3/02/2021

MUTIARA LEGONG

 

Rabu, 24 February 2021

 

Anak Agung Ayu Bulantrisna Djelantik adalah maestro Tari Legong Indonesia, di samping sebagai dokter spesialis THT dan pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Bandung. Bulantrisna Djelantik adalah cucu dari raja terakhir dari Kerajaan Karangasem, Bali, Anak Agung Anglurah Ketut Karangasem. Ayah beliau, dr. AA Made Djelantik, adalah tokoh dan budayawan Bali. Sementara itu, sang ibu merupakan warga asli Belanda.

 

Biyang Bulan, demikian beliau disapa, lahir pada tanggal 8 September 1947, di Deventer, Belanda. Sejak kecil beliau sudah belajar menari dan menjadi penari tradisional di Istana Presiden di Tampaksiring (Gianyar - Bali), dan Istana Negara di Jakarta; Beliau pun sering ikut misi kesenian kepresidenan ke luar negeri. Bagi Biyang Bulan, menari adalah bentuk kecintaan jiwa kepada Sang Pencipta.

 


Aku mengenalnya pertama pada awal tahun 2017, ketika Mbak Riri kumasukkan ke Studio Tari Lestari Ayu Bulan milik Biyang Bulan. Tujuannya agar Mbak Riri mengenal, mencintai, sekaligus bisa melestarikan seni tari tradisional Indonesia, pun ia bisa mengenalkan budaya bangsanya dimanapun ia berada, sebagai identitas dirinya. Kesan pertama? Aku sangat terkesan ketika melihat beliau untuk kali pertama; Cantik, humble, dan terlihat sangat smart. Lebih terkesan lagi ketika melihat beliau menari, powerful dan sangat menjiwai. Aura Biyang Bulan terpancar sempurna ketika menari, mata ini tidak mau lepas memandangnya. Untuk orang seusia Biyang, energinya sangat luar biasa. Aku rasa aku pun kalah telak bila dibandingkan dengan Biyang Bulan, beliau bisa bertahan menari berjam jam, kalo aku sejam aja mungkin sudah tepar. Hahaaa..

 


Semakin banyak frekuensiku bertemu dengan Biyang Bulan, semakin kagum aku padanya. Lama tinggal di luar negeri tak membuat beliau lupa akan tanah airnya. Jiwa dan semangat beliau untuk menanamkan rasa cinta dan melestarikan seni budaya tradisional Indonesia, terutama Bali, patut diacungi sejuta jempol. Aku rasa sejuta jempol pun masih kurang. Satu hal, setiap bertemu beliau, beliau pasti selalu mengenakan kebaya dan kain tradisional Indonesia; Duh, semakin jatuh cinta aku tu sama beliau. Terakhir ketemu beliau sekitar pertengahan tahun 2018, ketika Mbak Riri pamit untuk melanjutkan sekolah di negeri sebrang. Biyang Bulan memberikan banyak wejangan pada Mbak Riri, bahwa ia harus terus menari; Sebagai generasi penerus bangsa ia harus mencintai dan melestarikan seni budaya bangsanya, Indonesia, dimana pun ia berada.

 

Dan hari ini, 24 Februari 2021, aku mendapat kabar, Biyang Bulan telah berpulang kepada - Nya, karena sakit kanker pankreas yang diderita. Kaget dan sedih mendengarnya, bukan hanya aku, semua anak didik beliau sangat sangat merasa kehilangan. Sosok yang selama ini ku kagumi, karena beliau jua lah, aku pada akhirnya memutuskan untuk masuk ke komunitas Tari Lestari Ayu Bulan di Omah Wulangreh akhir tahun kemarin; Berharap suatu saat, waktu akan berbaik hati mempertemukan ku dengan Biyang Bulan kembali.

 

Amor ring acintya..

Smoga Biyang Bulan ditempatkan di tempat terbaik di sisi - Nya..

Aamiin..

 

Semangat, jiwa, dan dedikasi Biyang Bulang untuk melestarikan seni budaya bangsa ini akan tetap terpatri di hati dan jiwa kami, kami yang akan meneruskannya. We all love you, Biyang Bulan.

 

SATU FREKUENSI

 

Feb 28th, 2021

 

Cerita latihan nari hari ini dimulai dengan aku melesat secepat kilat ke tempat latihan. Tetiba aja jadwal latihan nari hari ini berubah, harus berangkat lebih pagi, karena kelas yang biasanya dibagi menjadi 2 shift, disatukan.

 

Yup, yang ada kudu gercep. Info kudapat di jam 8 teng, bahwa aku harus ikut kelas pagi jam 8.30 WiB. Paniiikkk... Untung sudah mandi, untung sarapan sudah siap, untung perlengkapan nari semalam sudah kusiapkan, jadi tinggal cabut aja (gigi kali, hahaa..). Ketika sudah akan memacu mobil pun, tersadar kalo kain tari dan teman temannya tertinggal di kamar. Hadeuh, nambah kerjaan aja deh!! Gak tau orang lagi riweh yak. Hahaaa.. Untung aku masih di depan rumah.

 

Masalahnya adalah aku baru keluar gerbang tol Bintaro di jam 08.16 WiB, dan harus sampai lokasi di Cilandak Timur jam 08.30 WiB, ya gak mungkin dong. Sejenak, aku sempatkan untuk berkabar dengan sang guru, bahwa akan telat pastinya sampe’ di tempat latihan. Dan, musik ku nyalakan; Then, lets goooo!!! Beruntung ini hari Minggu, pagi pagi biasanya jalan tak begitu padat. Berhubung aku dikejar waktu, mobil ku pacu di kecepatan 80 - 100 km/jam. Heheee, mbalap dikit lah..

 


Then finally, aku tiba di gerbang tempat latihan jam 08.40 WiB. Alhamdulillah, selamat sampai tujuan. 

 

Ketika semua satu frekuensi, apapun itu hayuk aja..

 

SALAH JURUSAN


Feb 24th, 2021

 

Dulu aku tak pernah bercita - cita kuliah mengambil jurusan Teknik Sipil. Tak pernah membayangkan belajar yang bisa sampe jungkir balik ngapalin segala teori dan rumus mata kuliah yang ada, plus menggambar teknik. Jangankan membayangkan ikut mata kuliahnya, membaca judul mata kuliahnya aja sudah keringet dingin, ngeri, bisa bikin pingsan. (Hahaaa..) Mekanika Teknik, Struktur & Teknologi Beton, Struktur Baja, Gambar Teknik, Teknik Pondasi, Struktur & Teknik Gempa, Mekanika Tanah, Hidrologi, Manajemen Sumber Daya Air, Struktur Kayu, Manajemen Konstruksi, dll. Belum lagi diwajibkan harus bisa menggambar segala macam struktur bagunan sesuai mata kuliah yang diambil. Pokoknya yang ada di kepala cuma pusyang sejuta keliling lah.

 

Dulu aku menjalaninya dengan santai, mungkin lebih tepatnya pasrah ya. Ikhlas menerima kenyataan, walaupun di tahun awal sempat keteteran dan terpukul dengan nilai yang standar aja; Karena merasa itu bukan pilihanku tapi pilihan ayah, yang menginginkan salah satu anaknya harus ada yang menjadi tukang insinyur bangunan. Setahun lewat, aku sadar kalo aku gak semangat dan gak punya strategi belajar, kuliahku bisa selesai 6 - 7 tahun kemudian. Kasihan ayah yang membiayai kuliahku dan malu lah, masa’ seorang Dewi Arni kuliahnya lelet banget, apa kata duniaaaa. 



Masuk tahun kedua, aku mengejar ketinggalanku. Sangat sadar bahwa “This isn’t my passion”, so kemudian aku mengambil jurusan Manajemen Konstruksi, sama pusingnya tapi tak sepusing yang ambil jurusan konstruksi kan. It’s okay lah, yang penting aku bisa mencapai targetku 4 tahun harus selesai teori dan tahun ke 5 harus wisuda.

 

Believe or not, walaupun kuliah di teknik, selama kuliah aku gak pernah sama sekali membayangkan akan bekerja di dunia teknik / konstruksi. Dulu aku kuliah pake rok, jarang banget pake celana panjang, paling banter pake kulot. Kebayang gak, dulu saat kerja praktek dan tugas akhir di salah satu proyek dermaga milik PT Pembangunan Perumahan, aku satu - satunya orang yang pake rok. HahaaaYup, itulah aku, orang yang sejak awal kuliah bermimpi mau kerja di Bank, tapi kuliahnya teknik, aneh kan.

 


And, this is me. Cita - citaku untuk kerja di Bank akhirnya tercapai pada awalnya. At the end, perjalanan hidup pada akhinya membawaku menjadi seorang konsultan SDM. “This is my passion”, aku sangat bucin dengan pekerjaan ini, aku suka bertemu banyak orang dan bisa mengenal berbagai macam profesi dan karakter orang di luar sana. Aku bahagia dan sangat bersyukur untuk semua itu.

 

Bahagia itu sangat sederhana ternyata, ketika kita bisa bekerja sesuai passion, kita akan melakukannya karena kita mencintainya. Yang terpenting dari semua itu adalah harus selalu bersyukur. Bersyukur atas semua kebahagiaan dan pelajaran hidup yang sudah Allah berikan. Alhamdulillah..

 

Last but not least,

Entah kenapa aku selalu percaya akan keajaiban Allah, selalu percaya bahwa Allah akan selalu ada untuk umatnya ketika kita ikhlas menjalani semuanya, tak putus berdoa, dan selalu bersyukur pada - Nya.

 

2/05/2021

GARA GARA WFH

 

February 03th, 2021

 

Pagi ini, seperti biasanya aku bangun dan langsung beraktivitas. Dimulai dengan membuat kopi dan setangkup roti. Karena roti habis, aku membuat tempe mendoan sebagai teman minum kopi Mas Ian. Setelah siap, aku mulai memeriksa bahan untuk membuat sarapan. Tetapi ternyata makanan semalam masih ada, sehingga aku hanya perlu memanaskannya saja untuk sarapan.

 

Aku berpikir praktis aja, karena ada beberapa kerjaan yang harus aku tuntaskan hari ini, jadi sarapan seadanya, untuk maksi aku akan buat yang simpel sesuai bahan yang ada di kulkas. Nginem dulu (istilah ku ketika beberes dan bebersih rumah), mandi, baru buka laptop, and the last thing: masak untuk makan siang yang agak kesorean. Sip lah, everything will be handled well.

 

Sampai jam 10an pagi, semua berjalan sesuai rencana. Dan tetiba stuck ketika aku membaca WAG teman teman kuliah yang terlihat selintas. “Selamat hari jadi, Pak Kuntoro,” bunyinya. Pak Kuntoro?? What, itu kan Mas Ian. “Waduh, tanggal berapa nih hari ini?,” batinku panik. Secepat angin kubuka kalender HP. “Astagfirullaahh hal’adziimm,” teriakku dalam hati. Hari ini ulang tahun Mas Ian!!

 

Secepat kilat aku berlari ke kamar Mbak Riri. “Mbaaakkk, hari ini ayah ulang tahun dan Bunda lupaaa..,” histerisku di kamarnya. Mbak Riri juga kaget. “Masa sih, Bun?”, ia berkata sambil melihat kalender di meja belajarnya. Dan kita berdua melotot. “Aduh, gimana nih, Bunda sama sekali gak inget. Bunda gak punya persiapan apapun,” kata ku. Biasanya aku selalu membuat nasi kuning dan teman temannya ketika salah satu dari kami bertiga ulang tahun. Tapi hari ini tidak!!! Parah banget ini mah. Beberapa hari ini kepalaku dipenuhi oleh revisi proposal dan perjanjian kerjasam untuk project ku yang akan datang. Seperti halnya Mbak Riri yang juga mulai sibuk kuliah online sejak awal Januari 2021. Sama sekali tidak terlintas di ingatan ku kalo Mas Ian ulang tahun di bulan Februari awal. OMG, WFH membuatku lupa hari dan lupa tanggal!!



Otakku berpikir cepat, hari ini aku harus membuat nasi kuning dengan segala tetek bengeknya dengan bahan seadanya aja. Gak sempat lah kalo harus belanja ke supermarket atau pasar, tukang sayur pun udah lewat. Setelah tenang, aku dan Mbak Riri turun ke bawah menemui Mas Ian yang sedang meeting (zoom); ngucapin selamat ulang tahun dan meminta maaf karena aku dan Mbak Riri lupa. (Hahaaa.. Parah banget!!) At the end, aku, Mas Ian, dan Mbak Riri janji ketemu lagi di meja makan sore nanti, makan dan berdoa bersama, spesial untuk Mas Ian. Setelah itu kami bubar kembali ke aktivitas masing masing, Mas Ian meeting keluar, Mbak Riri kuliah online, dan aku buka laptop di rumah.

 

Aku membereskan PR ku yang belum selesai, yang dengan segala kemumetannya akhirnya selesai juga, karena hasilnya ditunggu dan akan langsung dikirim ke klien hari ini juga. Kelar tutup laptop, aku langsung ke dapur, ngapain?? Ya masak lah, nasi kuning dan teman temannya. Seadanya aja, bahan di kulkas cuma ada buat nasi kuning, ayam goreng tepung, telur dadar, mie goreng, abon, sambel, dan kerupuk. Cukup lah, yang terpenting adalah bersyukur dan berdoa untuk Mas Ian; Bismillah, Semoga diberi Allah umur panjang dan barokah, diberi kesehatan, diberi kemudahan rizki yang halal dan barokah, diberi ketetapan yang semakin baik atas Iman Islamnya, diberi kebaikan dunia dan akhirat. Aamiin..


CERITA LALU


January 20th, 2021


Ini cerita tentang seorang anak kecil yang pernah di - bully, dulu semasa ia duduk di kelas 3 SD, sampai 2 tahun ke depan.

 

Anak kecil itu siapa, Mbak Riri? Yup..

How come?

 

Cerita dimulai saat Mbak Riri mengikuti kepindahan kerja ayahnya ke ibukota. Balada anak pindahan dari daerah, dipandang sebelah mata dan tak dianggap ada, oleh seorang teman perempuannya diikuti oleh anggota gengnya. Aku awalnya tidak mengerti, sampai akhirnya suatu saat ia bercerita sendiri padaku. Ada teman sekolahnya yang sinis padanya, seperti tak suka. Itu terlontar dalam ucapan, sikap, dan tindakan. Suka “nyeletuk” sinis gak jelas, meminjam barang tidak dikembalikan, dibatasi dalam bergaul dibuat tidak mempunyai teman.

 

Pada akhirnya Mbak Riri merasa ruang geraknya terbatas, pun untuk bersosialisasi dengan teman temannya yang lain terhalangi. Ia merasa terganggu, merasa insecure karena itu. “Anak itu nyebelin banget, Bun,” kata Mbak Riri. “Aku anak baru kan, males banget cari masalah di sekolah, “ sambungnya lagi. Aku mencoba memberinya beberapa solusi. Selagi temannya itu beraksi, kuminta ia membalas secara halus, setidaknya temannya mengerti bahwa ia tak suka. Kalo gak mempan, ku minta ia bertanya, apa kesalahannya dan minta maaf, walaupun mungkin ia gak salah. Kalo gak mempan juga, ku sarankan ia memberitahukan wali kelasnya, minta diselesaikan secara baik baik.

 

Saran saranku dilaksanakan Mbak Riri, saran pertama gagal, yang kedua pun gagal, sedangkan yang ketiga ia tak mau melakukannya. “Aku gak mau dibilang tukang ngadu,” ujarnya. Hahaaa.. Dibuli pun ia masih punya hati, baik banget anak ini. Then, what’s next??

 

Suatu hari, Aku dan Mbak Riri mengobrol ringan, membahas tentang temannya yang suka membuli itu. “Kalo dia gak berhenti membuli, Bunda mau ke sekolah ketemu Bu Ani, minta diketemuin sama orang tuanya, dan kita bicarakan baik baik tentang ini,” kataku. Menurutku temannya membuli mungkin karena merasa paling hebat sehingga ketika datang orang baru, merasa harus ditunjukkannya. Atau mungkin karena merasa ada saingan baru di kelas atau di sekolah sehingga membuatnya harus menunjukkan kekuatannya.

 

Aku mencoba membangun kepercayaan Mbak Riri, perlahan, agar perasaan insecure - nya itu tak berlanjut. Aku berkata padanya, ada beberapa cara untuk “melawan”. “Apa itu, Bun?”, tanyanya. Aku menjawab perlahan, “Dengan giat belajar, melakukan banyak kegiatan positif yang Mbak Ri suka, dan berprestasi. Ayah Bunda akan mendukung 100%.” Aku meyakinkannya, ketika banyak kegiatan dan berprestasi, sudah pasti kepercayaan dirinya akan naik, ia pasti akan punya banyak teman, dan temannya yang membuli akan sungkan padanya.

 

Then, you know what, pada suatu waktu aku dan Mbak Riri ke sekolah untuk mengambil raport, kami bertemu dengan temannya yang suka membuli itu. Mbak Riri membisikiku, “Itu lho, Bun. Si X, anak yang suka buli aku.” Aku membatin, “Oh, okey. Ini toh anaknya, B aja deh kalo dibandingin sama Mbak Riri.” Hahaaa.. Naluri seorang ibu ya, dari sisi manapun, anaknya tetep the best lah.

 

Ketika raport sudah di tangan, aku dan Mbak Riri menuju ke parkiran, di tengah jalan Mbak Riri meninggalkanku ke toilet. Dan tetiba aja muncul si X, tersangka pembuli itu. Spontan aku mendekatinya. “Hai X, aku Bundanya Riri, temen sekelas kamu. Tante boleh ya minta nomer HP mamanya, nanti tolong kasi ke Riri, ada yang tante mau bicarakan sama mamanya,” sapaku halus padanya. Sekejap ia terpana, dan menjawab sambil meringis, “Eh, Iya, Tante.” Yes!! Singkat, padat, dan jelas. Dan sejak itu ia tak membuli Mbak Riri lagi, ini pasti berkat “The power of emak emak.” So, jangan pernah meremehkan emak emak ya ketika ia sudah menunjukkan taringnya. Hahaha..

 

Waktu terus berjalan, ketika lulus SD, Mbak Riri tak mau melanjutkan di sekolah yang sama. She wanted to go out from the toxic environment. Ia ingin ada di lingkungan baru, dimana ia bisa bergaul, berkembang, dan lebih bisa meng-explore kemampuan dirinya untuk berprestasi. 



And, This is her, My Riri. Alhamdulillah, ia sudah beranjak dewasa, dengan segala kegiatan positifnya, dengan segala prestasinya, ia menjalaninya dengan riang dan penuh percaya diri. Bertahun tahun ia membangun kepercayaan dirinya untuk bisa bangkit dari trauma karena dibuli, dengan dukungan penuh dari aku dan ayahnya.



I’m a mother who feels so proud of her. Aku sempat vakum bekerja beberapa kali, hanya untuk melihat dan memastikan bahwa Mbak Riri baik baik aja, dalam belajar dan bersosialisasi di sekolah maupun di luar sekolah; Saat kepindahan kami ke ibukota dan saat kelas 6 SD, persiapan Ia masuk SMP. Hikmah dari semua ini buatku adalah:

“Luangkan waktu kita sejenak untuk melihat, mengurus, dan mendengar cerita anak anak, untuk mengetahui keseharian mereka, untuk mengetahui tumbuh kembang mereka, sesibuk apapun kita. Mereka sangat berharga, karena mereka adalah titipan Allah, jangan sampai menyesal di kemudian hari. Waktu yang berlalu, tidak akan pernah kembali. Dan momen momen yang sangat berharga, tidak bisa terulang lagi.”

FILOSOFI TEMPE

 

December 05th, 2020


Tempe? Hmmm, pasti tau dong tempe itu apa, makanan khas Indonesia yang terbuat dari fermentasi biji kedelai. Rasanya tak naif bila dikatakan tempe adalah makanan favorit setiap manusia Indonesia. Buktinya apa? Rata - rata manusia Indonesia cinta gorengan, especially tempe. Iya kan?!


Tempe, makanan tradisional Indonesia, biasanya dimasak dengan banyak cara; Digoreng biasa, digoreng tepung, ditumis, dikasi kuah, dikukus, dan lain - lain. Begitu juga di rumah, sang jawara tempe adalah Mas Ian. Aku dan Mbak Riri? Suka juga sih, hanya saja tak sebucin Mas Ian yang bisa setiap hari memasukkan tempe ke dalam perutnya. Gak bosen?? Gak tuh, asal ada sambel bawang dan nasi panas, ia oke aja lah.

Pada kenyataannya, bila ingin mengolah tempe, aku menyesuaikan dengan menu yang kususun untuk hari itu. Yang pasti kalo itu berwujud tempe goreng, maka aku akan menggodoknya dulu dengan bumbu racikanku, ketika akan dimakan baru tempe berbumbu itu digoreng dan disantap dengan sambal bawang atau sambal terasi.


Masalahnya adalah sebagai jawara tempe, Mas Ian merasa ia adalah Chef Tempe terbaik sedunia; Hanya ia yang mengerti bagaimana cara mengolah tempe yang baik dan benar, sehingga terasa lezat disantap. Sotoy banget kan. Hahaaa..

Mas Ian punya teori sendiri tentang resep tempe goreng terlezat sejagat raya. Aku percaya? Gak lah, secara di rumah akulah si ratu dapur. Seringkali aku dan Mas Ian berdebat tentang teori tempe gorengnya itu. Menurutnya tempe itu punya filosofi sendiri.Tempe itu kalo sudah dibumbui, keaslian rasa tempenya sudah hilang. Tapi kalo menurutku tempe diapain aja ya tetap rasa tempe, bukan rasa ayam, atau rasa es krim. Bener kan ya..

Sekali waktu aku berusaha mengikuti cara Mas Ian menggoreng tempe yang baik dan benar itu seperti apa. Jadi menurut Chef Tempe terbaik sedunia itu cara menggoreng tempe yang benar dan nantinya akan menjadi tempe terlezat sepanjang masa adalah dengan cara menggorengnya langsung ketika sang tempe baru dibuka dari bungkusan daun pisang tanpa memberinya bumbu apapun; atau kalo mau diberi bumbu hanya dicelup sesaat aja di racikan bumbunya kemudian langsung digoreng. Tempe yang digoreng itu baru diangkat setelah minyak di sekitar tempe sudah tak bergelembung - gelembung lagi. Bingung?? Samma, akupun demikian. 😁

Ya sudah lah, setidaknya aku mendapat ilmu baru dari sang Master Chef jurusan pertempean. Selamat mencoba!!


My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!