May, 2019
Perjalanan ini sudah direncanakan lama, aku mengajak Mas Ian untuk menyegarkan isi otaknya yang bertahun tahun selalu penuh ini dan itunya pekerjaan kantor, belum lagi ditambah hal lain di luar pekerjaan kantor yang kulihat makin membebani. Ia orang yang sangat baik, segala hal dilakukan dan diambil tanggung jawabnya, tipe easy going tapi perfectionist, dan tipe yang tidak mau mengecewakan karena ia sadar ia diandalkan oleh banyak orang. Aku merasa untuk saat ini, sudah cukup ia dirumitkan oleh berbagai hal. Kepalanya sudah overload, sudah melewati ambang batas toleransinya. Saatnya “me time” menghibur diri, saatnya memikirkan diri sendiri, tak melulu memikirkan orang lain, karena orang lain pun belum tentu juga peduli dengannya dirinya sebagai pribadi.
Cerita dimulai ketika permohonan visa kami disetujui untuk jangka waktu 3 tahun oleh Australian Embassy. Sebelum expired (tepatnya: mumpung belum expired), mari kita gunakan lagi visanya. Ternyata visa yang di-approval untuk jangka waktu lama itu ada gak enaknya, harus hati hati juga. In fact, satu visa hanya berlaku untuk satu nomor paspor yang sama untuk beberapa kali kedatangan. Bila kita sudah berganti paspor karena expired dan sudah diperpanjang, kita harus mengurus visa lagi sesuai dengan nomor paspor baru. Visa lama walaupun masih berlaku, akan ditolak di negara tujuan, karena nomor paspor yang tertera berbeda. Be careful, guys!!
Mencari waktu kosong Mas Ian untuk sejenak refreshing, seperti mencari sebuah jarum mungil di dalam tumpukan jerami. Susahnyaaaa... Dia tak pernah mau diajak menghilang sebentar dari padatnya jadwal kantornya. Itulah kenapa aku selalu kemana - mana sendiri, atau berdua dengan kembaran kecilku. Tapi kali ini aku gak mau kalah dong, I didn’t want to stop for pushing him, until he gave up and approved my plan. Finally, yeaayy!!
Kota yang dipilih adalah Melbourne, kota yang ramai tapi mempunyai nilai historis tinggi. Awalnya Perth menjadi pilihan pertama, kangen dengan damainya kota itu, kangen dengan tradisionalnya Fremantle Market. Tetapi banyaknya bangunan bangunan tua nan eksotis, daya tarik Queen Victorya Market yang menawan, dan mudahnya transportasi, maka dipilihlah Melbourne. Satu hal, aku penyuka awan sejati, awan di Melbourne itu membuat hati meleleh memandangnya, bagus sangat untuk difoto. (Lebay!!)
Second honeymoon?? Maybe.. Pesawat take off selepas Magrib waktu Jakrarta, transit di Singapura 2 jam kemudian lanjut menuju Melbourne selama lebih kurang 7 jam. Perjalanan mulus menembus awan dalam kegelapan, pesawat Airbus 320 yang kami tumpangi hanya sedikit bergoyang ketika memasuki Australia, angin Australia yang menerpa pesawat cukup membuatnya bergoyang di pagi harinya. Sekitar pukul 9 pagi pesawat touched down di Melbourne disambut rintik hujan perlahan. Ada sedikit masalah di imigrasi, berkaitan dengan nomor paspor kami yang berbeda dengan yang tercantum di visa, namun dapat teratasi dengan baik. Amazing!! Thanks to Allah. Sebelumnya terbayang jelas dong keribetan petugas imigrasi Australia yang super tegas, seperti yang sering kusaksikan di TV ketika mereka menghadapi wisatawan asing yang bermasalah. Sumpah deh, dari ujung rambut sampe ujung kaki udah berasa lemes aja, siap siap bakal diterbangkan pulang balik ke Jakarta, hari itu juga. Tapi ternyata tidak, guys!! Mereka sangat ramah dan sangat penolong. Diantara mereka ada seorang “manager” yang mengaku pernah lama menetap di Solo, melihat paspor Mas Ian yang kelahiran Solo, ia menolong kami mengsinkronkan visa dan nomor paspor kami ke sistem baru mereka, dan kami diijinkan masuk. Untungnya aku membawa 2 paspor lamaku dan Mas Ian membawa foto paspor lamanya, sehingga data kami bisa matching. Allah itu memang Maha Baik, Dia tak segan menurunkan tangan - Nya ketika kami berada dalam kesulitan. Alhamdulillaahh..
Pada akhirnya aku dan Mas Ian bisa menikmati waktu ‘me time’ kami berdua. Just a little distraction, Mas Ian puasa, dan aku tidak. Dinginnya udara Melbourne membuatnya harus berjuang melawan ganasnya serangan keringnya tenggorokan di siang hari, dan ia harus makan sahur sendiri, sementara aku menemaninya mengobrol dengan tetap bertengger di dalam selimut. Hanya itu, selebihnya tak ada. Waktu puasa di Melbourne lebih singkat, +-11.29 jam. Australia berada di belahan bumi selatan, memiliki waktu malam lebih panjang dibandingkan siang harinya. Dengan demikian, durasi berpuasa menjadi lebih singkat. Aku dan Mas Ian mengisi 1/2 hari waktu kami dengan mengunjungi tempat tempat wisata, hingga tanpa sadar adzan Magrib tetiba aja berkumandang dari HP.
Aku dan Mas Ian benar benar meresapi waktu kami berdua, menyusuri sudut sudut kota Melbourne dan kota kota kecil di sekitarnya. Menikmati awan awan cantik, menikmati warna warni daun di pepohonan saat ‘autumn’, menikmati keeksotisan bagunan bangunan tua.
Melbourne, kota terbesar kedua di Australia ini adalah kota yang kontras, di mana bangunan-bangunan dengan arsitektur bergaya Victoria yang memiliki nilai historis abad ke-19 dan awal abad ke-20, kompak berpadu dengan gedung pencakar langit yang modern. Di kota ini juga kami sangat menikmati taman-taman kota cantik yang teduh dengan keindahan teluk. Taman-taman di Melbourne memiliki reputasi sebagai taman publik terbaik di antara kota-kota besar di Australia.
Yang paling berkesan adalah saat mengupas habis setiap sudut dari Queen Victoria Market. Dan juga saat menikmati pemandangan Yarra River dan tanaman hijau di sekitar Flinders Street Station, sambil berjalan dari Alexandra Gardens ke Royal Botanic Gardens yang sangat indah. Kemudian dilanjutkan menuju ke arah pantai di wilayah St. Kinda, dan diakhiri dengan menyeruput segelas coklat panas di daerah Middle Brighton dan mengagumi sunset di Brighton Beach.
Alhamdulillah.. Next time we’ll be back together with Mbak Riri.