12/07/2019

HAI NETIZEN JULID!!!

December 02nd, 2019

Nasionalis? Apa itu nasionalis?

Topik yang mungkin dianggap sepele bagi sebagian orang, tapi tidak buat Gue. Ketika satu jari Loe menunjuk seseorang tidak nasionalis, 3 jari lainnya mengarah langsung ke diri Loe sendiri. Nah lho. Simpelnya 1 berbanding 3, 1 jari melawan 3 jari. Logikanya menang yang angka 3 dongwonglebih besar nilainya. It means that you have to ask your self too, with the big portion than others. So, sebelum Loe menunjuk dan julid terhadap orang lain, julid lah dulu terhadap diri sendiri. Yup, evaluate yourself first before judge others.

Back to the first topic, ya. Nasionalis itu apa sih? Buat Gue yang sering mobile, buat Gue lho ya, mungkin bisa gaksatu visi dengan Loe. Seseorang itu dianggap nasionalis ketika dia tidak membahayakan keselamatan orang lain di jalan raya, menghormati dan menghargai hak dan kewajiban sesama pengguna jalan raya dalam berkendara. Itu tersurat dalam butir butir sila ke - 2 Pancasila: Mengakui persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa salira, Mengembangkan sikap tidak semena - mena terhadap orang lain.


Loe itu nasionalis ketika tidak menerobos lampu merah, ketika tidak berjalan ke utara sendiri sementara yang lain berjalan ke arah selatan semua (melawan arus), ketika akan belok atau berputar arah memberi tanda lampu tidak sak enak’e lempeng aja gak tolah toleh langsung belok, tidak menyerobot ketika semua orang tertib antri ke satu arah yang sama, then last: motor berjalan tertib di lajur sebelah kiri, menyalakan lampu, tidak di trotoar, dan wajib helm SNI lah


Ada lagi?? Lengkapi surat surat dalam berkendara (SIM, STNK, Plat Nomor), pakai pengaman (helm, seatbelt), dan berkendara sesuai kecepatan yang ditentukan.

Dah gitu ajah!! 




11/23/2019

TANTE KESAYANGAN



20 Nov 2019, 12.45 PM..

HPku berdering, ku lihat sekilas, adikku. “Mbak Ri dimana? Barangnya banyak banget ya? Gue ke rumah loe ya, bantu unpacking”, cerocos adikku. “Mbak Ri di rumah, hari ini istirahat dulu, besok aja loe datang ya,” jawabku.

Adikku, tante kesayangan anakku. Beda beberapa tahun dariku, namun setiap kemana mana bareng, orang selalu mengira aku adalah adiknya. Yes, I know it, penilaian orang tak pernah salah kan. Maka resmilah sejak saat itu aku selalu memproklamirkan diri ke setiap orang yang menyapa kami, bahwa aku adalah adiknya, sebelum orang lain memvonis kami lebih dulu. (Hahaaa..) Ada satu kemiripan kami yang lucu, ketika malas mengepel lantai rumah, kami akan mengepel lantai dengan tissue basah; Singkat, simpel, bersih, dan cemerlang!! 

You know what, rasanya di setiap fase pertumbuhan anakku dia selalu ada mendampingi, dari sejak lahir sampai sebesar sekarang ini. Beda kota atau tidak, sama aja. Ketika tinggal beda kota, dia bisa 3 ato 4 kali setahun bertandang ke rumahku, alasannya kangen keponakan padahal kangen akyu deh sbenarnya, mungkin dia malu mengakui. (Hahaa, sotoy!) Kalo pas dia gak muncul, biasanya ada aja ekspedisi yang memencet bel rumah mengantar kiriman.


Kebayang kan kalo tinggal di satu area, hampir tiap hari dong setor muka ke rumah. Selalu menyempatkan waktu, sekedar melihat keadaan keponakan tercinta. Sengaja datang untuk menemaninya, menyemangatinya, menjaganya, terutama di masa sulitnya dulu, saat harus menjalani terapi dokter selama beberapa tahun. Dia, orang yang paling ceriwis mengingatkan jadwal terapi dan obat obatan yang harus diminum. Dia, orang yang paling sewot kalo aku agak sedikit keras ke keponakannya ituh.

Jarak memang bukan halangan. Tetap bisa menciptakan kedekatan emosi tingkat tinggi, dengan saling mengunjungi. Saat kami gantian mengunjunginya, yang paling senang ya Mbak Riri, diajak pergi kemanapun ke tempat tempat yang disukainya, diajak kuliner ke setiap sudut kota. Saa tinggal berdekatan lebih parah bok, hampir di setiap event yang diikuti Mbak Riri, tante kesayangan selalu menyempatkan hadir, mendukungnya.  

Dalam beberapa hal, memang terkadang Mbak Riri lebih bisa mendengarkan perkataan tantenya daripada emaknya, ketika kami sedang berselisih paham. Begitupun saat aku tak sepakat dengannya, ia akan mencari pembelaan tantenya. Dan aku pun ketika kesulitan untuk bertukar pikiran dengan Mbak Riri, maka tantenya yang akan menjadi jubir.

Time flies so fast. Menjelang SMU, aku dan mas Ian memutuskan Mbak Riri sekolah jauh dari kami. Tantenya lah yang paling sibuk setiap Mbak Riri pulang liburan, packing dan unpacking adalah tugasnya, sementara sang keponakan tersayang sudah mager di kamarnya, tertidur pulas. Dan setiap aku mengunjunginya di asrama, hal pertama yang ditanyakan Mbak Riri adalah “Tante Ni mana, kok gak ikut?” Pernah suatu waktu, tantenya sedang mudik ke Lombok, sementara Mbak Riri harus segera kembali ke asrama, dan sang tante pulang secepatnya ke Jakarta. Yup, dia sangat mengerti, keponakan tercinta membutuhkannya, dan akan baper parah kalo tantenya gak ada.

Thank you, Teni.
For always beside me, him, and her.
For always holding our hands, in the bad times and good times.
Allah bless you & fam, always..

DREAMS, BELIEVE, MAKE IT HAPPEN


November 16th, 2019

Ini perjuangan kita bertiga, Ayah - Bunda - Mbak Riri. Dimulai dari sejak Mbak Ri berangkat sekolah jauh dari Ayah Bunda, then finally selesai ya, Nduk. Dari awal kedatangan sampai detik detik terakhir berjuang terus, sempat tertatih memang, demi mendapatkan standar nilai yang diinginkan sekolah untuk lanjut ke level berikutnya. But its ok, karena dengan begitu kamu jadi belajar cara menghadapi semua kenyataan hidup yang harus kamu hadapi sendiri, dengan usaha dan kerja kerasmu sendiri, dengan dukungan penuh dari Ayah Bunda.

Actually, melepasmu sendiri itu dilema, but we had to do it. Ayah Bunda menginginkan Mbak Ri jadi tangguh dan mandiri, think globally, sadar sepenuhnya bahwa ketika jauh dari orang tua hanya Allah lah satu-satunya sumber kekuatan dalam menjalani keseharianmu, serta terbiasa menghargai dan menghormati perbedaan dalam sosialmu. 


And at the end, itu memang terbukti. Sekarang Mbak Ri menjadi lebih mandiri, lebih percaya diri, lebih sadar secara penuh bahwa hanya Allah lah yang bisa menolong manusia dalam keadaan apapun, karena kekuatan dan kebaikan itu hanya datang dari Allah.

Hikmahnya, 
Jangan pernah berhenti berharap, Nduk..
Jangan pernah berhenti bermimpi, tidak ada yang tidak mungkin, ketika kamu terus mengingat - Nya, Nduk..
Karena Allah selalu ada untuk mewujudkannya, sesuai waktunya..

Alhamdulillah,
Thank you, Allah.

IBU CINCIN


October 04th, 2019

Hari ini tepat hari ke 7, umur cincin bambu hitamku. Ia melingkar nyaman di jari manis kiriku. Ingatanku mengembara, teringat wajah sumringah seorang ibu setengah baya yang sabar menemaniku mengobrol, di suatu desa, di kaki gunung Rinjani. 
“Ibu senang bertemu denganmu, Nak.“
“Seperti sudah kenal bertahun tahun rasanya, padahal kita baru bertemu hari ini.”
“Tunggu sebentar, Nak”, Ibu itu berujar. 

Ditinggalkannya aku sejenak, kemudian ia kembali dengan membawa beberapa untai bambu hitam tipis mengkilat. Tangannya bergerak gesit gemulai seperti membuat sesuatu. 
“Ibu buatkan cincin ya, buat kenang-kenangan.”
“Ibu senang sekali, rasanya kok sudah seperti anak Ibu sendiri”, ujarnya lagi. 


Aaahhh, aku terharu, sangat tersentuh.
Ibu ini sangat baik, aku menemukannya di sela sela perjalananku menyusuri sisa - sisa gempa Lombok di kaki gunung Rinjani. Dimulai dari daerah Lingsar - Lombok Barat, Tete Batu - Lombok Timur, hingga ke Desa Sembalun Bumbung, Sembalun Lawang, Sajang, di Lombok Timur, dilanjut sampai ke daerah Bayan dan Tanjung, Lombok Utara. Sempat tertangkap mata, sisa reruntuhan yang belum tersentuh. Juga wajah wajah polos yang kutemui dari satu rumah ke rumah lain, bercerita tentang kehidupan mereka pasca gempa, bagaimana keseharian mereka, dan bagaimana mereka menyambung hidup.

Ada mimpi mimpi di sini, mimpi mereka, juga mimpiku. Semoga terwujud..

Allah bless them, always..

SEPUTIH KAPAS


21 October 2019

Entah kenapa aku selalu betah mematung,
Berlama lama menatap gerombolan, kawanan, gumpalan awan di langit luas..
Di manapun aku berada, 
selalu saja terpana..


Awan awan seputih kapas bertebaran di angkasa biru,
Sanggup menyihir, 
Memasungku dalam amnesia sejenak..

Rasa yang tertinggal hanya satu,
rasa kerdil yang tak berujung..
Dibarengi takjub betapa Maha Agungnya Dia,
Disertai kagum betapa Maha Kuasanya Dia..


Masya Allah..
Sempurna,
Sangat sempurna..

SEJATINYA..

18 October 2019, 06.39 PM..

Hidup, bagiku, adalah..

Proses pendewasaan diri, 
Proses pematangan jiwa, 
Proses pemutihan hati dan pikiran..
Untuk selalu positif,
Untuk lebih membijakkan diri dalam memandang segala sesuatu. 
Bagai mengasah pisau, 
smakin diasah smakin teruji dan tajam. 

Selalu ada alasan terbaik,
Ketika setiap manusia diberi kesempatan dan kepercayaan oleh Allah untuk naik kelas,
Yang tanpanya,
Manusia tak akan pernah meresapi beribu pembelajaran, 
Manusia tak akan pernah mencicipi beribu kebahagian,
yang Allah beri setelahnya..

Hingga kemudian terbentuk lah pribadi yang lebih tangguh, lebih baik, dan lebih bersyukur atas segala kebaikan kebaikan yang diberikan - Nya.

Pribadi yang selalu tersenyum, positif, dan optimis menghadapi hidup.

**DewiArni**

9/16/2019

THE DAY AFTER AUGUST 17, 2019



Entah kenapa membaca tulisan di satu kaca monorail train aku terharu setelahnya, bahkan berkaca kaca. Di sini, di negeri antah berantah ini, perbedaan sangat dihargai. Mereka semua berbaur dalam damai tanpa membedakan suku, agama, dan ras. Terselip baper sesaat, bersatu dengan sedikit iri yang menusuk.. Sedih banget..

Sumpah deh, beneran ini!!

Lebay?? Mungkin..


Teringat ‘perang’ yang setahun belakangan ini bergemuruh di seantero Nusantara. Kawan, sahabat, om, tante, ponakan, kerabat, para tetua tetiba menjadi lawan ketika mereka semua bersebrangan. Semua yang tak sejalan dicoret dari list silaturahmi, ditendang tanpa rasa. Tepo seliro, nilai luhur yang dari sejak jaman nenek moyang bangsa ini ada, mulai terkikis habis.

Hmmm...
Allah itu Maha Baik, Maha Segalanya. Yang berhak menilai kadar keimanan seseorang, masuk surga nerakanya seseorang adalah hak prerogatif - Nya. Belum tentu yang dinilai tak sejalan dan tak sepaham, lebih rendah nilainya, lebih rendah kadar keimanannya. Alat ukur apa yang dipakai untuk mengukur kadar keimanan orang lain, sementara keimanan sendiri kita tidak berhak untuk mengukurnya.

Oke lah, seseorang itu memang tak sempurna, mungkin berlumur dosa, hingga nilainya rendah di mata yang tak searah. But who knows, mungkin loh, siapa yang mengira kalo ternyata dia yang dinilai tak sejalan itu, hatinya lebih bersih, amal ibadahnya lebih kenceng dari siapapun. Kualitas hatinya, amal ibadahnya hanya disimpan untuk dirinya, dalam hati. Mungkin hanya Allah dan orang orang terdekatnya aja yang sadar. Bahwa sesungguhnya, terdapat rahasia Allah yang tidak diketahui manusia.

So, Don’t judge a book by its cover easily. Yuk, sama sama ciptakan Indonesia yang lebih berperikemanusiaan, adil dan beradab.

Jayalah selalu Indonesiaku. MERDEKA!!!


9/06/2019

SECOND HONEYMOON??

May, 2019


Perjalanan ini sudah direncanakan lama, aku mengajak Mas Ian untuk menyegarkan isi otaknya yang bertahun tahun selalu penuh ini dan itunya pekerjaan kantor, belum lagi ditambah hal lain di luar pekerjaan kantor yang kulihat makin membebani. Ia orang yang sangat baik, segala hal dilakukan dan diambil tanggung jawabnya, tipe easy going tapi perfectionist, dan tipe yang tidak mau mengecewakan karena ia sadar ia diandalkan oleh banyak orang. Aku merasa untuk saat ini, sudah cukup ia dirumitkan oleh berbagai hal. Kepalanya sudah overload, sudah melewati ambang batas toleransinya. Saatnya “me time” menghibur diri, saatnya memikirkan diri sendiri, tak melulu memikirkan orang lain, karena orang lain pun belum tentu juga peduli dengannya dirinya sebagai pribadi. 

Cerita dimulai ketika permohonan visa kami disetujui untuk jangka waktu 3 tahun oleh Australian Embassy. Sebelum expired (tepatnya: mumpung belum expired), mari kita gunakan lagi visanya. Ternyata visa yang di-approval untuk jangka waktu lama itu ada gak enaknya, harus hati hati juga. In fact, satu visa hanya berlaku untuk satu nomor paspor yang sama untuk beberapa kali kedatangan. Bila kita sudah berganti paspor karena expired dan sudah diperpanjang, kita harus mengurus visa lagi sesuai dengan nomor paspor baru. Visa lama walaupun masih berlaku, akan ditolak di negara tujuan, karena nomor paspor yang tertera berbeda. Be careful, guys!!

Mencari waktu kosong Mas Ian untuk sejenak refreshing, seperti mencari sebuah jarum mungil di dalam tumpukan jerami. Susahnyaaaa... Dia tak pernah mau diajak menghilang sebentar dari padatnya jadwal kantornya. Itulah kenapa aku selalu kemana - mana sendiri, atau berdua dengan kembaran kecilku. Tapi kali ini aku gak mau kalah dong, I didn’t want to stop for pushing him, until he gave up and approved my plan. Finally, yeaayy!!


Kota yang dipilih adalah Melbourne, kota yang ramai tapi mempunyai nilai historis tinggi. Awalnya Perth menjadi pilihan pertama, kangen dengan damainya kota itu, kangen dengan tradisionalnya Fremantle Market. Tetapi banyaknya bangunan bangunan tua nan eksotis, daya tarik Queen Victorya Market yang menawan, dan mudahnya transportasi, maka dipilihlah Melbourne. Satu hal, aku penyuka awan sejati, awan di Melbourne itu membuat hati meleleh memandangnya, bagus sangat untuk difoto. (Lebay!!)

Second honeymoon?? Maybe.. Pesawat take off selepas Magrib waktu Jakrarta, transit di Singapura 2 jam kemudian lanjut menuju Melbourne selama lebih kurang 7 jam. Perjalanan mulus menembus awan dalam kegelapan, pesawat Airbus 320 yang kami tumpangi hanya sedikit bergoyang ketika memasuki Australia, angin Australia yang menerpa pesawat cukup membuatnya bergoyang di pagi harinya. Sekitar pukul 9 pagi pesawat touched down di Melbourne disambut rintik hujan perlahan. Ada sedikit masalah di imigrasi, berkaitan dengan nomor paspor kami yang berbeda dengan yang tercantum di visa, namun dapat teratasi dengan baik. Amazing!! Thanks to Allah. Sebelumnya terbayang jelas dong keribetan petugas imigrasi Australia yang super tegas, seperti yang sering kusaksikan di TV ketika mereka menghadapi wisatawan asing yang bermasalah. Sumpah deh, dari ujung rambut sampe ujung kaki udah berasa lemes aja, siap siap bakal diterbangkan pulang balik ke Jakarta, hari itu juga. Tapi ternyata tidak, guys!! Mereka sangat ramah dan sangat penolong. Diantara mereka ada seorang “manager” yang mengaku pernah lama menetap di Solo, melihat paspor Mas Ian yang kelahiran Solo, ia menolong kami mengsinkronkan visa dan nomor paspor kami ke sistem baru mereka, dan kami diijinkan masuk. Untungnya aku membawa 2 paspor lamaku dan Mas Ian membawa foto paspor lamanya, sehingga data kami bisa matching. Allah itu memang Maha Baik, Dia tak segan menurunkan tangan - Nya ketika kami berada dalam kesulitan. Alhamdulillaahh..

Pada akhirnya aku dan Mas Ian bisa menikmati waktu ‘me time’ kami berdua. Just a little distraction, Mas Ian puasa, dan aku tidak. Dinginnya udara Melbourne membuatnya harus berjuang melawan ganasnya serangan keringnya tenggorokan di siang hari, dan ia harus makan sahur sendiri, sementara aku menemaninya mengobrol dengan tetap bertengger di dalam selimut. Hanya itu, selebihnya tak ada. Waktu puasa di Melbourne lebih singkat, +-11.29 jam. Australia berada di belahan bumi selatan, memiliki waktu malam lebih panjang dibandingkan siang harinya. Dengan demikian, durasi berpuasa menjadi lebih singkat. Aku dan Mas Ian mengisi 1/2 hari waktu kami dengan mengunjungi tempat tempat wisata, hingga tanpa sadar adzan Magrib tetiba aja berkumandang dari HP.

Aku dan Mas Ian benar benar meresapi waktu kami berdua, menyusuri sudut sudut kota Melbourne dan kota kota kecil di sekitarnya. Menikmati awan awan cantik, menikmati warna warni daun di pepohonan saat ‘autumn’, menikmati keeksotisan bagunan bangunan tua.


Melbourne, kota terbesar kedua di Australia ini adalah kota yang kontras, di mana bangunan-bangunan dengan arsitektur bergaya Victoria yang memiliki nilai historis abad ke-19 dan awal abad ke-20, kompak berpadu dengan gedung pencakar langit yang modern. Di kota ini juga kami sangat menikmati taman-taman kota cantik yang teduh dengan keindahan teluk. Taman-taman di Melbourne memiliki reputasi sebagai taman publik terbaik di antara kota-kota besar di Australia.

Yang paling berkesan adalah saat mengupas habis setiap sudut dari Queen Victoria Market. Dan juga saat menikmati pemandangan Yarra River dan tanaman hijau di sekitar Flinders Street Station, sambil berjalan dari Alexandra Gardens ke Royal Botanic Gardens yang sangat indah. Kemudian dilanjutkan menuju ke arah pantai di wilayah St. Kinda, dan diakhiri dengan menyeruput segelas coklat panas di daerah Middle Brighton dan mengagumi sunset di Brighton Beach.

Alhamdulillah.. Next time we’ll be back together with Mbak Riri.

7/31/2019

CULTURAL NIGHT


July 27, 2019

Hari ini 2 kali aku menelfon mbak Riri, tak terangkat. Tak berapa lama ia menelfon ku balik, tak terangkat juga oleh ku. Lalu ia mengirim pesan di WA: “Bunda, aku nanti malam perform.” Singkat, padat, dan mengambang tak jelas. “Perform apa, Nduk?”, balasku. Tak direspon hingga hari berganti pagi, ia mengirimiku beberapa video penampilannya semalam.


Ia menari di acara Cultural Night di sekolahnya ternyata. Seingatku ada 2 event di sekolahnya setiap tahun dimana anak anak dari tiap bangsa diwajibkan menampilkan kebudayaannya. Selain dari Indonesia, beberapa temannya juga menampilkan seni budaya negara mereka masing masing, seperti Korea, China, Jepang, Iran, Pakistan, India, dan lainya.

Dulu sebelum kepergiannya, sebelum aku memasukkannya ke sekolah berasrama di negeri seberang, aku sempat sengaja menyeburkan Mbak Riri di salah satu sanggar Tari Bali di Jakarta, sedikit memaksanya untuk mempelajari tari Bali. Aku ingin ia bisa membawakan dan memperkenalkan seni budaya bangsanya kepada dunia ketika ada kesempatan, dimanapun ia berada. Actually, Aku sering sekali memintanya untuk membawa beberapa potong kebaya dan kain songket atau kain tenun untuk dipakainya di acara acara sekolah yang sesuai, ketika ia mengikuti “Student Exchange” atau kemanapun ia pergi, keluar Indonesia. Yup, kebaya dan kain tradisional adalah identitas bangsanya, seni budaya juga adalah identitas bangsanya, aku ingin ia bangga memakainya dan mengenalkannya pada dunia di luar sana. Ia harus menjadi generasi muda yang bangga akan bangsanya dan melestarikan seni budaya bangsanya.


Semalam ia memakai kebaya dan kain Prada Bali, menarikan tarian kreasi modern yang diciptakannya sendiri, tari Bali yang dipadukan dengan gerakan tari modern bersama beberapa teman Indonesianya. Terbersit rasa bangga dan haru melihat video video kirimannya. Aku seperti melihat Dewi kecil yang dulu tiada hari tanpa menari, sepertinya kecintaannya menari menurun dariku. Dan aku berharap di akhir tahun ajaran aku bisa melihatnya secara langsung, menarikan tari Bali, di Graduation Night nanti. Hopefully..

So proud of you, Nduk. Allah bless you, always..

FILOSOFI BEBEK


Suatu hari, mas Ian menunjukkan padaku postingan seorang temannya di sebuah medsos, sebut saja namanya Sukge. Mas Sukge mempunyai sebuah taman belajar yang dikelolanya sendiri untuk anak anak putus sekolah. Ada satu kegiatan yang selalu dilakukan setiap hari sekolah, 5 hari dalam seminggu, dan aku merasa takjub sekali. Ia membelikan jajanan kaki lima yang berganti jenis setiap hari, bisa bakso, siomay, roti keliling, kue putu, dan lainnya. Lalu istimewanya apa? Ia mewajibkan anak anak asuhannya untuk mengantri ketika membeli jajanan kaki lima tersebut; Melatih anak anak itu untuk tertib, bersabar, menunggu gilirannya. That’s the point!! Menurutku itu ide yang sangat brilyan, bahkan orang dewasa pun seharusnya diberi pelatihan seperti itu, belajar disiplin, belajar tertib, belajar sabar menunggu giliran, belajar menghargai orang lain yang mau dan sudah lebih dulu berbaris antri.


Mengapa demikian? Setauku saudara setanah airku selama ini kebanyakan bukan tipe yang mau dengan sukarela berbaris rapi mengantri, dalam hal apapun deh. Lebih suka berebut, lebih suka mengerubung, saling meminta untuk didahului. Gak asyik kalo gak berebutan!! Seringkali terjadi, ketika sedang dalam antrian, tetiba aja ada orang dengan modal wajah innocent pura pura cuek langsung menerobos ke titik terdepan, tanpa peduli ada beberapa pasang kaki berdiri berbaris rapi menunggu giliran; Dengan berbagai alasan seakan dunia ini hanya dihuni oleh mereka, sedang terburu buru waktu lah, item yang dibeli hanya 1 lah, dan sederet alasan lain tanpa mengindahkan toleransi pada sesama.


Budaya mengantri di Indonesia memang masih jauh dari harapan ideal. Tampaknya masih banyak yang belum sadar akan pentingnya mengantri dan menghargai hak orang lain. Mungkin mereka menganggap mengantri adalah hal yang sangat sepele, padahal dari situ jelas terlihat karakter mereka yang sebenarnya. Di negara negara maju, masyarakatnya sudah mandiri dan disiplin, budaya mengantri sudah berakar, tanpa perlu diingatkan lagi oleh petugas.

Ada satu pengalamanku, ketika sedang mengantri untuk masuk toilet di salah satu airport di suatu negeri antah berantah. Antrian sudah dimulai dari pintu toilet pertama, dari sekian banyak toilet yang tersedia. Tiba tiba seorang ibu setengah baya datang, dengan santainya melewati barisan antrian yang lumayan panjang, langsung berdiri di depan pintu toilet ketiga dari awal antrian. Seseorang di belakangku meminta sang ibu untuk mengantri. Setelahnya terdengar sebuah suara, entah siapa, kuduga teman sang ibu: “Bu, antrinya di sini bukan di situ. Ini bukan Indonesia!” Uuppss..



Sebenarnya banyak hal positif yang bisa diresapi dari kebiasaan mengantri lho. Menghargai hak orang lain salah satunya. Setiap orang memiliki kepentingan masing-masing tentunya, namun setiap pribadi harus rela mengesampingkannya demi ketertiban dan keteraturan, karena setiap orang mempunyai hak yang sama. Belajar menghargai orang dan hak orang lain untuk mendapatkan kesempatan dan perlakuan yang sama dengan kita; Belajar berdisiplin dan tidak menerobos hak orang lain. Di sisi lain, dengan adanya antrian, orang juga dipaksa belajar berdisiplin dengan waktu, belajar manajemen waktu, jika ingin mengantri paling depan harus datang lebih awal. Yang harus disadari juga adalah dengan mengantri tertib dan tidak menyela antrian, maka akan mempercepat proses pelayanan. Ingin cepat dilayani? Antrilah dengan tertib!!


Satu hal, mengantri mungkin memang hal yang paling menyebalkan, apalagi bila barisannya sudah seperti ular naga panjangnya. Namun demi ketertiban dan kelancaran proses pelayanan, demi kebaikan bersama, bersabarlah karena semua pasti akan mendapatkan giliran dan dilayani dengan sebaik baiknya. Ingat kata pepatah: “Orang sabar itu disayang Tuhan.”

Budaya antri merupakan suatu hal yang harus ditanam sejak dini, setiap orang harus memiliki kesadaran diri untuk saling menghargai orang lain yang telah menunggu atau datang terlebih dahulu dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan agar tercipta suatu ketertiban, keamanan, dan keharmonisan. Budaya antri dapat membuat Indonesia menjadi bangsa yang maju dan berkarakter. 

Bebek aja bisa antri dengan tertib, can we do the same?


7/20/2019

BELASAN TAHUN


June, 2019

Bulan Juni bulan istimewa, di bulan ini belasan tahun silam, aku mantap memutuskan melakukan perjalanan ibadah panjangku, dengan memohon ridha Allah. Banyak yang sudah dilalui, suka cita, duka nestapa. Perjalanan yang selalu ku sebut perjuangan, tidak mudah, sangat tidak mudah. Bagaimana tidak, aku harus keluar dari zona nyaman, keluar dari lingkungan keluarga yang saling menyayangi dan peduli, untuk hidup mandiri dan masuk ke keluarga baru yang sama sekali asing. 


Aku berangkat dari keluarga yang mengajarkan kesederhanaan dan keutamaan akan rasa syukur pada - Nya. Kombinasi syahdu antara Ayah yang sangat agamis, sibuk, tetapi selalu punya waktu untuk keluarga; Dan Mama yang cantik, pintar masak, selalu perhatian pada anak anak dan mengurus sendiri segala tetek bengek urusan rumah tangga. Berat lah ketika harus meninggalkan keluarga ini, berharap cemas ketika harus masuk dan bersua dengan satu keluarga baru, akan kah mendapatkan nuansa serupa. 

Perjuangan yang lain? Menyatukan dua karakter yang berbeda, termasuk juga menyatukan dua keluarga yang tak sama jenisnya. Butuh kesabaran, butuh pengertian yang sangat luar biasa. Karena sebenarnya masalah datang tidak hanya dari dua pribadi, tapi juga dari dua keluarga yang berbeda karakter. Yang satu adem tapi mandiri dan sangat peduli, yang lain lebih bergejolak.

Belasan tahun bukan waktu yang sebentar, tak selalu mulus, tak selalu sempurna memang. Banyak kejadian yang telah terjadi, banyak pelajaran telah terserap, yang makin mendewasakan diri. Komunikasi, penekanan ego, penerimaan kekurangan dan kelebihan masing masing; Dimana semakin kesini semakin tersadar bahwa semua harus dijalani dengan syukur dan ikhlas, karena Allah.

Belasan tahun, perjalanan yang penuh keajaiban, itu menurutku, terselip beberapa hal yang memang bila dinalar sangat tak mungkin terjadi. Kesenangan dan keterpurukan, bergantian singgah, merupakan anugrah Allah demi peningkatan kualitas diri. Apa sih yang tak mungkin bagi Allah? Semuanya sangat mungkin terjadi, bila Dia sudah berkehendak. Dan sejalan dengan peningkatan usia, aku semakin yakin dan sangat percaya bahwa tangan Allah akan selalu terulur bila kita selalu bersyukur atas apa yang sudah diberikan - Nya, good times, bad times. Bahwa tangan Allah akan selalu ada bila kita selalu berusaha berbuat baik, karena kebaikan akan mendatangkan kebaikan kebaikan lain, yang tak hanya berupa materi. One more thing that I always learn from my beloved father and him: Ketika tangan kanan berbuat kebaikan, tangan kiri tak perlu dan jangan sampai mengetahui. “Jadikan amal ibadahmu rahasia indah antara kamu, Allah, dan Malaikat Pencatatnya.” Its just so simple.


Belasan tahun, as you know, orang pun silih berganti, datang dan pergi. Ada yang tulus; They’re always there, yang wujudnya selalu ada, memegang tangan dan merangkul pundak secara nyata, in the good times and bad times. Ada juga yang opportunist; Hanya singgah di kala nestapa melanda mereka, selebihnya hanya basa basi kata belaka. Golongan selfishyang tak sadar hanya peduli pada kehidupan pribadi mereka sendiri, yang ketika kami terpuruk menghilang, untuk kemudian datang lagi ketika badai pergi. But that’s a real life, harus dihadapi, harus diterima dengan lapang dada. But at least, jadi terlihat dan mengerti bagaimana kualitas pribadi mereka yang sebenarnya. Remember that: “Every one you meet has something to teach you.” Bahwa Allah mempertemukan kita dengan berbagai macam orang, suka tidak suka, dengan suatu maksud yang harus diambil hikmahnya.

Belasan tahun, memaksaku harus mengakui bahwa aku berada di barisan terdepan garis keras pendukung Tere Liye dan Judika; Bahwa cinta itu adalah perbuatan nyata, bukan hanya kata kata. Cinta pada pasangan, cinta pada anak, cinta pada saudara, cinta pada orang tua. Memegang tangan, mencium kening, membelai rambut, saling mengunjungi, itu sudah cukup; Hal tersimpel yang bisa dilakukan, tapi berdampak sangat luar biasa.

At the end..
Belasan tahun, aku masih dan tetap akan menempuh perjalanan ini; Bertiga bergandengan tangan erat, saling sayang - saling dukung - saling peduli. Perjalanan yang sudah Allah takdirkan, of coursestill keep smiling and optimistic. Pelajaran terbaik adalah harus selalu berusaha berbuat kebaikan, tanpa berharap berbalas. Karena kebaikan tetap saja kebaikan, walaupun tak berbalas, tetap saja akan mendatangkan kebaikan kebaikan lain untuk kita, dari Allah pertanda sayang - Nya. Diiringi dengan rasa syukur atas segala nikmat - Nya, ikhlas, dan pasrah pada - Nya. Karena Allah tak tidur, karena Allah Maha Mengetahui, kebaikan kebaikan lain pasti akan datang menghujani (dalam berbagai wujud), ketika hanya kepada Dia kita kembali.

Do all things with love, and see good in all things. Train your mind to see the good in everything, positivity is a choice. The happiness  of your life depends on  the quality of your thoughts. Then, be thankful for what you are now, and keep fighting for what you want to be tomorrow.

Last but not least..
Its a beautiful feeling to understand QADR..
Whatever happens, alhamdulillah it happens for the best..
Just say Al-hamdulillah for the good and hard times in your life..
Allah bless you all..

7/14/2019

UNFORGETTABLE..


January, 2019

Have you ever stuck in a lift? I have!! Really?? Yup.. I never imagined it before. 

Di satu Jum’at malam, akhir bulan lalu, aku mengajak Mbak Riri dan keponakanku. Sabira, menonton “Raminten Cabaret Show” di Hamzah Batik (dulu Mirota Batik), di ujung jalan Malioboro, Jogjakarta. Pertunjukan sejenis “Cleopatra Show” di Bangkok, Thailand. Pertunjukan lip-sync oleh para lelaki cantik yang dikemas apik. Tata gerak, musik, mimik, ekspresi, make-up, tata panggung, dan tata lampu digarap seriyes, gak asal, gak abal abal. Pertunjukan yang sangat menghibur hati, menggilas stigma orang kebanyakan tentang Jogjakarta yang identik dengan keraton dan adat Jawanya yang kental. 


Every body felt happy after watching the show for sure. Bagaimana tidak, bibir selalu tertarik keluar full sepanjang acara, sorak sorai tak pernah putus, melihat segala atraksi yang tersaji di depan mata. Usai pertunjukan, keriuhan masih berlanjut di luar.  Penonton berebut mengabadikan diri bersama artis artis yang berlaga di panggung tadi. Aku memilih menepi menemui temanku sejak lama, yang ikut juga mengambil bagian di show tadi. Cantik!! Yup, dia cantik banget, dandanannya manglingi, aku aja merasa kalah cantik dengannya, dengan lelaki berbadan Ade Ray ini. 

Usai dengan segala keriuhan, aku turun ke bawah, malam sudah sangat larut, waktunya pulang. Aku bersama Sabira, terpisah dengan Mbak Riri, berbeda lift. Di saat terakhir lift akan menutup diri, seorang anak muda menerobos masuk dengan 2 orang temannya, 1 temannya tertinggal di luar lift. Reflek anak muda tadi memaksa membuka pintu lift dengan kedua tangannya diiringi segelintir serapah ala muda kebanyakan. Ia menahan pintu lift agar terbuka kembali, berharap temannya yang tertinggal bisa masuk. Namun apa daya, lift sudah bergerak turun, dengan pintu  1/4 terbuka. Waduh.. Bismillah, doaku dalam hati dengan sedikit was was.

Lift berjalan perlahan dan sampai ke lantai dasar dengan selamat, tapi pintu tak bisa terbuka. Uuppss.. Tet tot!! Aku tetap berusaha tenang, plus menenangkan Sabira juga. Ia kuminta untuk bermain game dan bersabar, Insya Allah pintu lift akan segera terbuka kataku padanya. Empat orang lain yang berada di lift yang sama juga sama denganku, tetap bersikap tenang, salah seorang memencet tombol alarm, dan berbicara dengan sekuriti toko dan orang orang di luar lift. Yang heboh hanya anak muda yang sok jagoan tadi, ia sibuk berteriak, meminta tolong, sibuk meminta maaf kepada 1 orang temannya yang ikut terbawa di lift tadi. Apakah ia meminta maaf kepada orang orang lain yang juga ikut terkurung di dalam lift? Nope, contoh attitude yang sangat tak terpuji dan tak patut dicontoh. Jangankan meminta maaf, menolehkan kepalanya ke belakang dan ke samping untuk melihat keadaan sekitar saja tidak dilakukannya. Terlalu sibuk dan heboh dengan dirinya sendiri, tanpa peduli dampak dari perbuatannya terhadap orang sekitar. Untung aja, orang orang di sekitarnya tidak ada yang terbakar esmosi akibat ulahnya itu, semua tetap sabar dan tenang sampai pintu lift terbuka kembali 1/2 jam kemudian. Alhamdulillaahh.. Semua orang bersyukur pintu lift akhirnya dapat terbuka setelah segala usaha dilakukan pegawai dan sekuriti toko. Sementara anak muda tadi sekejap setelah pintu lift terbuka, melesat menghilang dengan sempurna. Mungkin ia lelah hayati, kebanyakan makan micin, dear.. Tak bernyali untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya tadi.

Hikmahnya? 
Apapun yang kita hadapi dalam hidup, nikmati aja; Tetap tersenyum, tenang dan sabar, karena yakinlah Allah selalu bersama kita.

6/04/2019

LEBARAN TIBA


June 04th, 2019

Lebaran Idul Fitri akan datang, besok tepatnya. Aku, seperti juga yang lain, selalu antusias menyambut Lebaran; Setelah berpuasa 1 bulan lamanya, diberi kesempatan sangat besar oleh Allah untuk mensucikan diri. Jika tak pulang kampung, aku pasti akan memasak sendiri seluruh menu wajib hari raya. Lontong opor ayam, serundeng daging, sambal goreng labu siam, telur balado / sambal goreng ati sapi, termasuk kue pudding dan minuman segarnya. Kebayang kan gimana ribetnya, tapi aku senang kok ngelakoninya. Ada satu menu ‘rare’ yang hanya akan ku masak ketika Lebaran, berarti hanya 2 kali dalam setahun ya, “Serundeng Daging.” Memasaknya butuh extra effort, seperti memasak rendang Padang, membutuhkan kesabaran yang luar biasa, karena prosesnya membutuhkan waktu 4-5 jam. Kenapa bisa selama itu? Karena harus dipastikan daging empuk, bumbu terserap sempurna, serta serundeng matang sempurna, tidak gosong, dan harus memakai api kecil ketika mencampurnya dengan daging berbumbu. Lebaran Idul Fitri tahun ini, aku akan menambahkan menu plecing kangkung dan ayam bakar taliwang sebagai tambahan, menu rindu kampung judulnya. Satu yang pasti, rasa yang tidak terbayarkan adalah rasa bahagia yang mengemuka ketika makanan yang sudah tersaji dimakan dengan lahap dan habis!! Can’t described by words!!

Kalo pas mudik pulkam, gak masak? Gak dong, kan ada koki kesayangan terbaik yang selalu siap memasak sendiri dan menyediakan semua menu wajib Lebaran untuk kami satu keluarga besar. Rasanya, Masya Allah, tak usah diragukan lagi lah, 4 jempol deh!! Satu keluarga besar ku yang perempuan, rata rata memang senang masak. Aku hanya bantu ‘icip - icip’, paling buat kue pudding, membantu menyiapkan kue kue kering dan minuman sebagai suguhan untuk tamu yang datang, plus menata rumah. Gak kalah asyik dan seru tentunya. Itulah enaknya kalo Lebaran mudik pulkam, Inem disayang banget, Inem bisa santai dan berleha sejenak, lumayan buat beberapa hari. Rasanya semua keluarga begitu perhatian, ikut mengirimkan dan berbagi makanan makanan kampung buatan sendiri yang di ibukota tak ada pastinya. Selepas sholat Ied, tradisinya adalah nyekar dulu baru kemudian saling mengunjungi. Menu makanan hari raya khas Lombok yang selalu kuincar saat bertandang ke rumah saudara handai tolan adalah ‘jaje tujak’ beserta ‘poteng’nya; Semacam Uli dan ketan hijau lah, tapi Lombok punya lebih nikmaaattt.. 


Lebaran adalah saat kumpul keluarga besar, dari dulu hingga kini, momen sakral untuk saling maaf memaafkan. Saat dimana saling mengunjungi, jarak tempuh tak menjadi halangan, ketika saling peduli dan kebersamaan menjadi lebih di atas segalanya. Kalo sudah kumpul satu keluarga besar, rumah bisa penuh sesak, seakan 1 RT bertandang. Bersama berbagi kebahagiaan, cerita, tawa, dan canda. Momen terfavorit dan paling ditunggu tunggu adalah ketika saling icip makanan andalan masing masing keluarga dan saling memberi fitrah kepada ponakan ponakan imut tercinta. Oh okey, memang pada kenyataannya momen terakhir butuh modal lumayan juga sih, tapi kalo dipikir sebenarnya hitungan necaranya balanced kok karena balik modal juga kan, anak anak kita pun dapat amplop fitrah banyak. (Hahaaa..) Yang pasti mudik pulkam jadwal selalu full, secara banyak janji kan, diajak kesana kemari oleh sepupu dan sodara tercinta, jauh dekat tak mengapa, selama masih bersama mereka hati senang perut kenyang. (Hahaaa..) Kita semua punya satu tempat favorit, PANTAI!! Pulau Lombok memang surganya pantai indah. Entah dimana pun, ujung ujungnya pantai, pokoknya pantai. Hmmm.. Itulah indahnya kebersamaan yang nyata dalam persaudaraan sejati abadi.


Ada satu lagi tradisi di Pulau Lombok yang dari sejak aku berumur belasan menjadi yang paling dinantikan, Lebaran Topat!! Entahlah, aku selalu antusias aja menyambutnya. Lebaran Topat adalah satu tradisi ‘Lebaran kecil’ di Pulau Lombok dirayakan seminggu setelah Lebaran Idul Fitri, pasca umat muslim tuntas menunaikan puasa sunnah bulan Syawal selama 6 hari berturut-turut setelah hari raya Idul Fitri. Terkadang kemeriahannya melebihi kemeriahan hari raya Idul Fitri. Dulu Dewi kecil sering dibawa Ayahnya pergi ke acara perayaan Lebaran Topat di Pantai Senggigi, makan lesehan beramai ramai di tepi pantai dengan menu masakan Lombok. Kenangan indah yang terekam dan tersimpan rapi di memori Dewi kecil yang selalu kegirangan bila diajak Ayahnya pergi Lebaran Topat.

How’s your ‘Lebaran’, guys?

Selamat Hari Raya Idul Fitri
1 Syawal 1440 H

Mohon Maaf Lahir dan Bathin
Semoga kebaikan dan bahagia selalu menyertai,
Allah bless you all..

5/10/2019

KEBAIKAN TIADA TARA


May 09th, 2019
11.55 WS

Malam ini, selarut ini, aku terdampar di Changi International Airport - Singapore, transit, berdua dengannya. Turun di Terminal 2, langsung menuju ke entah gate berapa, untuk transfer ke pesawat selanjutnya. Waktu ke penerbangan berikutnya adalah 2 jam. Tiket yang tertera di tangan tak tertulis gate berapa. Aku terpisah dengannya, sama sama berusaha mencari informasi gate berapa untuk nomor penerbangan kami berikutnya.

“Mbak, mau kemana?,” seorang ibu setengah baya menyapaku, ketika aku sedang membaca tiketku sambil merenung. “Tiket saya tidak ada nomor gatenya, saya harus bertanya kemana ya?”, tanyanya lagi. “Ah ibu, masalah kita sama ternyata,” batinku dalam hati sambil menyimpulkan senyum di bibir dan melihat tiket si ibu. Penerbangan kita berbeda, ibu ini menuju ke bumi belahan utara, aku menuju ke bumi belahan selatan. “Saya juga tidak ada nomor gatenya, ikut saya yuk, Bu,” ajakku padanya. Sang ibu mengikutiku berjalan menuju ke information center. Dari sisi depan sebelah kananku terlihat Mas Ian berjalan menuju ke arahku. Ia sudah mendapatkan informasi gate kami sepertinya, ia melambaikan tangannya padaku. Kubalas lambaian tangannya, memintanya datang. “Mas, tolongin dong. Ibu ini belum ada nomor gate untuk penerbangannya,” pintaku padanya. Selanjutnya aku mengajak sang ibu mengikuti Mas Ian (setelah membaca nomor penerbangannya), melangkah menuju ke papan informasi penerbangan yang ternyata ada di depan kami sisi sebelah kanan. Sang ibu mengucapkan terima kasih, menyalami kami berdua. “Sama sama, Ibu hati hati ya,” ucapku padanya. Dan kami pun berpisah, aku tersenyum, terlintas bahagia bisa membantu memecahkan masalahnya. Tetiba aja aku teringat Mama.

Mama dulu selalu berkata (mengingat sambil menahan haru): “Tidak ada salahnya kita selalu berusaha berbuat kebaikan untuk orang lain, sekecil apapun, tanpa pamrih, apalagi bila dilakukan di bulan suci Ramadhan. Kebaikan itu bisa dilakukan kapan pun, dimana pun, kepada siapa pun.” Mari berlomba berbuat kebaikan!!

Allah bless you, always…

MARHABAN YA RAMADHAN


May, 2019

Berawal dari ungkapan keinginan Mbak Riri sebulan yang lalu: “Bun, aku awal puasa di rumah, ya. Aku gak mau puasa makan makanan asrama. Aku mau makan masakan Bunda.” Honestly, speechless for a while. Terharu mendengarnya, dia benar benar mendambakan masakan ibunya. And at the end, ayahnya pun mengijinkan Mbak Riri pulang di awal puasa. 

Suatu saat nanti, ketika kita jauh dari rumah, seiring berputarnya waktu, kita akan semakin menyadari bahwa ayah bunda, dan rumah dengan segala perintilan perintilannya akan menjadi hal yang paling dirindukan. Terharu, sangat terharu dengan kepulangannya kali ini. Aku mengamati, selama di rumah, apapun yang dilakukan ayah bundanya, dia berusaha menghargai, berusaha menghormati dengan senyum. Padahal dulu bila sedikit saja ada hal yang tak sejalan dengannya, bibirnya langsung membentuk huruf O kecil yang meruncing di ujungnya. Gejala ini, aku lebih melihatnya sebagai wujud rasa syukurnya, rasa terima kasihnya atas segala apa yang telah diberikan-Nya hampir setahun ini. Tinggal jauh dari orang tua ada gunanya juga, Mbak Riri (sedikit demi sedikit) mulai bertransformasi menjadi pribadi yang lebih dewasa, mengingat umurnya pun sudah menyentuh bilangan 17, April kemarin. 

Sangat membahagiakan, ketika ia memintaku untuk memasak segala makanan kesukaannya. Aku pun dengan riang hati melakukannya, dan ia tak segan melahap semua makanan yang ku masak hingga ludes. Beberapa menu antri untuk dimasak setiap harinya, ah sampe segitunya ya. (Hahaaa..)

Hari pertama puasa, sebagaimana umat Muslim lainnya, kami  menyambutnya dengan suka cita, bulan yang penuh ampunan Allah. Ayah dan anak kali ini meminta menu sahur yang sama, satu menu berkuah favorit mereka berdua. Gak neko neko dan gak ribet juga sih, bakso bersama dengan pelengkapnya. Alhamdulillah, karena pada kenyataannya lidah mereka tak pernah bisa bertemu di satu panci. Biasanya aku harus memasakkan minimal 3-4 menu untuk menyelaraskan lidah mereka. Dan taukah kau, aku tak punya asisten rumah tangga, kebayang kan bagaimana prosesnya. Itulah sebabnya untuk urusan masak memasak, aku tak mau kompromi, harus sesimpel mungkin, agar aku enjoy melakukannya. Aku membutuhkan 3-4 tungku kompor dan alat alat canggih lain untuk memudahkan prosesnya.

Selesai sahur, sholat Shubuh berjama’ah di rumah. Topik utama obrolan hari itu hanya 1, menu buka puasa, apa dan dimana. Sang ayah mengusulkan untuk berbuka di luar, di restoran favorit kami. Sedangkan aku memilih untuk di rumah saja, aku ingin menikmati kebersamaan ini di rumah. Aku bersedia memasakkan apa aja, dan sang anak yang memilihkan menunya. Alhasil, buka puasa pertama terlaksana di rumah. Masing masing mempunyai tugas, dari tahap pembelian bahan bahan, dan selanjutnya pemrosesan semua bahan menjadi siap santap. Semua bahan diproses di rumah hingga akhirnya lengkap terhidang di meja makan. Mas Ian bertugas menyiapkan minuman segar pembuka, Mbak Riri menyiapkan makanan takjil, dan aku menyiapkan menu utama yang dimakan setelah sholat Magrib. Bahagia sekali rasanya hari itu, aku seakan merasakannya mengalir lembut dari ujung rambut hingga ujung kaki. Senyumku terus mengembang hari itu.

Alhamdulillah..
Allah bless us, always.
My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!