1/06/2019

KUCING JUGA KUCING


January 05th, 2019


Lidah ayah dan anak ini berbeda, satu ke kiri satu ke kanan, satu ke utara satu ke selatan, satu ke atas satu ke bawah. Sang ayah penikmat makanan Jawa asli, sang anak penggila makanan Londo. Lidah mereka tidak akan pernah bersua dalam satu panci, sampai kapan pun. But you know what, kesukaan yang sangat berbeda drastis ini akan bertemu di satu titik, di angkringan nasi kucing!! Hahaaa..

Seperti malam ini, hadir di sini, untuk yang pertama kalinya dalam tahun 2019, untuk yang kesekian kalinya sejak kepulangan Mbak Riri ke rumah. Aku, Mas Ian, dan Mbak Riri duduk santai melewati malam, melahap nasi kucing dengan segala lauk sederhananya. Angkringan “Kangen Ndeso”, menyajikan menu kampung dengan citarasa sederhana, namun bagai candu di lidah. 


Entah kenapa, bila berkunjung ke sini selalu berakhir dengan celingak celinguk gak jelas. Ada beberapa kucing yang berkeliaran kesana kemari di sini, berharap mendapat sisa sisa makanan atau pemberian pengunjung yang datang. Aku gitu loh, gak bisa liat kucing kan, selalu gemes aja liatnya. When I look into the eyes of a cat, I see a living being, I see a friend, I feel a soul. I don’t see an animal. Kalau di tukang bubur ayam langganan, para kucing sukanya sate rempelo - hati ayam, sebelum pulang aku biasanya membeli beberapa tusuk dan menitipkannya kepada sang abang untuk diberikan ke kucing. Tapi kalau di sini, para kucing ini penggemar sate rempelo - hati ayam dan sate usus. Seringkali kubeli beberapa tusuk sate, lalu kuberikan diam - diam ke kucing kucing di bawah kakiku. Kenapa harus diam - diam? Dilema guys, sate - sate ini kan hidangan utama di angkringan sini, berasa gak enak hati aja ketika aku memberikannya ke kucing kucing sementara ada banyak pengunjung yang makan sate yang sama dengan nikmatnya, sementara yang punya angkringan pun menjualnya untuk para manusia bukan para kucing. (Hahaaa..)

Pernah terpikirkan gak sih. Mungkin hampir setiap orang pernah merasakan pengalaman yang sama, terusik oleh seekor kucing ketika sedang makan di sebuah warung atau rumah makan sederhana. Terkadang mungkin terselip rasa kesal, lagi sedap sedapnya menikmati makanan, ada makhluk kecil mengeong minta jatah. Mungkin bisa jadi napsu makan tiba tiba pamit sekejap bila mereka tidak berhenti mengeong agresif setengah memaksa. Reflek biasanya, langkah tercepat orang mengusirnya pergi dengan pakai “hus” berkali kali di mulut, atau dikombinasikan dengan tangan melambai menyuruhnya pergi, atau mendorongnya pergi dengan kaki. Yang terekstrim adalah dengan menyiramkan air ke sang kucing, kesian. (Aaahhh, sediihh..) Kucing juga kucing kan, punya rasa, punya hati. Jangan samakan dengan pisau belati deh. (Hahaaa..) Cara paling aman kalo kita meminta tolong pemilik warung membawa kucing kucing itu menjauh. Kalo tetep gak berhasil juga gimana, ya pindah warung aja, guys. (Loh?? Hahaaa..) Case closed!!



Begitulah, kisah malam ini. Memberi makan kucing itu termasuk sedekah, wujud cinta kita kepada Allah juga. Gak harus makanan yang baru, makanan sisa yang layak makan pun oke lah. Karena kucing adalah salah satu binatang kesayangan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam.

Konon dulu Rasulullah memiliki seekor kucing yang diberi nama Mueeza. Suatu saat, di kala hendak mengambil jubahnya, ditemuinya Mueeza sedang tidur terlelap diatas jubahnya. Tak ingin mengganggu, Rasulullah pun memotong belahan lengan jubahnya yang ditiduri Mueeza. Ketika kembali ke rumah, Muezza terbangun dan merunduk sujud kepadanya. Sebagai balasan, Rasulullah menyatakan kasih sayangnya dengan mengelus lembut ke badan mungil Mueeza sebanyak 3 kali. Dalam aktivitas lain, setiap kali Rasulullah menerima tamu di rumahnya, selalu menggendong Mueeza dan diletakkan dipahanya. Salah satu sifat Mueeza yang disukai ialah ia selalu mengeong ketika mendengar adzan, dan seolah-olah suaranya terdengar seperti mengikuti lantunan suara adzan.

Then, Allah bless you, always..

My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!