,” kata ku. Biasanya aku selalu membuat nasi kuning dan teman temannya ketika salah satu dari kami bertiga ulang tahun. Tapi hari ini tidak!!! Parah banget ini mah. Beberapa hari ini kepalaku dipenuhi oleh revisi proposal dan perjanjian kerjasam untuk project ku yang akan datang. Seperti halnya Mbak Riri yang juga mulai sibuk kuliah online sejak awal Januari 2021. Sama sekali tidak terlintas di ingatan ku kalo Mas Ian ulang tahun di bulan Februari awal. OMG, WFH membuatku lupa hari dan lupa tanggal!!



Otakku berpikir cepat, hari ini aku harus membuat nasi kuning dengan segala tetek bengeknya dengan bahan seadanya aja. Gak sempat lah kalo harus belanja ke supermarket atau pasar, tukang sayur pun udah lewat. Setelah tenang, aku dan Mbak Riri turun ke bawah menemui Mas Ian yang sedang meeting (zoom); ngucapin selamat ulang tahun dan meminta maaf karena aku dan Mbak Riri lupa. (Hahaaa.. Parah banget!!) At the end, aku, Mas Ian, dan Mbak Riri janji ketemu lagi di meja makan sore nanti, makan dan berdoa bersama, spesial untuk Mas Ian. Setelah itu kami bubar kembali ke aktivitas masing masing, Mas Ian meeting keluar, Mbak Riri kuliah online, dan aku buka laptop di rumah.

 

Aku membereskan PR ku yang belum selesai, yang dengan segala kemumetannya akhirnya selesai juga, karena hasilnya ditunggu dan akan langsung dikirim ke klien hari ini juga. Kelar tutup laptop, aku langsung ke dapur, ngapain?? Ya masak lah, nasi kuning dan teman temannya. Seadanya aja, bahan di kulkas cuma ada buat nasi kuning, ayam goreng tepung, telur dadar, mie goreng, abon, sambel, dan kerupuk. Cukup lah, yang terpenting adalah bersyukur dan berdoa untuk Mas Ian; Bismillah, Semoga diberi Allah umur panjang dan barokah, diberi kesehatan, diberi kemudahan rizki yang halal dan barokah, diberi ketetapan yang semakin baik atas Iman Islamnya, diberi kebaikan dunia dan akhirat. Aamiin..


CERITA LALU


January 20th, 2021


Ini cerita tentang seorang anak kecil yang pernah di - bully, dulu semasa ia duduk di kelas 3 SD, sampai 2 tahun ke depan.

 

Anak kecil itu siapa, Mbak Riri? Yup..

How come?

 

Cerita dimulai saat Mbak Riri mengikuti kepindahan kerja ayahnya ke ibukota. Balada anak pindahan dari daerah, dipandang sebelah mata dan tak dianggap ada, oleh seorang teman perempuannya diikuti oleh anggota gengnya. Aku awalnya tidak mengerti, sampai akhirnya suatu saat ia bercerita sendiri padaku. Ada teman sekolahnya yang sinis padanya, seperti tak suka. Itu terlontar dalam ucapan, sikap, dan tindakan. Suka “nyeletuk” sinis gak jelas, meminjam barang tidak dikembalikan, dibatasi dalam bergaul dibuat tidak mempunyai teman.

 

Pada akhirnya Mbak Riri merasa ruang geraknya terbatas, pun untuk bersosialisasi dengan teman temannya yang lain terhalangi. Ia merasa terganggu, merasa insecure karena itu. “Anak itu nyebelin banget, Bun,” kata Mbak Riri. “Aku anak baru kan, males banget cari masalah di sekolah, “ sambungnya lagi. Aku mencoba memberinya beberapa solusi. Selagi temannya itu beraksi, kuminta ia membalas secara halus, setidaknya temannya mengerti bahwa ia tak suka. Kalo gak mempan, ku minta ia bertanya, apa kesalahannya dan minta maaf, walaupun mungkin ia gak salah. Kalo gak mempan juga, ku sarankan ia memberitahukan wali kelasnya, minta diselesaikan secara baik baik.

 

Saran saranku dilaksanakan Mbak Riri, saran pertama gagal, yang kedua pun gagal, sedangkan yang ketiga ia tak mau melakukannya. “Aku gak mau dibilang tukang ngadu,” ujarnya. Hahaaa.. Dibuli pun ia masih punya hati, baik banget anak ini. Then, what’s next??

 

Suatu hari, Aku dan Mbak Riri mengobrol ringan, membahas tentang temannya yang suka membuli itu. “Kalo dia gak berhenti membuli, Bunda mau ke sekolah ketemu Bu Ani, minta diketemuin sama orang tuanya, dan kita bicarakan baik baik tentang ini,” kataku. Menurutku temannya membuli mungkin karena merasa paling hebat sehingga ketika datang orang baru, merasa harus ditunjukkannya. Atau mungkin karena merasa ada saingan baru di kelas atau di sekolah sehingga membuatnya harus menunjukkan kekuatannya.

 

Aku mencoba membangun kepercayaan Mbak Riri, perlahan, agar perasaan insecure - nya itu tak berlanjut. Aku berkata padanya, ada beberapa cara untuk “melawan”. “Apa itu, Bun?”, tanyanya. Aku menjawab perlahan, “Dengan giat belajar, melakukan banyak kegiatan positif yang Mbak Ri suka, dan berprestasi. Ayah Bunda akan mendukung 100%.” Aku meyakinkannya, ketika banyak kegiatan dan berprestasi, sudah pasti kepercayaan dirinya akan naik, ia pasti akan punya banyak teman, dan temannya yang membuli akan sungkan padanya.

 

Then, you know what, pada suatu waktu aku dan Mbak Riri ke sekolah untuk mengambil raport, kami bertemu dengan temannya yang suka membuli itu. Mbak Riri membisikiku, “Itu lho, Bun. Si X, anak yang suka buli aku.” Aku membatin, “Oh, okey. Ini toh anaknya, B aja deh kalo dibandingin sama Mbak Riri.” Hahaaa.. Naluri seorang ibu ya, dari sisi manapun, anaknya tetep the best lah.

 

Ketika raport sudah di tangan, aku dan Mbak Riri menuju ke parkiran, di tengah jalan Mbak Riri meninggalkanku ke toilet. Dan tetiba aja muncul si X, tersangka pembuli itu. Spontan aku mendekatinya. “Hai X, aku Bundanya Riri, temen sekelas kamu. Tante boleh ya minta nomer HP mamanya, nanti tolong kasi ke Riri, ada yang tante mau bicarakan sama mamanya,” sapaku halus padanya. Sekejap ia terpana, dan menjawab sambil meringis, “Eh, Iya, Tante.” Yes!! Singkat, padat, dan jelas. Dan sejak itu ia tak membuli Mbak Riri lagi, ini pasti berkat “The power of emak emak.” So, jangan pernah meremehkan emak emak ya ketika ia sudah menunjukkan taringnya. Hahaha..

 

Waktu terus berjalan, ketika lulus SD, Mbak Riri tak mau melanjutkan di sekolah yang sama. She wanted to go out from the toxic environment. Ia ingin ada di lingkungan baru, dimana ia bisa bergaul, berkembang, dan lebih bisa meng-explore kemampuan dirinya untuk berprestasi. 



And, This is her, My Riri. Alhamdulillah, ia sudah beranjak dewasa, dengan segala kegiatan positifnya, dengan segala prestasinya, ia menjalaninya dengan riang dan penuh percaya diri. Bertahun tahun ia membangun kepercayaan dirinya untuk bisa bangkit dari trauma karena dibuli, dengan dukungan penuh dari aku dan ayahnya.



I’m a mother who feels so proud of her. Aku sempat vakum bekerja beberapa kali, hanya untuk melihat dan memastikan bahwa Mbak Riri baik baik aja, dalam belajar dan bersosialisasi di sekolah maupun di luar sekolah; Saat kepindahan kami ke ibukota dan saat kelas 6 SD, persiapan Ia masuk SMP. Hikmah dari semua ini buatku adalah:

“Luangkan waktu kita sejenak untuk melihat, mengurus, dan mendengar cerita anak anak, untuk mengetahui keseharian mereka, untuk mengetahui tumbuh kembang mereka, sesibuk apapun kita. Mereka sangat berharga, karena mereka adalah titipan Allah, jangan sampai menyesal di kemudian hari. Waktu yang berlalu, tidak akan pernah kembali. Dan momen momen yang sangat berharga, tidak bisa terulang lagi.”

FILOSOFI TEMPE

 

December 05th, 2020


Tempe? Hmmm, pasti tau dong tempe itu apa, makanan khas Indonesia yang terbuat dari fermentasi biji kedelai. Rasanya tak naif bila dikatakan tempe adalah makanan favorit setiap manusia Indonesia. Buktinya apa? Rata - rata manusia Indonesia cinta gorengan, especially tempe. Iya kan?!


Tempe, makanan tradisional Indonesia, biasanya dimasak dengan banyak cara; Digoreng biasa, digoreng tepung, ditumis, dikasi kuah, dikukus, dan lain - lain. Begitu juga di rumah, sang jawara tempe adalah Mas Ian. Aku dan Mbak Riri? Suka juga sih, hanya saja tak sebucin Mas Ian yang bisa setiap hari memasukkan tempe ke dalam perutnya. Gak bosen?? Gak tuh, asal ada sambel bawang dan nasi panas, ia oke aja lah.

Pada kenyataannya, bila ingin mengolah tempe, aku menyesuaikan dengan menu yang kususun untuk hari itu. Yang pasti kalo itu berwujud tempe goreng, maka aku akan menggodoknya dulu dengan bumbu racikanku, ketika akan dimakan baru tempe berbumbu itu digoreng dan disantap dengan sambal bawang atau sambal terasi.


Masalahnya adalah sebagai jawara tempe, Mas Ian merasa ia adalah Chef Tempe terbaik sedunia; Hanya ia yang mengerti bagaimana cara mengolah tempe yang baik dan benar, sehingga terasa lezat disantap. Sotoy banget kan. Hahaaa..

Mas Ian punya teori sendiri tentang resep tempe goreng terlezat sejagat raya. Aku percaya? Gak lah, secara di rumah akulah si ratu dapur. Seringkali aku dan Mas Ian berdebat tentang teori tempe gorengnya itu. Menurutnya tempe itu punya filosofi sendiri.Tempe itu kalo sudah dibumbui, keaslian rasa tempenya sudah hilang. Tapi kalo menurutku tempe diapain aja ya tetap rasa tempe, bukan rasa ayam, atau rasa es krim. Bener kan ya..

Sekali waktu aku berusaha mengikuti cara Mas Ian menggoreng tempe yang baik dan benar itu seperti apa. Jadi menurut Chef Tempe terbaik sedunia itu cara menggoreng tempe yang benar dan nantinya akan menjadi tempe terlezat sepanjang masa adalah dengan cara menggorengnya langsung ketika sang tempe baru dibuka dari bungkusan daun pisang tanpa memberinya bumbu apapun; atau kalo mau diberi bumbu hanya dicelup sesaat aja di racikan bumbunya kemudian langsung digoreng. Tempe yang digoreng itu baru diangkat setelah minyak di sekitar tempe sudah tak bergelembung - gelembung lagi. Bingung?? Samma, akupun demikian. 😁

Ya sudah lah, setidaknya aku mendapat ilmu baru dari sang Master Chef jurusan pertempean. Selamat mencoba!!


My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!