10/30/2012

_ WHAT A BEAUTIFUL LIFE _

Tahun 2012 ini hampir genap 2 tahun sudah aku mengabdikan hidupku hanya untuk keluarga kecilku. "Just being a mom," like Riri said. Tidak pernah terpikir olehku selama ini untuk tidak bekerja kantoran, hanya di rumah saja, menjadi manager rumah tangga. Aku adalah tipe orang yang tidak bisa diam, keseharianku di kantor dulu adalah aku selalu bertemu dengan banyak orang setiap hari, setiap hari selalu "berkicau" dengan banyak orang. Kegiatan - kegiatan itu baru terhenti ketika jam kantor sudah menunjukkan jam 3 sore, ketika kas kantor sudah ditutup, itupun masih dilanjutkan dengan kegiatan administrasi, saatnya membereskan berkas berkas yang belum terselesaikan, saatnya membuat laporan kegiatan untuk hari itu. Sebenarnya sih aktivitas kantorku masih akan terus berlanjut, tidak akan berhenti di jam 3 sore, bila hari itu aku ada janji bertemu nasabah, maka bisa dipastikan aku akan kembali ke kantor di atas jam 3 sore. What a busy life!!

Saat aku memutuskan untuk berhenti bekerja mengikuti kepindahan suamiku ke Jakarta, semua kegiatan rutinku itu otomatis terhenti. Tadinya aku bertahan untuk terus stay di Surabaya sementara suamiku stay di Jakarta karena bekerja di sana. Alasanku untuk tetap bertahan stay di Surabaya sangat klise sekali karena aku tidak mau melepaskan pekerjaanku dan aku baru saja melunasi uang masuk sekolah Riri ke jenjang SD yang nilainya cukup besar (di luar alasan utamaku yang bisa mempunyai uang sendiri dengan bekerja sehingga aku bisa menggunakannya sesuka hatiku, hehehe..). Hidup berdua dengan Riri di Surabaya (bersama seorang sepupu dan seorang asisten rumah tangga) menempaku menjadi pribadi yang lebih mandiri lagi, menempaku menjadi seorang decision maker sejati. Karena gak mungkin kan setiap ada masalah aku harus menelfon atau BBM suamiku dulu meminta pendapatnya. (Duuuhhh... kasihan suamiku lah. Sudah hidup sendiri di Jakarta, bekerja keras untuk anak istri, pusing masalah kantor, masih ditambah lagi dengan harus memikirkan masalah rumah tangga di Surabaya.) Biasanya sih aku pasti menceritakan masalah yang kuhadapi setelah masalah itu sudah kuselesaikan sendiri. Hampir 2 tahun hidup terpisah, aku menjalaninya dengan kekuatan hati, toh suamiku dalam seminggu kalau kangennya dengan anak dan istrinya sudah menggunung pasti pulang, walaupun jatah pulang dari kantornya hanya 2 minggu sekali. (Hehehe...) Tapi memang, ada hal hal yang jika dihadapi dan dishare berdua lebih meneduhkan dan menguatkan hati. Seperti ketika anakku Riri mengalami kecelakaan jatuh dari motor bersama Leni sepupuku, yang menyebabkan Riri terluka di dahinya dan harus dijahit, sedangkan Leni sepupuku patah tulang kaki kirinya dan retak jari manis kanannya. Seperti melayang rasanya jiwaku saat itu, separuh nafasku seperti terhenti. Untungnya saat itu suamiku sedang bertugas di Surabaya, kalau tidak entah apa yang akan terjadi, karena jangankan untuk menemani Riri dijahit dahinya yang robek, untuk melihat Riri terbaring di UGD saja rasanya aku tidak kuat. Sekeluarnya Riri dan Leni sepupuku dari RS, aku masih harus memberi perhatian penuh pada mereka, disamping aku harus membagi pikiranku antara tanggung jawab rumah tangga dan pekerjaan kantor, ditambah lagi dengan status jomblo ku saat itu. Kejadian jatuhnya Riri dari motor itu begitu membekas di kepalaku, aku tersadar, sekuat kuatnya aku menghadapi segala masalah yang ada sendiri, aku tetap butuh teman, Riri pun tetap butuh figur seorang ayah dalam masa pertumbuhannya menuju dewasa.
Life is full of lots of up and downs, there was a time when I desperately needed a port to lean, a friend to rely on, a shoulder to cry on, and an arm to firmly hold my hand. Setelah peristiwa jatuhnya Riri dari motor, aku mengalami kebimbangan, aku berada di persimpangan jalan. Di satu sisi aku terus bertahan di egoku untuk tetap terus bekerja, sementara di sisi lain I don't have the heart ketika malam menjelang dan melihat wajah polos Riri saat tidur, dan memikirkan kesendirian suamiku menghadapi kerasnya Jakarta demi anak istrinya. Beberapa bulan kulalui hariku dengan galau, perang batin yang tiada henti. Sampai akhirnya hatiku dengan mantap memilih meninggalkan pekerjaanku yang sangat menjanjikan (dari sisi keuangan, hehehe..) dan boyongan ke Jakarta bersama Riri. Hanya satu yang ada dalam pikiranku saat itu, "Kujalani ini dengan niat baik dan hati yang ikhlas demi keluarga kecilku, Lillaahita'ala, rejeki itu sudah ada yang mengatur."

Keputusan sudah diambil, just being a mom. Sederhana sekali namun begitu banyak pelajaran hidup yang dapat kuambil, begitu banyak momen momen pertumbuhan dan perkembangan Riri yang bisa kudapat dan kunikmati. (Kue kaleee, hehehe...) I am the interpreter between Riri and the world. I am a cook, a researcher, a teacher, a guide, a chauffeur, a nurse, a therapist, and a personal assistant. Yang pasti : "I am preparing as best I know how for Riri's future."


Kini Ririku sudah duduk di kelas 5 SD, fullday school, jam 14.30 siang kegiatan di kelasnya sudah selesai, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan ekstra kulikuler sekolah atau kegiatan lesnya, maksimal ia sampai di rumah jam 6 sore kecuali hari Selasa jam 16.30 sore ia sudah berada di rumah. Riri sudah mempunyai dunianya sendiri, dunianya bersama teman teman sekolahnya. Ia sudah bisa beradaptasi dengan Jakarta, sudah bisa mengikuti pelajarannya di sekolah dan sudah mempunyai banyak teman di sekolah. Dan Aku pun sudah diijinkan suamiku untuk bekerja lagi, tetapi dengan syarat kantorku harus di sekitar daerah Jakarta Selatan atau Tangerang, sehingga Riri dan rumah masih bisa kupantau dengan baik. Kini ketika matahari pagi menampakkan sinarnya di ufuk Timur, aku masih sempat mengantar Riri ke sekolah, masih sempat ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur, kemudian baru ke kantor yang jaraknya kurang lebih hanya 15 menit dari rumah. Siang hari aku masih bisa makan siang di rumah dan maksimal jam 18.30 malam aku sudah sampai di rumah, hanya berbeda 1/2 - 1 jam dari Riri yang sampai lebih dulu di rumah sepulang dari kegiatan lesnya. Dan malam hari aku pun masih bisa mengawasi Riri belajar dan menemaninya jalan jalan (sekedar cuci mata atau hunting makanan kesukaan Riri) di sekitar perumahan. Thank's to Allah SWT for giving this beautiful life, aku menganggap ini adalah hadiah dari-Nya sebagai buah dari kesabaranku selama ini.


(Republished from "My Notes" on facebook: September 23, 2012)
My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!