12/29/2012

_ MISS U MUCH, MOM...!!! _

Mam, entah kenapa, setiap tanggal 22 Desember, ketika semua orang di dunia ini merayakan hari ibu, aku selalu merasa kangeeennn banget, melebihi semua rasa kangen yang ada selama ini. Melihat aku yang sekarang ini Mam, aku merasa Mamalah yang sebenarnya paling berjasa (selain Ayah tentunya) dan berhak atas apa yang sudah aku capai ini. Didikan Mama, cinta kasih Mama, kesabaran Mama, do'a Mama.. Menjadikan aku bisa jadi seperti sekarang ini. Alhamdulillaahh... Dulu, sekarang, bahkan sampai kapanpun, You're the best Mom in the world!!!  Yang selalu aku ingat bahwa bagimu perempuan itu tidak hanya harus lemah lembut, santun, dan sholehah, "Perempuan itu harus bisa segalanya," katamu dulu. Dari mengurus rumah tangga sampai harus bisa berbagai keahlian yang memang menurutmu seorang perempuan itu harus bisa. Memasak, menjadikan rumah bersih dan rapi, mencuci dan menyetrika baju, sampai ketrampilan yang bisa menghasilkan uang.

Aku inget banget, Mam. Dulu sejak kelas 4 SD, Mama sudah mengajariku menjahit, membuat bunga, menyulam, bahkan membuat keset dan saputangan. Dan hal itu sangat membantuku Mam, ketika aku harus membuat prakarya sekolah, bahkan sampai sekarang pun ketrampilan itu masih berguna. Tapi ada satu hal yang sampai aku SMU tidak aku mengerti, kenapa ya Mama tidak pernah memaksaku untuk membantu memasak makanan dan membuat kue? What's wrong, Mom? Ketika hal itu kutanyakan padamu, Mama hanya tersenyum dan tertawa. Menurutmu ketika aku di dapur menemanimu memasak atau membuat kue, maka makanan dan kue itu akan habis sebelum dihidangkan!!! Hahaha... Tapi memang iya sih, Mam. Aku begitu menyukai masakan dan kue buatan Mama, rasanya tanganku tidak akan pernah mau berhenti mengambil dan mulut ini tidak mau diajak kompromi untuk berhenti mengunyah. Hahaha...

Mengingatmu, Mam, entah kenapa, tanpa terasa air mata ini selalu menetes. Miss you sangat, Mam. Apalagi kalo pas lagi denger lagu Bunda-nya Melly Goeslaw, sudah bisa dipastikan akan banjir air mata!!! Entah kenapa magnet lagu itu begitu kuat, Mam. Dari sejak intro awal terdengar aja, air mataku sudah langsung antri untuk keluar.

Ku buka album biru - Penuh debu dan usang
Kupandangi semua gambar diri - Kecil bersih belum ternoda
Pikirku pun melayang - Dahulu penuh kasih
Teringat semua cerita orang - Tentang riwayatku
Kata mereka diriku slalu dimanja - Kata mereka diriku slalu ditimang
Nada-nada yang indah - Slalu terurai darinya
Tangisan nakal dari bibirku - Tak ’kan jadi deritanya
Tangan halus dan suci - Tlah mengangkat tubuh ini
Jiwa raga dan seluruh hidup - Rela dia berikan
Kata mereka diriku slalu dimanja - Kata mereka diriku slalu ditimang
Oh Bunda ada dan tiada dirimu - ’Kan selalu ada di dalam hatiku..

(Huaaaaa... hiks.. hiks.. hiks..)

Mam, mengingatmu, ada beberapa hal tentang didikanmu yang aku merasa harus aku turunkan ke Riri. Yang pertama tentang kewajiban untuk terus belajar, bukan hanya di pendidikan formal saja, tetapi di sepanjang hidup ini, dari setiap apapun yang terjadi. Karena aku inget banget Mam, menurutmu itu yang akan menjadikan kita makin matang dan makin bersyukur dalam menjalani hidup ini. Berbicara tentang belajar Mam, Mama dulu termasuk keras untuk soal belajar kan Mam. Aku sampe gak boleh pacaran, garing banget lho Mam. Teman temanku dari sejak aku SMP sampe kuliah pada sibuk pacaran, aku cuma bisa gigit jari. Aku sempet pacaran sih Mam, waktu SMP, SMU, bahkan waktu kuliah, tapi Mama gak tau aja. Maaf ya Mam, tapi gak banyak kok, yang penting ganteng kan, Mam. (Hehehe..) Aku jadi inget dulu waktu pacaran pas SMP, hanya bertahan sebulan!!! Pacarku dulu gak tahan ditanyain macem macem dan ditongkrongin terus kalo lagi main ke rumah, Mam. (Hahaha...) Tapi itu dulu ya, Mam.

Hal kedua yang juga harus aku turunkan ke Riri, Mam, adalah kewajiban untuk selalu ingat kepada Allah, selalu dan selalu, dimanapun dan kapanpun itu. Termasuk harus hormat dan patuh kepada orang tua. "Hal itulah yang akan menolong dan membuat hidupmu terang, sekarang dan nanti," nasihatmu slalu. Aku ingat, Mam, dulu ketika aku masih SD, selain sekolah di sekolah formal, Mama memasukkanku ke (sekolah) Madrasah. Setiap sore, aku bersama teman teman di sekitar lingkungan rumah, pergi ke Masjid untuk belajar agama. Sebenarnya males banget lho Mam waktu itu, pulang sekolah kan masih pengen tidur tuh, masih pengen main, eh malah disuruh belajar. Tetapi apa boleh buat, daripada Mama marah. (Hehehe..) Walaupun begitu, pelajaran agama saat di Madrasah dulu berguna juga untuk hidupku sekarang, Mam. Itulah kenapa akupun memasukkan Riri ke sekolah Islam dari sejak Play Group, karena aku ingin sejak kecil Riri sudah ditanamkan nilai nilai agama seperti yang pernah Mama lakukan padaku dulu.

Ada satu hal lagi yang masih tersimpan rapi di memoriku, Mam. Mama selalu mengajarkan bahwa seorang perempuan itu harus santun dan mengerti tata krama. Duduk dengan kaki yang harus dirapatkan, tidak boleh mengangkat kaki di kursi. Tertawa tidak boleh keras, mulut harus ditutup dengan tangan. Bersuara harus lemah lembut, tidak boleh berkata sembarangan. Memakai baju harus sopan, tidak boleh memamerkan aurat. Tidak boleh keluyuran di malam hari. Termasuk perempuan itu harus bersih, rapi, dan harum. Dan masih banyak lagi yang lainnya, Mam.

Begitu banyak hal yang ingin ku contoh darimu, Mam. I want to be like you, in every step I take, Mom.  Seorang super woman, seorang ibu yang halus tutur katanya, rajin beribadah, pintar merawat rumah dan anak anak, pintar memasak, menjahit, dan pintar membuat kue. Yang pasti Mama selalu ada setiap kami, anak anak Mama termasuk ayah, ketika membutuhkanmu. Dengan seabrek aktivitasmu saat itu lho, Mam, Mama masih bisa membagi waktu.

Mam, mimpiku sampai saat ini adalah Mama selalu ada di sampingku ketika aku memasuki "masa masa ku sebagai seorang wanita dewasa." Ketika hamil, ketika melahirkan, ketika membesarkan, merawat, dan mendidik anak anakku, Mama selalu mendampingi untuk melihat bahwa aku dengan bangga akan mengajarkan nilai nilai kehidupan yang sejak kecil Mama tanamkan padaku.

You taught me everything, Mom..
Everything you've given me..
I'll always keep it inside..
You're the driving force in my life..

Your love is like tears from the stars..
Loving you is like an opiate to my soul..

Love you a lot, Mom..
Miss you much, too...

11/30/2012

_ ROT BAK ED.. _


Kamis 29 Nov 2012

Jarum jam sudah di angka 6 sore, saatnya menjemput Riri les. Udara terasa lembab, dingin menusuk, di luar hujan ternyata. Kututup laptop, berkas berkas kutata. Huaaahhh.. Kurentangkan tanganku, melepaskan penat. Sesaat kemudian, kutinggalkan kantorku. Hujan berlari dengan kencangnya, seakan berlomba, membatasi pandanganku ke depan. Riri sudah menunggu di depan tempat lesnya, ia berlari kecil mendekatiku. "Gak bawa payung, Nduk?", tanyaku. Ia menggeleng, "Lupa, Bunda," ia berkata pelan. "Bun, maem di Roti Bakar Eddy, yuk!", pinta Riri. Udara dingin membawaku untuk mengiyakan permintaan Riri, karena  mataku pun sedari tadi sudah membayangkan hangatnya mie instan spesial bertabur keju dan kornet dengan telur rebus yang bertengger di atasnya. Hmmm... It's so delicious!!! (Hehehe)

Roti Bakar Eddy.. Malam ini parkir tidak begitu ramai, mungkin karena hujan orang lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah. Kupilih tempat duduk berpayung di teras depan, tempat favoritku, tidak bercampur dengan pengunjung lain, semilir anginnya terasa, dan yang paling penting aku bisa santai.. Riri memesan nasi goreng ikan asin kesukaannya, sementara aku sudah pastilah memilih mie instan spesial, secara sejak dari keluar kantor tadi aku sudah sakaw membayangkannya. Sambil menunggu, Kuteguk teh tawar hangat yang datang lebih dulu, lumayan menghangatkan kerongkonganku. Sementara Kulihat Riri lagi asyik BBMan dengan Ayahnya. Gak berapa lama pesanan datang, tercium aroma segar ikan asin bercampur aroma keju dan kornet. Aroma yang gak nyambung banget, kontras!!! (Hehehe)

Riri makan dengan lahap, laper banget kayaknya. Sementara aku hanya makan sedikit, sepertinya salah pesen nih. Biasanya aku memilih mie instan spesial yang kering (goreng), tapi kali ini aku memilih yang berkuah. Bila yang kering terasa seperti makan spageti, yang berkuah ini terasa aneh di lidahku. Dasar lidah ndeso!!! "Harusnya pesen bihun goreng or roti bakar aja ya tadi," sesalku. Tapi ya sudah lah, sudah terlanjur, berarti lain kali menu yang itu di black list aja.

Dan malampun semakin larut. Perut sudah kenyang, minuman pun sudah tidak bersisa, terus ngapain?? Ya pulang lah!! Gak dong, bayar dulu baru pulaanngg... (Hehehe) Yang pasti, hari ini kututup dengan manis, aku bisa menghabiskan malam bersama Riri setelah seharian berkutat dengan data data di laptopku. Melihatnya ceria, damai rasanya hati ini. Alhamdulillaahh...

11/11/2012

_ LELAKI HEBAT DALAM HIDUPKU _


Lingkungan keluarga adalah sebuah awal kehidupan bagi setiap manusia. Lingkungan keluarga memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak. Ayah dan ibu (orang tua) adalah teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak. Keyakinan-keyakinan, pemikiran dan perilaku ayah dan ibu dengan sendirinya memiliki pengaruh yang sangat dalam terhadap pemikiran dan perilaku anak. Jika setiap orangtua mampu dan mau mendidik anak dengan sangat baik, maka kepribadian anak pun menjadi baik dimana nantinya anak akan menjadi manusia yang mampu berpikir dewasa dan bijak.

Demikian juga dengan aku. Apa yang melandasi setiap pemikiran dan tindakan yang aku lakukan saat ini adalah bersumber dari apa yang sudah ditanamkan oleh Ayah Ibuku sejak aku kecil. Ibuku adalah tipe wanita charming yang sedikit pendiam namun cantik, lembut, santun, sangat menghormati ayahku, dan jago masak. Ayahku - Lelaki yang gagah, tegar, religius, dan penuh kesederhanaan - termasuk dominan dalam keluarga.  Terekam dalam memoriku dimana sewaktu kecil kami, anak anak Ayah, selalu ditanamkan 5 hal, dan alhamdulillah sampai saat ini ke 5 hal tersebut masih terus berusaha aku terapkan dalam kehidupanku sehari hari, bahkan aku tularkan ke Riri anakku. 

Kelima hal tersebut adalah:
1. Agama
Prinsip Ayah, Agama adalah sinar hidup, yang dengan sendirinya akan menyinari setiap langkah kita ke depan menuju ke  kebenaran-Nya. Kebaikan akan datang dengan sendirinya bila kita menjalani hidup ini dengan ikhlas dan selalu tersenyum dalam susah ataupun suka.
2. Ilmu
"Temannya Agama itu adalah ilmu," kata Ayah. Ilmu itu bagaikan air yang mengalir terus menerus yang akan membantu kita memahami apa yang sudah diciptakan dan dianugrahkan-Nya kepada kita di dunia ini. Tiada hari tanpa belajar, hal itu yang bisa aku tangkap sekarang, bukan hanya dari segi keilmuan sekolah formal atau dari bacaan bacaan yang ada saja, tetapi dari kejadian kejadian yang kita alami setiap hari pun kita dapat mempelajari sesuatu.
3. Kesederhanaan dalam menjalani hidup
Sesuatu  yang terus kucoba untuk terus menanamkannya di kehidupanku sampai sekarang ini, always down to earth – bahasa kerennya.  Dulu aku selalu berpikir mengapa Ayah selalu menerapkan prinsip "segala sesuatu itu harus sesuai dengan kebutuhan dan prioritas - tidak boleh berlebih" di dalam keluarga ku, padahal dari segi finansial Ayah tergolong cukup mapan. Terkadang aku berpikir bahwa kemungkinan Ayah agak pelit (maaf ya Ayah.. hehehe). Dan bila aku bertanya: Mengapa Ayah? Jawabannya selalu "segala sesuatu yang berlebih itu tidak baik, bahkan terkadang akan menimbulkan rasa sombong dan takabur.  Selalu melihat ke bawah, karena masih banyak orang di sekitar kita yang tidak mampu."  Yang aku ingat, kami, anak anak Ayah, selalu dibiasakan untuk memakan makanan yang ada di meja makan dan harus sesuai kebutuhan, karena hal itu menurut Ayah menunjukkan rasa syukur kita terhadap rizki yang diberikan oleh-Nya. Aku pun dibiasakan membeli dan memakai barang barang sesuai dengan fungsi dan kebutuhan - tidak perlu yang bermerk. Kemudian pada masa sekolah dulu aku dibiasakan untuk menggunakan angkutan umum atau berjalan kaki, tidak dibiasakan diantar menggunakan mobil oleh Ayah atau supir, hal ini berlaku sampai aku lulus perguruan tinggi. Seingatku dulu aku sempat dibelikan motor oleh Ayah, namun hanya ku pakai beberapa tahun saja, ketika aku memutuskan untuk melanjutkan kuliah lagi aku kembali ke habitat awalku, "Kopaja lover". (Hehehe)
4. Rasa syukur
Setiap hari harus selalu bersyukur, dalam keadaan apapun. Hal ini yang kemudian aku artikan sebagai sebuah senyum, karena senyum yang tulus merupakan cerminan hati yang ikhlas dalam menerima apapun yang terjadi dalam hidup ini, dan ini menurutku merupakan wujud rasa syukurku terhadap apa yang aku alami-aku dapati setiap harinya. Always keep smiling, jargon yang terus berusaha ku alirkan dalam darahku sampai saat ini.
5. Menabung
Menabunglah selagi masih muda untuk persiapan hidup ke depan, termasuk untuk persiapan di hari tua, sehingga terencana dan mandiri dari segi finansial, tidak mengalami kesulitan keuangan dan merepotkan orang lain ketika sedang sangat membutuhkan untuk sesuatu hal yang mendesak kebutuhannya. Sejak kecil aku sering dicekoki dengan prinsip Ayah ini, menabung berapapun besarnya, dan itu harus dipaksakan, suatu saat pasti akan terkumpul banyak dan suatu saat pasti akan sangat bernilai ketika kita membutuhkannya. Sewaktu masih SD, SMP, mungkin ajaran ini belum begitu mengena. Tetapi ketika aku menginjak bangku SMU dan mulai dibiasakan hidup mandiri (sebatangkara - jauh dari orang tua alias kos), aku baru mulai merasakan betapa pentingnya nilai uang yang aku punyai, lembar demi lembar.. (Uang receh yang tercecer pun menjadi penting ketika dompet sudah mulai menipis.. Hehehe) Aku tersadar, ternyata menyisihkan uang yang kita miliki di saat uang itu masih ada (banyak), sangatlah penting dan harus dipaksakan, karena ketika sudah menipis atau bahkan sudah tidak ada, sisihan uang itu menjadi sangat penting walaupun mungkin jumlahnya sedikit, tetapi sangat membantu. Aku jadi teringat, dahulu ketika aku masih duduk di kelas 2 SD, ada beberapa orang yang selalu rutin mengunjungi rumahku setiap bulannya, menagih setoran uang kepada Ayah, yang kelak kemudian aku tahu bahwa orang itu adalah petugas asuransi. He was unordinary people. Dulu ketika asuransi pendidikan belum booming, ternyata Ayah sudah lebih dulu berpikiran "one step a head" dibanding orang lain, dimana orang belum begitu sadar asuransi pada zaman itu. Selain asuransi, Ayah pun rajin menabung di bank setiap bulannya.



Dan hari ini, ketika aku menulis tulisan ini (April 2012), usia Ayah sudah genap 73 tahun.  Ayah semakin religius, tetap haus akan berita sehingga koran-majalah-tv menjadi teman setianya sekarang (walaupun terkadang dikalahkan oleh hasrat menonton film kartun cucu cucunya), tetap bersahaja dalam kesederhanaan dan rasa syukur atas hidupnya, dan tetap mandiri dalam hal finansial (bahkan termasuk royal terhadap cucu cucunya).  Lelaki terhebat pertama dalam hidupku (setelah itu baru suamiku, hehehe..), I just want to be like him.

(Republished from "My Notes" on Facebook: April 16, 2012)



10/30/2012

_ THAT'S WHAT FRIENDS ARE FOR _

Ada sebuah cerita yang kutemukan di sebuah blog. Cerita itu adalah:
Seekor anjing, berada di tengah jalan menjaga anjing lain yang mati karena tertabrak mobil, dengan menggunakan kakinya, anjing tersebut berusaha membangunkan temannya.
Dia terus berusaha mendorong temannya yang telah mati ke sisi lain dari jalan, tetapi dia terlalu lemah untuk melakukan itu, ketika orang-orang mau menolongnya, dia menyalak, mengusir mereka yang mendekati temannya yg telah mati. Walaupun lalulintas padat, dia tetap tidak mau menjauh dari sahabatnya.
Banyak orang yang menyaksikan kejadian itu dan mereka sangat terharu, bagaimana seekor anjing bisa menunjukan kesetiaan terhadap temannya.
itulah arti persahabatan. (Sumber: http://ahmadnadja.blogspot.com/?m=1)

Persahabatan adalah sesuatu hal yang indah. Memiliki sahabat adalah suatu anugrah yang tidak ternilai harganya. Sahabat memiliki peran yang bisa membuat hidup kita menjadi lebih berwarna. Sahabat akan selalu ada di setiap suasana kehidupan kita. That’s what friends are for, for good times and bad times. Apa yang kita alami dalam sebuah persahabatan kadang-kadang melelahkan dan menjengkelkan, tetapi itulah yang membuat persahabatan mempunyai nilai yang indah. Persahabatan sejati bisa mengatasi cobaan itu bahkan bertumbuh bersama karenanya. Dan persahabatan sejati itu membutuhkan proses yang panjang.
Aku pun mempunyai seorang sahabat. Persahabatanku termasuk unik, persahabatan jarak jauh. Aku mengenalnya 5 tahun yang lalu di Surabaya, kala itu Ia junior di kantor tempatku bekerja. Cantik, cuek, charming, dan humoris. Entah kenapa aku bisa langsung klik dengannya, padahal usia kami berbeda cukup jauh. Gayanya asik dan kalau ngobrol nyambung banget, padahal dari segi sifat, aku termasuk pendiam, dan Ia tipe si cerewet yang selalu tebar pesona. (Hehehe.. Maap ye!!) Kerja bareng, hang out bareng, bolos kerja bareng, ngerjain orang bareng, curhat bareng, senang bareng, sedih bareng. Semuanya bareng, walaupun di kantor kami bersaing mencapai target, bersaing menjadi yang terbaik, bersaing menjadi anak emas si bos. Kami saling melengkapi kekurangan dan kelebihan masing masing, tetap saling mendukung dan saling menyemangati, tidak terlintas sedikit pun rasa iri dan dengki. Hingga pada suatu saat kami harus berpisah kota mengikuti suami kami masing masing, aku di Jakarta dan Ia di Jogjakarta. Persahabatan yang tidak mengenal batas dan waktu.


Begitu banyak hal yang telah kami lalui bersama. Begitu banyak kenangan yang terekam dan tersimpan rapi. Ada satu cerita ketika Ia sudah menemukan pujaan hati, perjuangannya untuk mendapatkan cinta sejatinya itu sangat berat, penuh liku liku, menguras emosi dan air mata. (Lebay banget deh.. Hehehe).Aku adalah tempat sampah untuk segala curhatnya dan aku adalah bumpernya ketika ia membutuhkan tameng dari segala sesuatu yang mengganggunya. Begitu juga ketika Ayahku sakit di hari tuanya, peristiwa terbesar yang benar benar menguras emosi, pikiran, dan tenagaku, dimana di saat yang bersamaan aku sempat limbung karena merasa tidak dipedulikan oleh mereka yang selama ini aku anggap keluarga. Ia adalah komporku, yang selalu menjaga semangatku untuk tetap stay tune di udara. (Hehehe...) Apapun itu, kami tetap saling mendukung, saling menyemangati, saling membesarkan hati. (Saling mengejek, menghina, dan usil satu sama lain juga tentunya.. Hehehe). That's what friends are for. Bersama melalui semuanya, susah senang tetap bergandengan tangan. How wonderful it is, what people always call it: A FRIENDSHIP.


Saat ini Ia sedang menunggu kelahiran putri keduanya, Alexandra Putri Gumala. Aku dari beberapa hari yang lalu sudah tidak sabar lagi menungu keluarnya Alexa dari perutnya. Semoga lancar ya say, semoga Alexa secantik Terena. I've got a gift for her. I'll go to Jogjakarta (as soon as possible) to welcome the birth of my new niece in the world. Love you, miss you so much, Dear. Thank you for the wonderful FRIENDSHIP.

(Republished from "My Notes" on facebook: June 16, 2012)

_ GANTI HATI _

Anak adalah karunia yang tiada bernilai dari Allah SWT. Setiap anak memiliki keunikan sendiri, memiliki minat dan bakat yang berbeda. Sama halnya seperti Riri, Anakku. Sejak usia 3 tahun, Riri sudah meminta untuk dimasukkan ke sekolah balet. Seperti layaknya anak-anak seusia Riri, keinginan untuk mengikuti suatu kegiatan mungkin lebih banyak dipengaruhi oleh faktor faktor dari luar dirinya. Teman temannya banyak mengikuti kegiatan tersebut atau kemungkinan lain adalah pengaruh iklan di TV. Aku cenderung menduga keinginan Riri untuk mengikuti sekoah balet lebih disebabkan karena seringnya ia melihat iklan susu di TV yang bertemakan balet. (Wajar wajar aja sih..) Setiap kali iklan susu itu ditayangkan di TV, Riri seperti terhipnotis melihatnya.

Keinginan Riri itu kemudian kuwujudkan, ia kumasukkan ke salah satu sekolah balet di Surabaya, dengan pikiran bahwa tidak berapa lama lagi ia akan bosan, sebagaimana layaknya anak anak seusia Riri lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata dugaanku salah, she loves ballet dance very much, semakin lama balet seperti sudah menjadi darah baginya. Keinginan Ayahnya untuk menggantikan baletnya dengan kegiatan lain pun tidak digubrisnya (menurut Ayahnya balet itu tidak berkembang karena gerakannya hanya itu itu saja dari waktu ke waktu, setiap kenaikan tingkat kelas balet gerakannya tetap sama, tidak seperti jika kita mengikuti kursus tari atau musik. Kalau dipikir pikir memang benar juga ya.. Hehehe)

Riri menekuni balet sampai ia berusia 8 tahun. Kepindahan Ayahnya (tahun 2008) ke Jakarta sempat membuatnya kecewa, karena ia harus meninggalkan balet, guru, dan teman temannya di Surabaya. Bahkan ia sempat tidak mau mengikuti kepindahan Ayahnya ke jakarta. Aku membutuhkan waktu hampir 2 tahun untuk membujuknya pindah ke Jakarta. Mengajaknya liburan ke Jakarta pada setiap libur sekolah menjadi salah satu alternatif untuk membuatnya tertarik pindah ke Jakarta. Aku ingat sekali, alasan yang diberikannya pada saat latihan balet terakhirnya "Aku gak mau meninggalkan balet dan teman temanku". I had no words, begitu cintanya ia terhadap balet. Pada saat itu, Riri sempat merajuk. Mom Vonny guru baletnya, membesarkan hatinya bahwa sekolah balet di jakarta sangat banyak sambil diberi referensi sekolah balet mana yang harus dimasukinya. Setelah itu barulah ia mau tersenyum dan menuntaskan latihannya sore itu walaupun dengan 1/2 hati sambil memeluk Mom Vonny dan menangis. (Gak tega rasanya, kesian juga sih.. Hwuaaaa..)
Awal kepindahan ke Jakarta (Juni 2010), Riri sibuk dengan kegiatan belajarnya di sekolah, lebih kepada penyesuaian kurikulum Jakarta dengan Surabaya. Setahun penuh aku bertahan untuk berkata tidak kepada Riri ketika ia meminta untuk meneruskan kegiatan balet dan kegiatan lain yang dimintanya. Setahun pertama di Jakarta, Riri aku fokuskan untuk lebih keras belajar, untuk menyamakan apa yang sudah ia dapatkan di sekolah Surabaya dengan sekolahnya saat ini. Alhamdulillah, setahun pertama di sekolah barunya, ia lalui dengan hasil yang memuaskanku (tidak sia sia aku menjadi satpam-nya.. hehehe), sehingga di tahun kedua aku mulai mengijinkannya untuk mengikuti kegiatan yang ia sukai. Tentu saja hal pertama yang dipilihnya adalah balet, hanya saja Ayahnya tetap bertahan untuk tidak mengizinkannya. Riri frustasi sepertinya, akhirnya pencak silat dipilihnya sebagai pengganti balet (Oktober 2011), sesuatu hal yang bertolak belakang sekali dengan apa yang digelutinya selama ini (dari lembut menjadi sangar.. OMG!!). Aku melihatnya lebih sebagai bentuk protes kepada Ayahnya yang tidak mengijinkan untuk meneruskan sekolah baletnya. Gadis kecilku sudah pindah haluan, ia sudah ganti hati, walaupun pada akhirnya Riri juga memilih piano untuk mengisi sisa waktu luangnya di sela sela padatnya jadwal sekolah.

Riri berlatih pencak silat seminggu sekali setiap hari jum'at siang sepulangnya sekolah sebagai kegiatan ekstra kurikulernya. Dua bulan latihan, sabuk putihnya pun berganti menjadi sabuk kuning satu, empat bulan kemudian Riri menyodorkanku sebuah fomulir untuk mengikuti lomba pencak silat se Jabodetabek dalam rangka milad YPI Al Azhar (April 2012). Aku mengiyakannya sebagai bentuk dukunganku padanya (walaupun dengan sedikit perasaan cemas tentunya), Ayahnya pun mengizinkannya. Aku tidak menyangka, ternyata Riri menekuni pencak silat dengan serius, seserius ia menekuni baletnya dulu. Ia berlatih intensif, jam latihannya pun ditambah oleh pelatihnya. Ayahku, sampai sehari sebelum hari H sebenarnya tidak mengijinkan Riri mengikuti pertandingan itu, Riri adalah cucu kesayangannya, beliau begitu kuatir bila terjadi apa apa terhadap Riri.

Hari pertandingan pencak silat itupun tiba, hari pertama merupakan babak penyisihan untuk menentukan siapa saja yang berhak memasuki babak semifinal dan Riri berhasil lolos dengan mudah. Pada babak semifinal, lawan Riri adalah sang juara bertahan, padahal bagi Riri, ini adalah pertandingan perdananya. Aku sudah pasrah (untuk kalah.. Hehehe) kalaupun ia menang itu merupakan suatu mukjizat (hehehe..). Prediksiku benar, Riri tidak berhasil melaju ke babak final, lawannya terlalu tangguh untuknya, namun aku bangga padanya, ia masih berani bertarung, dengan segala macam tendangan dan pukulan yang ia lancarkan. (Aneh rasanya, aku sudah terbiasa melihatnya pentas balet atau tari, sekarang aku harus melihatnya bertanding pencak silat, harus melihatnya dipukul dan ditendang oleh orang, harus melihatnya terbanting di lantai akibat serangan yang dilancarkan oleh lawannya. Sepertinya dunia sudah kebalik nih.. Hehehe)
I'm so proud of you, Genduk cantik. Bagiku Riri tetap sebagai pemenang karena ia sudah bisa membuktikan kepada Ayahnya bahwa protesnya membuahkan sebuah kesungguhan dalam berlatih pencak silat, dan piala sebagai juara ketiga pun diraihnya. Segala sesuatu itu, bila ditekuni secara sungguh sungguh dan ikhlas, pasti akan membuahkan hasil yang sungguh sangat indah, kita tinggal menjalani dan menunggunya sampai saat itu tiba, karena Dia tidak pernah tidur.


( Republished from "My Notes" on Facebook: April 30, 2012)

_ WHAT A BEAUTIFUL LIFE _

Tahun 2012 ini hampir genap 2 tahun sudah aku mengabdikan hidupku hanya untuk keluarga kecilku. "Just being a mom," like Riri said. Tidak pernah terpikir olehku selama ini untuk tidak bekerja kantoran, hanya di rumah saja, menjadi manager rumah tangga. Aku adalah tipe orang yang tidak bisa diam, keseharianku di kantor dulu adalah aku selalu bertemu dengan banyak orang setiap hari, setiap hari selalu "berkicau" dengan banyak orang. Kegiatan - kegiatan itu baru terhenti ketika jam kantor sudah menunjukkan jam 3 sore, ketika kas kantor sudah ditutup, itupun masih dilanjutkan dengan kegiatan administrasi, saatnya membereskan berkas berkas yang belum terselesaikan, saatnya membuat laporan kegiatan untuk hari itu. Sebenarnya sih aktivitas kantorku masih akan terus berlanjut, tidak akan berhenti di jam 3 sore, bila hari itu aku ada janji bertemu nasabah, maka bisa dipastikan aku akan kembali ke kantor di atas jam 3 sore. What a busy life!!

Saat aku memutuskan untuk berhenti bekerja mengikuti kepindahan suamiku ke Jakarta, semua kegiatan rutinku itu otomatis terhenti. Tadinya aku bertahan untuk terus stay di Surabaya sementara suamiku stay di Jakarta karena bekerja di sana. Alasanku untuk tetap bertahan stay di Surabaya sangat klise sekali karena aku tidak mau melepaskan pekerjaanku dan aku baru saja melunasi uang masuk sekolah Riri ke jenjang SD yang nilainya cukup besar (di luar alasan utamaku yang bisa mempunyai uang sendiri dengan bekerja sehingga aku bisa menggunakannya sesuka hatiku, hehehe..). Hidup berdua dengan Riri di Surabaya (bersama seorang sepupu dan seorang asisten rumah tangga) menempaku menjadi pribadi yang lebih mandiri lagi, menempaku menjadi seorang decision maker sejati. Karena gak mungkin kan setiap ada masalah aku harus menelfon atau BBM suamiku dulu meminta pendapatnya. (Duuuhhh... kasihan suamiku lah. Sudah hidup sendiri di Jakarta, bekerja keras untuk anak istri, pusing masalah kantor, masih ditambah lagi dengan harus memikirkan masalah rumah tangga di Surabaya.) Biasanya sih aku pasti menceritakan masalah yang kuhadapi setelah masalah itu sudah kuselesaikan sendiri. Hampir 2 tahun hidup terpisah, aku menjalaninya dengan kekuatan hati, toh suamiku dalam seminggu kalau kangennya dengan anak dan istrinya sudah menggunung pasti pulang, walaupun jatah pulang dari kantornya hanya 2 minggu sekali. (Hehehe...) Tapi memang, ada hal hal yang jika dihadapi dan dishare berdua lebih meneduhkan dan menguatkan hati. Seperti ketika anakku Riri mengalami kecelakaan jatuh dari motor bersama Leni sepupuku, yang menyebabkan Riri terluka di dahinya dan harus dijahit, sedangkan Leni sepupuku patah tulang kaki kirinya dan retak jari manis kanannya. Seperti melayang rasanya jiwaku saat itu, separuh nafasku seperti terhenti. Untungnya saat itu suamiku sedang bertugas di Surabaya, kalau tidak entah apa yang akan terjadi, karena jangankan untuk menemani Riri dijahit dahinya yang robek, untuk melihat Riri terbaring di UGD saja rasanya aku tidak kuat. Sekeluarnya Riri dan Leni sepupuku dari RS, aku masih harus memberi perhatian penuh pada mereka, disamping aku harus membagi pikiranku antara tanggung jawab rumah tangga dan pekerjaan kantor, ditambah lagi dengan status jomblo ku saat itu. Kejadian jatuhnya Riri dari motor itu begitu membekas di kepalaku, aku tersadar, sekuat kuatnya aku menghadapi segala masalah yang ada sendiri, aku tetap butuh teman, Riri pun tetap butuh figur seorang ayah dalam masa pertumbuhannya menuju dewasa.
Life is full of lots of up and downs, there was a time when I desperately needed a port to lean, a friend to rely on, a shoulder to cry on, and an arm to firmly hold my hand. Setelah peristiwa jatuhnya Riri dari motor, aku mengalami kebimbangan, aku berada di persimpangan jalan. Di satu sisi aku terus bertahan di egoku untuk tetap terus bekerja, sementara di sisi lain I don't have the heart ketika malam menjelang dan melihat wajah polos Riri saat tidur, dan memikirkan kesendirian suamiku menghadapi kerasnya Jakarta demi anak istrinya. Beberapa bulan kulalui hariku dengan galau, perang batin yang tiada henti. Sampai akhirnya hatiku dengan mantap memilih meninggalkan pekerjaanku yang sangat menjanjikan (dari sisi keuangan, hehehe..) dan boyongan ke Jakarta bersama Riri. Hanya satu yang ada dalam pikiranku saat itu, "Kujalani ini dengan niat baik dan hati yang ikhlas demi keluarga kecilku, Lillaahita'ala, rejeki itu sudah ada yang mengatur."

Keputusan sudah diambil, just being a mom. Sederhana sekali namun begitu banyak pelajaran hidup yang dapat kuambil, begitu banyak momen momen pertumbuhan dan perkembangan Riri yang bisa kudapat dan kunikmati. (Kue kaleee, hehehe...) I am the interpreter between Riri and the world. I am a cook, a researcher, a teacher, a guide, a chauffeur, a nurse, a therapist, and a personal assistant. Yang pasti : "I am preparing as best I know how for Riri's future."


Kini Ririku sudah duduk di kelas 5 SD, fullday school, jam 14.30 siang kegiatan di kelasnya sudah selesai, kemudian dilanjutkan dengan kegiatan ekstra kulikuler sekolah atau kegiatan lesnya, maksimal ia sampai di rumah jam 6 sore kecuali hari Selasa jam 16.30 sore ia sudah berada di rumah. Riri sudah mempunyai dunianya sendiri, dunianya bersama teman teman sekolahnya. Ia sudah bisa beradaptasi dengan Jakarta, sudah bisa mengikuti pelajarannya di sekolah dan sudah mempunyai banyak teman di sekolah. Dan Aku pun sudah diijinkan suamiku untuk bekerja lagi, tetapi dengan syarat kantorku harus di sekitar daerah Jakarta Selatan atau Tangerang, sehingga Riri dan rumah masih bisa kupantau dengan baik. Kini ketika matahari pagi menampakkan sinarnya di ufuk Timur, aku masih sempat mengantar Riri ke sekolah, masih sempat ke pasar untuk berbelanja kebutuhan dapur, kemudian baru ke kantor yang jaraknya kurang lebih hanya 15 menit dari rumah. Siang hari aku masih bisa makan siang di rumah dan maksimal jam 18.30 malam aku sudah sampai di rumah, hanya berbeda 1/2 - 1 jam dari Riri yang sampai lebih dulu di rumah sepulang dari kegiatan lesnya. Dan malam hari aku pun masih bisa mengawasi Riri belajar dan menemaninya jalan jalan (sekedar cuci mata atau hunting makanan kesukaan Riri) di sekitar perumahan. Thank's to Allah SWT for giving this beautiful life, aku menganggap ini adalah hadiah dari-Nya sebagai buah dari kesabaranku selama ini.


(Republished from "My Notes" on facebook: September 23, 2012)

10/29/2012

_ DO RE MI FA SOL LA SI DOOO... _

Sabtu, 27 Oktober 2012 adalah hari yang ditunggu Riri sejak sebulan yang lalu. Hari dimana ia akan mengikuti konser piano yang diadakan oleh sekolah musiknya, ini adalah penampilan perdananya di luar kegiatan sekolah sejak kepindahan kami  ke Jakarta. Dulu ketika masih stay di Surabaya, setahun sekali Riri selalu mengikuti pentas balet bersama sekolah baletnya. Like usual, Riri sangat antusias menghadapi penampilannya kali ini, walaupun sebenarnya ini hanya mini concert yang diadakan untuk ajang unjuk keberanian di hadapan para orang tua. Satu setengah  bulan dihabiskan Riri untuk berlatih lagu yang akan dibawakannya, ia berusaha menghafalkan lagu yang akan dibawakannya tanpa partitur.  
 
Sehari sebelum konser, Aku dan Riri hunting baju dan sepatu yang akan dikenakannya untuk mini concert itu. Sudah menjadi tradisi bahwa kami selalu berbeda pendapat, perdebatan antara ibu dan anak perempuannya yang topiknya selalu sama, it’s always about  the taste. Aku menginginkan Riri memakai simple dress tapi anggun, sedangkan Riri menginginkan model baju yang casual saja. Perdebatan yang sempat membuat bibirnya manyun beberapa saat, karena aku tetap bersikeras dengan keinginanku. Cukup lama juga kami hunting, sampai akhirnya kutemukan satu toko di Pondok Indah Mall 2 yang isi tokonya sesuai dengan keinginanku. Awalnya Riri tidak mau masuk mengikutiku ke dalam toko, rupanya ia masih ngambek, ia lebih memilih bermain bersama Aufa, sepupunya, di luar toko. Sepertinya  ia sudah pasrah padaku untuk memilihkan baju yang akan dikenakannya nanti. (Mengalah demi ibunya nih.. hehehe..) Ternyata baju yang kuinginkan ada di toko itu, kupanggil Riri untuk mencoba ukurannya, masih dengan setengah manyun ia masuk ke dalam toko. Begitu melihat baju di tanganku pandangannya langsung berbinar, gak salah nih pilihanku, love at the first sight ia rupanya. Kemudian ia mencoba baju itu, dan... Finally, setelah setengah hari berkeliling, I've got that dress, and she loved it!!!
 
Hari konser tiba, sejak pagi Riri sudah mandi, ia mengajakku ke salon. “Biar rambutku rapi, Bunda,” kata Riri. Oke deh, kuikuti keinginan Riri.  Kelar urusan rambut, Riri ku poles sedikit, kemudian kusuruh ia memakai baju dan sepatunya. Sambil lalu Kuperhatikan Riri dengan sudut mataku dan tersenyum. ”Ah, anakku sudah ABG sekarang, cantik juga..,” batinku. Ia agak malu juga  kuperhatikan. “Bunda jangan diliatin, malu tau..,” kata Riri. Hehehe, Aku tertawa dan berlalu. 

Konser baru dimulai pukul 12.48 siang, Riri mendapat session ke 4, dan kami datang 45 menit sebelum konser dimulai. Sambil menunggu berakhirnya session 3, Riri menuju ke belakang panggung, kupandangi Riri sambil berkata, “Good Luck ya, Nduk!” Tidak terlihat raut wajahnya yang grogi, hanya saja tadi ia sempat mengeluh kedinginan, karena model bajunya yang you can see, dan AC gedung yang lumayan dingin.  Tak lama kemudian namanya dipanggil, Riri keluar dari belakang panggung, dan memberi hormat. Dari kursi penonton aku bersiap untuk mengabadikan penampilannya. “Ya Allah, She looks more mature than her age, padahal ia baru kelas 5 SD,” batinku. Alunan nada tanpa partitur mengalun lembut, Riri menyelesaikan bagiannya dengan baik walaupun terlihat sedikit kedinginan. (hehehe..) Good job, dear!! Terus berlatih, sehingga suatu saat nanti kamu bisa menjadi Sherina seperti keinginanmu sejak dulu. Amin, doaku menyertaimu Nduk.

10/27/2012

_ WELCOME TO deWi arNi's WORLD!!! _




Welcome to my BLoG. This is my first time for being blogger. After such a long time of thinking, I have decided to begin for creating my own blog. Why it takes a long time to think for having a blog? I don't know, but the simple answer is although I've liked to write since I was in elementary school, I have no confidence to have my own blog. But now I'm ready to explore my world. Please, enjoy "deWi arNi's WORLD"!!!
My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!