12/22/2018

THANK YOU, PAK OJOL





Dec 21st, 2018



Hari ini aku tiba di rumah lebih dulu, karena lusa kami akan keluar kota, aku kemudian disibukkan dengan mem”packing” pakaian pakaian ku dan Mas Ian. Libur Natal dan Tahun Baru kali ini, Mas Ian mengajakku dan Mbak Riri ke Jogja dengan mengendarai mobil, singgah semalam di Cirebon dan Solo. Aku membawa 2 tas untuk kami berdua, satu tas koper untuk di Jogja, jadi selama perjalanan tidak akan dibuka. Satunya lagi tas ransel, tas yang akan  dibawa turun naik mobil selama perjalanan. 
Sekitar jam 07.30 malam bel rumah berbunyi, Mas Ian datang. Kubuka pintu, terlihat sosok lelakiku yang lunglai tak sehat. Dengan sigap kubuka pintu selebar-lebarnya. “Kenapa Mas?”, tanyaku. “Badanku meriang, kepala pusing,” jawabnya. Kubukakan sepatunya, menyuruhnya duduk di sofa dan berbaring. Aku langsung membuatkan teh panas dan selapis roti coklat, kemudian bergegas ke atas mengambil fresh care, obat flu, selimut, dan baju ganti. 

Roti dan obat sudah menunaikan tugasnya, mengisi perut dan mengobati Mas Ian. Sementara Mas Ian sudah berganti baju, dan tidak berapa lama kemudian terlelap. Aku mengoleskan fresh care ke dada, punggung, dan leher lelakiku, agak banyak, sudah pasti nanti sang empunya badan akan merasa sangat panas. Benar saja, tak berapa lama ia terbangun, berkata, “Panas, Bun.” Heheee..  Aku memang terbiasa “memandikan” siapa pun di rumah ketika sakit dengan fresh care. Aku menunggui Mas Ian, ia memilih tidur di sofa daripada naik ke atas dan tidur di kamar, tidak mungkin Aku meninggalkannya sendirian di bawah dan tidur di kamar atas.
 
Jarum jam ada di angka 10 malam, ketika kusentuh dahi  Mas Ian terasa panas sekali. Aku berniat keluar untuk membeli obat penurun panas dan antibiotik, tapi kemudian urung kulakukan mengingat hari sudah sangat malam dan apotek langganan sudah tutup pasti. Kuambil handphone, kubuka aplikasi GOJEK, dan kupilih GO-MED dari beberapa pilihan di GO-JEK Services. Ternyata aplikasi GO-MED sudah berganti nama menjadi halodoc dan merupakan aplikasi terpisah dari GO-JEK series, seperti halnya GO-CLEAN yang sekarang juga terpisah menjadi bagian dari aplikasi GO-LIFE.

Samar terdengar Mbak Riri keluar kamar dan turun ke bawah. “Nduk, Ayah sakit, tolong pijetin kaki Ayah ya,” pintaku pada Mbak Riri. Ia berjalan menghampiri ayahnya yang pulas tertidur. “Ayah sudah cuci kaki?”, tanyanya. “Sudah, Nduk,” jawabku berbohong. Hal yang paling tidak disukainya adalah melakukan sesuatu yang kupinta yang berhubungan dengan kaki ayahnya. Setahun yang lalu ketika ayahnya opname di Rumah Sakit sehabis operasi kaki, ia pernah kuminta membersihkan kaki ayahnya dengan baby oil agar tidak kering. Saat itu ia melakukannya dengan memakai masker dan sarung tangan, she tought that the smelt was no good and so dirty. (Hahaaa..) So, its ok if I did a little lie, white lie, right??

Sesaat berselang, bel rumah berbunyi, pak ojol pengantar obat telah datang. “Siapa ya, tengah malam bertamu?”, tanya Mbak Riri. Kulihat sekilas jarum panjang di angka 11, bergegas kubuka pintu, obat kuambil dari pak ojol dengan wajah bersyukur dan sangat berterima kasih. “Terima kasih banyak ya, Pak,” kataku. “Sama sama Bu Dewi, siapa yang sakit, semoga cepat sembuh, Bu,” balas pak ojol. Aku terharu, begitu tulus kalimat itu diucapkan pak ojol. Kututup dan kukunci pintu perlahan setelah mengucapkan terima kasih sekali lagi padanya. Kubangunkan Mas Ian, kuberikan obat antibiotik, obat flu, dan penurun panas untuk diminum, kemudian kuoleskan lagi fresh care di leher dan punggungnya, ia pulas kembali. 

Sepertinya aku tertidur agak lama, terbangun kaget, sudah jam 4 pagi rupanya. Kuraba kening dan leher Mas Ian, panasnya sudah hilang, deru napasnya sudah halus kembali, alhamdulillaahh. Kembali ia kubangunkan, sembari menyodorkan obat flu lagi, berharap ketika fajar menyingsing nanti  ia sudah segar kembali. Kutatap lembut wajah Mas Ian, teringat jasa pak ojol semalam. Jangan pernah meremehkan atau merendahkan profesi ojol, atau orang yang berprofesi sebagai ojol, karena di saat saat penting dan butuh bantuan, merekalah yang jadi dewa penolong kita. Semua manusia itu sama. Mereka orang orang hebat, menyebar kebaikan dimana mana, melayani kebutuhan banyak orang, tidak peduli panas terik dan hujan badai. 

Allah bless you, always..





12/14/2018

HOME VISIT


December, 2018

Desember ini rumah kembali hidup. Usually, there are just the two of us together with Pitty, our cat, but this month will be with Mbak Riri. Yup, she came home last month for home visit, and on mid of January 2019 she will be back to school. 

All the families were happy when they heard that Mbak Riri will come home for holiday. Jangan tanya bagaimana Mbak Riri deh, of course, she is the happiest one. Kenapa? Karena ia hampir 6 bulan hidup jauh dari orang tua, saudara, dan teman temannya di asrama dan di tempat yang terpencil pula. Hidup tenang, hanya belajar dan belajar. Jauh dari peradaban, jauh dari hingar bingarnya ibukota, minim akses ke dunia luar, even for watching TV and touching her gadget pun terbatasi. That’s why ayah bundanya hepi banget dengan kondisi seperti itu, karena ia akan lebih fokus belajar, effort dan pikirannya akan lebih keras dan tertata dalam proses pemahaman satu subyek pelajaran. Endingnya, ia menjadi lebih bijak memahami keadaan dalam keterbatasan yang ada. 

Mbak Riri yang sekarang lebih mandiri, walaupun belum 100%. But at least, ia lebih memahami apa yang harus dipersiapkan dan dilakukan untuk mengejar cita citanya, ia lebih menghargai setiap nilai uang yang diberikan orang tuanya. Alhamdulillaahhh, memang berat sih. Buat aku, jauh darinya mungkin tidak masalah, tetapi melihat kenyataan pahitnya ia harus hidup sendiri di negeri orang, ia harus belajar berlapang dada dan ikhlas menjalaninya, itu yang sedikit membuatku gak tega dan kasihan padanya; Harus merapikan kamarnya setiap hari, harus memaksa dirinya untuk selalu menjaga kebersihan kamarnya, harus memaksa lidahnya berkomproni dengan citarasa menu makanan asrama yang disiapkan setiap hari, harus cuci mencuci daleman sendiri, harus belajar keras sendiri tanpa guru les, harus belajar toleransi dan berbagi dengan teman sekamarnya, harus mengatur pemakaian uang jatah bulanannya, harus berani pergi belanja kebutuhan bulanan tanpa orang tua hanya dengan guru pendamping. Dan yang paling penting adalah dia harus belajar menjadi “decision maker” dalam segala situasi, menimbang mana yang terbaik untuknya sesuai aturan orang tuanya. Yup, selama keputusan dan langkahnya itu masih sesuai dengan aturan orang tuanya, ia hepi dan enjoy menjalaninya, dan selalu melibatkan Tuhannya dalam setiap langkahnya, Aku dan Mas Ian tidak keberatan. Biasanya segala pertimbangan akan ia kemukakan ketika ia bercerita kepada kami tentang semua hal yang ia hadapi dan sudah ia putuskan. 

                              

Selama di Jakarta, Mbak Riri benar benar menikmati hidupnya, bermalas malasan di kamarnya seharian penuh ditemani Pitty, hang out bareng teman temanya, dan mengunjungi sepupu sepupunya. Indah benar sepertinya hidupnya di Jakarta. (Hahaaa..) Satu hal, selama di rumah ia selalu memintaku untuk memasak makanan kesukaannya, kalau tidak, ia akan mengajakku kulineran makanan kesukaannya. Dulu Aku pernah berpikir bahwa suatu hari nanti aku akan mengalami masa dimana aku akan ditinggal pergi olehnya, menyiapkan masa depannya jauh di seberang sana. Dulu Aku pernah berkata padanya bahwa suatu hari nanti ia akan sangat merindukan makanan rumah, masakan ibunya. Saat itu ia hanya tersenyum dan berkata, “Ah, masa’ sih, Bun?” Then, what I've said before is true. Sekarang terbukti, tinggal di asrama dan makan makanan asrama selama beberapa bulan saja, sudah menjadikannya sangat antusias meminta segala menu makanan kesukaannya, dan melahapnya dengan buas. Do you know what’s her favorite? Terasi Lombok!! 

Dan kemudian, yang tersisa hanyalah kebahagiaan, kebahagiaan seorang ibu. Mamaku dulu sering berkata; “Seorang perempuan, sesibuk apapun, teruslah ingat akan kodratnya sebagai seorang ibu dan seorang istri; melayani suami dan anak, mengurus rumah tangga.” Then, Allah will bless you, always.



11/30/2018

MIRIS


November 2018..

Ketika ada sedikit waktu luang, rupanya aku terseret mengikuti euforia menonton cinema mistis “Suzzanna, Bernapas dalam Kubur”. Penasaran aja sih, melihat animo menonton itu film tinggi sangat. Sebagus apa sih filmnya? Masih ingat film “Pengabdi Setan”? Aku menontonnya sampai 4 kali!! Hahaaa.. Entah judulnya “menemani teman teman menonton” atau memang “kecanduan”? Opsi yang terakhir lebih “make sense”, mungkin.. Entahlah.. (Hahaaa)


Hari itu, antrian tiket tidak begitu panjang, maklum sudah beberapa hari tayang kan. Di depanku ada segerombolan buk ibuk yang ikut mengantri, sementara anak anak mereka berlarian dan bergulingan tidak jauh situ. Awalnya aku berpikir mereka akan menonton film anak, ternyata tidak loh. Di depan loket, satu orang ibu dengan lantang menyerukan “Suzzanna”. Whaattt??? Anak anak mereka, dilihat dari postur tubuhnya, sepertinya seusia Ranita, ponakanku yang baru duduk di bangku TK. Takjub, terpana, shocked mendengarnya. Film itu kan bukan untuk konsumsi anak anak seusia mereka, kok diperbolehkan sih??? Ya oleh ibunya, ya oleh mbak penjual tiketnya. Namanya juga film horor, dari judulnya aja sudah terbayang adegan adegan apa yang nantinya tersuguhkan di layar lebar. Adegan kekerasan?? Sudah pasti terkandung di dalamnya lah. Adegan perkelahian, adegan sadis (misalnya kepala terpotong, badan tertusuk, badan tertikam, mata telinga tertusuk, darah dimana mana, dll), belum lagi kosa kata tidak baik untuk usia anak yang terlontar. Miris dan sedih aja melihatnya. Terpikir mungkin anak anak ini terbiasa bebas menonton acara acara TV di rumah tanpa tersaring usia, waktu tayang, dan kontennya terlebih dahulu oleh orang tua orang tua mereka. Sinetron sinetron masa kini dan film film kartun yang tertayang di layar kaca sekarang ini memang sudah gak jelas konten dan kosa kata yang terkandung di dalamnya, tertuduh utama dalam pengikisan moral baik generasi masa depan bangsa. Jadi gak heran lah ketika ada banyak berita tentang tawuran, sadisme, dan pornografi di kalangan anak anak. Kenapa? Karena mereka sudah terbiasa (tanpa kontrol orang tua) melihat dan mendengar hal hal yang tabu dan terlarang dilakukan itu di media media hiburan, media media komunikasi, termasuk media media sosial.


Sudah saatnya pemerintah dan kita semua membenahi segala sesuatu dari hal hal kecil yang berdampak sangat besar bagi perkembangan jiwa generasi penerus bangsa ini. Sudah sepatutnya mencontoh negara negara tetangga yang sudah ketat mengatur usia penonton film di bioskop. Di Kuala Lumpur, ketika kita akan membeli tiket menonton film di depan loket akan ditanya jumlah tiket, orang yang akan menonton harus diperlihatkan wujudnya dan ditanya usianya berapa. Bila tidak sesuai tidak akan diperbolehkan, disarankan mengganti film yang akan ditonton atau tidak sama sekali. 

One thing, our children are a gift from Allah; Harus disyukuri, dididik dan dirawat dengan sepenuh hati, lembut, dan penuh kasih. So, jangan tinggal diam, mulailah dari diri kita sendiri, dari keluarga kita sendiri, mulai menciptakan generasi generasi penerus bangsa yang berakhlak baik, santun, bertanggung jawab, dan mandiri. Demi terciptanya Indonesia yang santun, rukun, damai, dan berakhlak mulia.

MERDEKA!!

HENING


Oktober 2018..

Jika aku sekarang berlalu dalam diamku,
Bukan karena apa apa..
Aku hanya ingin membuang ilusi,
Lalu berpijak pada bumi,
Berpegang pada langit,
Dan bersimpuh di antara 2 telapak tanganku..

Diam ini melepas egoku,
Diam ini melepas jiwaku,
Diam ini melepas ragaku..
Tamparan-Mu kali ini sangat sangat keras..

Sekeras denyutan di kepala,
Sekeras gemuruh di dada,
Sekeras tangis yang makin tersedu..
Hingga kering terkuras,
Hanya menyisakan rangkaian kata terbata,
Hanya menyisakan bisikan suara-Mu,
Dalam sepinya malam,
Dalam kepala yang semakin tertunduk dalam..

Dan,
Aku masih tetap seperti dulu..
Hanya saja,
Diam ini lebih mendewasakanku..
Diam ini lebih membuka mata hatiku..
Diam ini menjadikanku lebih mengagumkan..

Berani meminta maaf padanya,
Ikhlas memaafkan segala khilafnya yang meremukkanku, 
Tetap tersenyum dan baik padanya,
Dan kemudian berlalu dengan tetap tegak berdiri,
Siap kembali bersahaja menghadapi kerasnya hidup..

10/02/2018

PAK SUDADI NAMAMU

Monday, Oct 1st, 2018


Kicau burung pagi membangunkanku, sekilas terlihat jarum jam bertengger di angka 4.17. Kubuka mata dengan sedikit ragu, “Dimanakah aku?” Mataku bersitatap dengan dinding berwarna ungu, terasa asing. Semenit kemudian tersadar, aku masih di Jogja!! Kuangkat tubuhku dan berjalan menuju kamar mandi, mandi, kemudian bersimpuh pada-Nya. Hari ini tidak ada rencana apapun, 2 hari menyisir kota Solo dan Jogja, kuliner dan bertemu sahabat Koplakers, sudah cukup rasanya. Kecuali satu yang belum tersalurkan, hasrat ingin mencicipi sop dan es sari segarnya Bu Wiryo, di daerah UGM situ. And it should be done this morning, for sure.

Sayup terdengar suara TV dari luar, aku melenggang keluar kamar, bergabung dengan Ibu dan Dek Iin, adik iparku, ikut menyimak acara TV. Tiba tiba, “SGPC, yuk!”, Mas Ian bersuara dari beranda depan. Aku menoleh, pucuk dicinta ulam tiba, ajakan itu matching lah dengan keinginanku yang belum tertuntaskan. “Mauuuu...”, sahutku sambil bergegas ke kamar mengambil tas. Dan, akhirnya berdirilah aku di sini, di depan SGPC Bu Wiryo, di daerah Bulaksumur - UGM, sesaat setelah mengantarkan Sabira, ponakanku, ke sekolah terlebih dulu. Kulangkah kaki masuk ke dalam, disambut oleh seorang bapak setengah baya yang bergegas datang menghampiri, tersenyum sumringah, dan kemudian menyapa, “Apa kabar Mas, Mbak?” Aku takjub dan terkesima, bapak setengah baya ini masih di sini, setia bekerja di sini. “Ya Allah, apa kabar, Pak?”, sahut ku dan Mas Ian berbarengan sambil bersalaman dan tersenyum sumringah juga.


Sudadi, nama bapak itu. Seingatku, dulu pertama kali bertemu dengannya aku masih mengenakan seragam putih abu, berlanjut ke masa kuliahku, masa pacaran sampai menikah dan mempunyai anak. Pacaran?? Sstt, sepertinya Pak Sudadi itu tau benar siapa pacar pacarku dulu deh. (Hahaaa.. RHS ya, Pak!!)


Aku memang penggemar berat sop Bu Wiryo, setiap ada kesempatan dipastikan aku akan mampir dan makan di situ. Dulu beliau, Sudadi muda, energik, ringan tangan, selalu melayani  dengan ramah semua pelanggan yang datang, tanpa terkecuali. Dan sampai hari ini pun masih tetap seperti dulu, tidak berubah. Aaahhh, rasanya seperti beliau pun ikut menyaksikan dan merekam sebagian perjalananku di Jogja dulu, dari jaman rambutku dikepang satu sampai mulai bertumbuh uban dimana mana, dari jaman masih ABG lugu sampai sekarang ya masih tetep lugu juga (hehee..), bedanya mungkin yang sekarang sudah bertransformasi menjadi lebih dewasa aja.

Bismillah, sehat terus ya, Pak Sudadi. Semoga diberikan umur panjang, dan selalu diberikan Allah kebaikan dunia-akhirat. Aamiin..


9/23/2018

PERSONAL BRANDING, APA ITU, PENTINGKAH?

Sunday, September 23rd, 2018

Setiap orang terlahir dengan memiliki ciri khas masing masing yang kemudian terbawa dan terbangun sampai dewasa, misalnya penampilan diri, kepribadian diri, kesukaan diri, kemampuan diri, ciri secara fisik, tempatnya berasal, tempatnya tinggal, pekerjaan, dan sebagainya.

Seseorang atau individu yang melakukan proses branding untuk dirinya, lebih ke arah penciptaan citra atau nilai (value) positif diri yang diinginkan secara kuat tertanam di pikiran orang lain tentang penampilan fisik, kepribadian, maupun karakter diri pribadinya. Penampilan, kepribadian, dan karakter merupakan elemen pembentuk Personal Branding. Secara sederhana dapat dikatakan Personal Branding merupakan identitas diri, dimana digunakan sebagai alat untuk membentuk pandangan orang lain kepada diri pribadi seseorang. Personal Branding adalah citra diri, ciri khas yang melekat pada diri sesorang berdasarkan apa yang dilakukan dan ditampilkan dalam kesehariannya, yang kemudian tertanam dalam pikiran orang orang di sekitarnya.

Personal Branding merupakan gambaran tentang siapa diri seseorang, dan apa yang seseorang inginkan sebagai itulah dirinya, yang terlihat dan tertanam di benak orang orang sekitarnya. Personal Branding adalah bagaimana orang mengingat tentang diri seseorang, apa yang ada di kepala orang tentang diri seseorang, atau ketika menyebut nama seseorang. Bisa juga dikatakan sebagai cara orang memperkenalkan atau memasarkan diri mereka sebagai sebuah brand. Dimana hal itu lebih dari sebuah trademark, bagaimana seseorang memperlihatkan, mempresentasikan, membawa dirinya, secara online maupun offline kepada orang orang di sekitarnya; fokusnya adalah tentang dirinya sebagai seorang individual.

 

Personal Branding merupakan alat yang potensial untuk menunjang kesuksesan, karena kita bisa mengerti potensi diri yang meliputi kelebihan dan kekurangan kita, yang dapat digunakan untuk menyusun langkah langkah dan tujuan ke depan di semua aspek kehidupan dengan lebih baik, untuk hidup yang lebih baik. Ada banyak cara untuk membangun sebuah Personal Branding, mulailah dari hal yang sederhana tentang kelebihan atau kekuatan positif kita, yang nantinya akan tinggal dan tertanam di pikiran orang lain sebagai citra diri yang unik dan berbeda dari diri kita, sambil membangun kesan yang konsisten akan kualitas diri kita itu misalnya melalui media media sosial, sehingga dikenal banyak orang.

Ketika kita bisa menampilkan dan  menjaga Personal Branding kita secara kuat, maka bisnis atau karir kita akan terlihat lebih terpercaya karena kita akan muncul sebagai seorang profesional yang berdedikasi.


9/22/2018

AKU DAN DIA

Saturday, September 22nd, 2018

Aku adalah aku. Dia adalah dia. Aku adalah pencintanya, aku adalah pecandunya. Dia adalah pelepas haus kala dahaga, dia adalah pelepas lara kala gundah, dia adalah pembunuh sepi kala diam. Dia dengan segala kelebihannya, dia dengan segala kekurangannya.

Karyanya menyita sangat waktuku, ketika sejenak ku berhenti membacanya, hati dibuat sakaw olehnya, terasa ingin lagi dan lagi membacanya hingga tuntas. Aku menyukai caranya bertutur, berbahasa sedikit tak lazim, namun sarat makna. 3 karyanya yang sempat terbaca olehku beberapa minggu ini adalah Aroma Karsa, Madre, dan Kepingan Supernova. “Aroma Karsa” bercerita tentang perburuan Puspa Karsa, tanaman bunga sakti dalam dongeng yang melegenda, oleh seorang pengusaha bernama Raras Prayagung. “Madre” adalah sekumpulan cerita pendek apik tentang perjuangan sebuah toko roti kuno, dialog antara ibu dan janinnya, dilema antara cinta dan persahabatan, serta tema seperti reinkarnasi dan kemerdekaan sejati. “Kepingan Supernova” berisikan kumpulan rangkaian kalimat per halaman, panjang dan pendek, dimana setiap halaman meninggalkan makna mendalam untuk merenung dan berefleksi.




Salah satu rangkaian kalimat yang aku suka di buku “Kepingan Supernova” halaman 3, seperti ini;
—————————————————————-
“Engkaulah getar pertama yang meruntuhkan gerbang tak berujungku mengenal hidup.
Engkaulah tetes embun pertama yang menyesatkan dahagaku dalam cinta tak bermuara.
Engkaulah matahari Firdausku yang menyinari kata pertama di cakrawala aksara.

Kau hadir dengan ketiadaan. Sederhana dalam ketidakmengertian.
Gerakmu tiada pasti. Namun, aku terus di sini.
Mencintaimu.

Entah kenapa.”
——————————————————————

Dee Lestari, seorang penyanyi, penulis lagu, dan penulis buku. Sesekali, coba ambil satu buku karyanya, dan belajarlah membacanya, memaknai serta menikmati isinya.

LIFE IS JUST ONE TIME

Saturday, September 22nd, 2018

Dua hari yang lalu, aku mengantar Ayah ke KKP Soekarno Hatta untuk suntik meningitis sebagai salah satu syarat keberangkatan Umroh Ayah bulan depan. Ternyata bangunannya sedang direnovasi, sehingga proses penyuntikan itu harus dilakukan di sebuah klinik, di gedung sebelahnya. Tidak memakan waktu begitu lama ternyata, setelah selesai prosesnya, aku harus mengambil mobil yang terlanjur terparkir di gedung sebelah. Aku melewati beberapa ruangan asing yang menawarkan sepenggal hawa suram, sempat tercium aroma semerbak mewangi ketika melintasi satu ruangan. Terbersit setitik perasaan resah, namun tak hinggap terlalu lama.

Dan kemarin, ketika baru saja membuka pintu rumah, selepas waktu Isya', handphone ku berdering, mas Ian mengabarkan Pakde di Mekar Sari - Cibubur telah berpulang ke pangkuan-Nya sesaat sebelum ia meneleponku. Memoriku seketika terbuka, teringat minggu kemarin baru saja bertemu beliau di Bogor, arisan keluarga besar Solo. Pakde memang terlihat ceria namun tidak secerah biasanya. Sesaat, teringat kembali semerbak harum yang sempat tercium olehku dua hari yang lalu sewaktu mengantar Ayah ke KKP, entahlah, Wallahu a'lam. Malam itu juga, sesampainya mas Ian di rumah, kami langsung ke rumah duka.

Pilu, teramat pilu, menyaksikan mereka yang ditinggal pergi untuk selamanya. Kehilangan orang yang dicintai memang berat sangat, banyak kenangan tertinggal, dalam suka duka yang datang silih berganti. Seperti aku, pernah juga merasakannya. Bagaimana rasanya kehilangan pelita hidupmu, tempatmu bersandar, tempatmu berteduh, tempat segala kebaikan bermuara. Bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat dipercaya, untuk berbagi kisah keseharianmu, untuk berbagi segala kegilaanmu, untuk bisa menjadi dirimu sendiri. Rasa hampa hadir, seakan diri bagai ikan tanpa air, bagai pantai tanpa lautan. Sampai akhirnya terpuruk dalam diam, karena sedih yang membelenggu jiwa, sudah tidak bisa lagi menetaskan rintik air mata. Yang tersisa hanya kepasrahan dan keikhlasan pada takdir-Nya. Torehan cinta dan rindu mendalam akan sosoknya, terangkum dalam sebait doa setiap harinya, hingga kini.


Last, but not least. Umur, rejeki, jodoh adalah rahasia Allah. Dan hidup itu hanya sekali, maka buatlah berarti.

7/04/2018

MIMPI ADALAH KUNCI



Wednesday, July 4th, 2018

Time flies so fast. Besok, 5 Juli 2018, genap dua minggu kepergianmu, Nduk. Rumah terasa senyap tanpa celotehan manjamu, gelak tawamu. Rumah hanya teramaikan oleh suara Pitty, kucing kesayanganmu. Kamarmu selalu Bunda buka, menyelipkan sinar matahari dan udara ke dalamnya, serta menghidupkan lampunya ketika bulan mulai beranjak naik. Bahkan 3 hari belakangan ini, Bunda sengaja menyelinap masuk untuk kemudian tergeletak santai di tempat tidurmu, sekedar untuk membaca buku, sembari merindukan sosokmu.

You are the most beautiful Allah’s grace for us, Nduk. Dulu, kelahiranmu sudah ditunggu banyak orang, ayah bunda, kakek nenek mu, nenek buyutmu, om tante mu. Ketuban Bunda pecah ketika pagi itu Bunda hanya berdua saja dengan tantemu di rumah. Dengan berbekal tas isi seadanya, Bunda berangkat ke rumah sakit. Sampai di rumah sakit ternyata baru pembukaan dua, dan Bunda pun harus berjalan kesana kemari, pelan tapi pasti, di lorong lorong rumah sakit yang panjang, untuk mempercepat proses keluarmu, Nduk. Sampai sore belum beranjak naik juga pembukaannya, akhirnya bunda harus diinduksi dan dinihari menjelang subuh lahirlah kamu, Nduk. Alhamdulillaahh..


Nduk, 
Hari berganti hari, tahun berganti tahun, kamu tumbuh berkembang. Segalanya sudah kamu lalui, yang terberat sekalipun kamu jalani dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan suka cita. Rasa syukurmu selalu kepadaNya menempa pribadimu berproses menjadi seperti sekarang; kuat, gigih, mandiri, selalu rendah hati.

Dan waktu memang terus berlari tanpa tersadari, sedari kecil kamu, kami jejali dengan mimpi mimpi bahwa kamupun bisa hidup normal dan berprestasi selayaknya anak anak lain seusiamu. Bahwa kamupun bisa bersaing dengan anak anak lain di seluruh dunia. Dan kamu nyatanya memang hidup dengan mimpi mimpi itu, mengejar cita citamu dengan mimpi mimpi itu. Tanpa lelah, tanpa keluh kesah, walaupun kamu tau pasti bahwa Ayah, Bunda, dan kamu, Nduk, jatuh bangun untuk melalui itu semua.

Sekarang, saatnya kamu harus lebih fokus lagi dengan mimpi mimpimu itu, merantau jauh ke negeri seberang. Seperti kata Giring Nidji, “Mimpi adalah kunci untuk menaklukkan dunia; Berlarilah tanpa lelah untuk meraihnya.” Belajar yang tekun, selalu bersyukur dan berdoa, dan selalu tetap rendah hati ya, Nduk. Selalu ingat bahwa hanya Allah yang bisa menolongmu, kapanpun dan dimanapun kamu berada.


One door is open now. There are so many doors in the world that have to be opened by you, Nduk. Allah bless you, always..

CINTA IBU PERTIWI



June 07th, 2018

Ku kenalkan setangkup cinta padanya..

Cinta pada bumi tempatnya berpijak,
Cinta pada bumi tempatnya berasal,
Cinta pada bumi yang mewariskan keluhuran budi pekerti,
Cinta pada bumi yang mewariskan kehangatan dalam keberagaman,
Cinta yang akan mengakar kuat kekal abadi dimanapun ia berada sebagai identitas diri,
Cinta yang akan membawanya kembali..

Cinta pada Ibu Pertiwi..


SENJA DI BATAS KOTA



May 05th, 2018

Ku ayun langkah menyusuri batas kota.
Melepas sunyi, meretas kesendirian.
Lalu terduduk ku di satu tempat, lengang tanpa suara.
Hanya ada aku dan dua lelaki di meja sudut.

Samar, mulai tertangkap alunan gending jawa.
Dua lelaki mulai berkicau ringan,
tertawa kecil sepintas kemudian terdengar sendu.

Lelaki dengan perawakan lebih kecil memulai satu cerita..
Ia pahlawan, tanpa pamrih.
Dermaga, tempat bersandar dan berlabuh orang orang terdekatnya.
Hingga suatu waktu ia tersadar,
nyata terhempas dalam keterpurukan, ketidakberdayaan, dan kekosongan.
Satu persatu orang orang terdekatnya, pergi dan lenyap seketika..
Untuk kemudian muncul kembali saat badai menerpa mereka, pantaskah?

Aahhh...
Hidup itu bagaikan roda yang terus berputar.
Dan hidup memang panggung sandiwara.
Ketika badai melanda, akan jelas terlihat kualitas orang orang yang tersisa.
Orang orang terpilih yang tetap bertahan, mempererat genggaman..
Tanpa peduli, panas membara saat teriknya matahari..
ataupun dingin membeku saat hujan terurai..

Dan..
Senja terlihat semakin menipis.
Aku mengakhirinya dengan penuh rasa syukur.
“Tuhan, jagalah aku dan mereka, orang orang terbaik pilihan-Mu”
Aamiin..



4/21/2018

WHEN EVERYTHING GOES TO HELL


April 18th, 2018


You need a strong family..
Because at the end, 
they will love you and support you,
unconditionally..

When everything goes to hell, 
the people who stand by you without flinching; 
They are your family..

They always make an effort, make time for you, not an excuse..

Family means putting your arms around each other and being there, in good times and bad times ...
They are not lost or gone, when you are in trouble..
They come to you, not only at the time when they need you,
for listening, understanding, and taking care their personal and lives..

Family shows their love, care, and support in times of trouble, not in happiness..

And luckily,
I’ve them

2/18/2018

DILAN 1990

Di suatu malam yang hampir larut dan dingin, Sabtu, 27 Januari 2018, aku iseng menonton film “Dilan 1990” ditemani adikku. Film yang manis dengan ending yang manis juga, romantis dan lucu. Film yang bercerita tentang kisah cinta sepasang remaja SMU. Sepanjang film aku selalu tersenyum simpul dan tertawa ringan, tokoh Dilan yang ganteng, cuek, dan tengil, tapi sarat dengan celetukan celetukan isengnya yang lucu. Berpadu dengan tokoh Milea yang cantik, lembut, dan baik hati. Ada satu karakter yang membuatku takjub, sosok ibu Dilan, sosok calon besan dan calon ibu mertua idaman. (Hehee..)


Kali kedua aku diajak menonton film yang sama oleh Mbak Riri. Umurnya baru akan genap 16 tahun, tahun ini, selama ini Ia tidak pernah aku izinkan untuk menonton film diluar batas umurnya,
kecuali jika bersamaku, itu pun aku menolak bila temanya adalah drama percintaan, terlalu banyak adegan vulgarnya atau adegan kekerasannya. Tak apalah Ia kuper untuk film film box office. Indonesia memang tidak pernah ketat menerapkan batas usia untuk menonton film di bioskop, kesannya asal ada uang masuk monggo saja. Lain dengan di luar negeri, beberapa kali sempat menonton film di sana, di loket tiket pasti akan ditanya berapa usia penontonnya bila membeli tiket untuk lebih dari 1 orang dan diragukan kesesuaiannya oleh petugas loket. Bila tidak sesuai, maka tidak diizinkan menonton.

Bagaimana dengan film “Dilan 1990”? Karena batas usianya masuk, Ia kuijinkan menonton, aku dan tantenya diminta menemani. Sepanjang film kami bertiga kompak mesam mesem sendiri, tertawa gemes, dan terbawa rasa alur film yang segar menyenangkan. Tapi seingatku Ialah yang paling histeris. (Hahaaa...) Sesekali Ia berteriak histeris, “Lop yu, Lop yu, Dilaannn!!” Asli baper banget!!

Selepas nonton, topik utama pembicaraan pastilah tokoh Dilan itu, sepanjang jalan, dari sejak masuk mobil sampai ke rumah. Kemungkinan bapernya terbawa sampai Ia tidur, mungkin berharap suatu hari akan datang cowok ganteng dan baik hati seperti Dilan untuknya.


Keesokan paginya, di sepanjang perjalanan menuju sekolah, topik utama pembicaraan tetap tentang Dilan dong, aku sempat memberikan sedikit masukan untuknya. Aku berkata suatu saat nanti ketika Ia sudah menjadi wanita dewasa, aku ingin sosok Dilan pujaaanya yang akan menjadi suaminya kelak itu sesuai dengan kriteria kriteriaku;
  • Harus seiman
  • Harus bisa membawanya beserta anak anak mereka masuk Surga
  • Harus baik hati, sayang, perhatian, serta mau dan mampu berjuang untuk hidupnya dan     anak anak mereka
  • Ibunya harus sangat sayang & peduli padanya seperti aku yang sangat menyayangi dan peduli padanya; Seperti ibu Dilan [hehee..]

Terlalu berat kah kriteria kriteriaku? Gak usah lah dipikirkan sangat, biar Dilan saja yang memikirkannya. (Hahaaa)




1/08/2018

KEEP ON MOVING

Jan 4th, 2018 / 05.30 AM

Titik titik air jatuh dari langit,
membasahi bumi, menyapa pagi..
Senyumku merekah mencium aroma tanah segar,
sesaat memasung jiwa..
Kulangkahkan kaki menuju balkon,
sejenak menuntaskan rasa haus akan segarnya udara pagi..

Angin dingin berlari perlahan,
menyisir setiap helai rambutku..
Kutengadahkan kepala, mencari sang surya..
Terlihat coba memaksakan diri, 
menyeruak memunculkan sinarnya..

Aahh..
Langit pagi masih sangat sendu, 
begitu banyak rencana yang terbelenggu dalam memori, 
beberapa hari terikat,
harus ada yang terwujud hari ini..
Just keep smiling, 
Just do the best,
For the future..

So do you..
Every breath you take,
Every moment you go through,
Every single day,
The best Allah’s gifts that you’ve ever had..
Just keep rocking.. 

Love you to the moon and back..

1/01/2018

SALAM BUDAYA!!

Minggu, 19 November 2017 / 15.00 WIB

Hari masih sangat pagi ketika sayup terdengar kumandang kicau burung. Kubuka mata, teringat harus mengantarkan dan menemani Mbak Riri mengikuti acara Pagelaran Drama Tari 'Cindelaras' di Teater Kecil - Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, kupaksa raga ini untuk tegak berdiri. Yup, Mbak Riri memang mewarisi hasratku dalam bidang seni, ia juga menyukai tari dan musik. Hari ini, pagi pagi ia sudah harus stand by di TIM, 07.30 WiB, karena harus blocking tempat dan GR. Sedari pagi ketika tiba di tempat ini, aku sudah tersenyum senang melihat banyaknya anak anak bangsa yang berseliweran, beragam dari usia TK sampai SMU. Mereka memakai identitas komunitas seni mereka masing masing dan datang dari berbagai latar seni; lukis, tari, musik, drama.

Festival Budaya Anak Bangsa IX, dipusatkan di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Berlangsung pada 19-20 November 2017, dalam rangka memperingati Hari Anak Sedunia 2017. Anak anak bangsa yang tampil di panggung teater ini (auditorium) adalah berasal dari komunitas seni terkemuka, yang sudah terlatih dan terpilih, tidak hanya dari Indonesia, tetapi ada utusan dari beberapa negara tetangga; ada penampil dari Malaysia, Singapura, serta murid-murid dari sejumlah sekolah asing di Jakarta. Festival ini lebih ke arah kolaborasi antar budaya / diplomasi budaya, agar terjadi dialog budaya dan pemahaman budaya dalam diri anak-anak.

                                          

Senang sekali rasanya bisa menapakkan kaki di sini, di Festival Budaya dimana anak anak bangsa diajarkan dan ditanamkan untuk cinta tanah air, budaya, dan nilai nilai luhur bangsa ini. Mereka semua berbeda, suku - agama - ras - budaya, tetapi tetap satu hati dan satu rasa.

Beranjak siang, anak anak bangsa tadi sudah berganti kostum sesuai dengan latar seni yang akan ditampilkan, terlihat di sana sini warna warni kostum dan keceriaan mengekspresikan jiwa seni mereka. Beginilah seharusnya yang terjadi, anak anak bangsa diajarkan untuk cinta tanah air melalui cinta seni budaya, menghargai dan mencintai keragaman melalui cinta seni budaya.

                      

Salam Budaya!!

** Repost from Facebook; November 20, 2017


DAMN!! I LOVE INDONESIA

December 31th, 2017 / 02.00 PM

Aku adalah pencinta seni, sangat menyukai seni, sedari kecil. Aku sudah mulai menari ketika usiaku baru menyentuh angka 5 tahun, kala itu Mama memasukkanku ke satu sekolah balet, standar emak emak yang mempunyai seorang gadis kecil tentu. Beranjak besar sedikit, Mama memasukkanku ke sebuah sanggar Tari Bali di bilangan Bendungan Hilir, Jakarta. Seingatku dulu sewaktu TK aku juga ikut paduan suara dan seni tari sekolah, untuk pementasan pada saat perpisahan sekolah.

Kepindahanku ke beberapa kota tidak menyurutkan minatku terhadap seni, terutama seni tari dan seni suara. Aku tetap setia bergoyang gemulai menekuni tari tradisional; Bali, Lombok, Jawa Timuran, dan Jawa Tengahan, selain tari modern. Di sisi lain, aku pun ikut aktif di vokal grup, paduan suara, dan band sekolah. 



Ketika pindah dan menetap di Jogjakarta, hasrat seniku tetap tidak terbendung, aku ikut band kampus dan kelompok tari profesional, Bala Mahardhika, sejak di bangku SMU tahun kedua. Ketika bergabung di kelompok tari inilah aku mulai merasakan bagaimana rasanya punya uang saku sendiri karena aku bisa menari dimana mana bahkan sampai keluar kota. Jaman itu ketika rata rata anak anak seusiaku sibuk menghabiskan waktunya untuk main atau hang out bersama teman temannya dan masih tergantung pada orang tua, aku sudah asik menenggelamkan diri di dunia seni. Orang tuaku sendiri pun sama sekali gak tau segala aktivitas itu. Yang pasti, pendidikan akademis berjalan mulus sesuai dengan harapan orang tua, dan ketertarikanku pada dunia seni juga tersalurkan. What a great life!!

Pada kenyataannya, Aku belajar banyak hal ketika bergabung di Bala Mahardhika. Belajar seni budaya Indonesia, belajar bagaimana mencinta dan menghargai seni budaya bangsa dan nilai nilai luhurnya, belajar disiplin, belajar bersosialisasi, belajar berorganisasi, belajar tentang menghargai perbedaan dan kesetiakawanan, serta masih banyak lagi lainnya.

I grew up with them. I was a shiny girl before, they changed me. They made me became a charming and humble girl. They made me became a girl who could express myself. I love dancing much, I really like to dance. In the past, I routinely had dancing performance's schedules, off air and on air, for almost 5-7 years (since I was in the second year in senior high school). Every week, every month.



Jika ada orang bertanya kepadaku, "Apa yang sudah kamu lakukan untuk bangsa ini?" Maka aku akan menyahut, aku tidak melakukan apapun untuk bangsa ini kecuali mencintai seni budaya dan nilai nilai luhur bangsa ini. Itu sudah cukup. Aku ingin Ibu Pertiwi tersenyum bangga dengan caraku sendiri. Menggiring alam sadarku untuk selalu menendang nuraniku berkenalan, bersahabat, dan menampakkan pada dunia betapa cantiknya seni budaya dan nilai nilai luhur bangsa ini. Dan akan terus begitu, sampai nanti.


Mencinta negeri ini dengan sederhana. Maka lestarilah bangsa ku, lestarilah seni budaya dan nilai nilai luhurnya yang mengakar kuat pada rahim Ibu Pertiwi.


CINTA ADALAH PERBUATAN

Dec 10, 2017 / 06.40 AM

Hari masih sangat muda, surya di ufuk Timur malu malu keluar dari peraduannya, menyibak paras pagi. Aku menemukan diriku tersadar, membisu di sini; Dalam ruangan yang terdesain modern, lengkap dengan sebuah ranjang besi dan alat alat medis yang terpancang kuat di dinding, beserta dia yang terpuruk di sana, merintih pedih.

Sesaat, kuterpaku..
Begitu banyak peristiwa yang melintas cepat, terbayang di mata. Kutarik napas perlahan, mencoba menetralkan gejolak jiwa, dan kemudian berlayar merenungi segala hal yang silih berganti datang dan pergi, 3 bulan terakhir ini. Banyak hal yang tertangkap, selama ini lepas dari relnya, serpihan puzzle puzzle kehidupan yang tak tertata indah. Perlahan namun pasti, mungkin akan diatur oleh-Nya kembali ke kodratnya. Mungkin Dia berpikir, inilah saatnya untuk menyatukan serpihan serpihan itu.


Aku hanya bisa menundukkan kepala dan badan, mencampakkan seluruh jiwa raga pada-Nya. Tuhan, begitu banyak yang terjadi, dalam seminggu terakhir. Speechless, really touched my heart, I’ve never seen all of these things happen. Jujur, aku menikmatinya, anugrah terindah ini, this is so amazing!! Seperti sedang terpaku di depan kaca sebuah kereta api yang melaju sempurna, aku menyaksikan dan melalui kejadian demi kejadian, memang sangat menguras emosi dan kekuatan jiwa, tapi sisi lain dengan kesadaran tinggi aku sangat mengerti bahwa ini adalah serangkai proses perubahan menuju ke arah yang lebih baik, yang terbaik menurut-Nya.

Bahwa hidup itu tidak hanya memikirkan dunia, tetapi harus diselaraskan dengan akhirat. Lebih meluruskan hubungan vertikal dengan Dia, Yang Maha Agung, hingga bisa mencapai ke satu titik sadar; Tidak melangkah sendiri dalam memuji-Nya, tetapi melangkah bersama mengajak seluruh keluarga agar kelak bisa bersama sama bersua di Surga.

 

Bahwa dalam hidup itu menganugrahi peran yang sangat mulia pada seorang nakhoda keluarga. Sang nahkoda lah yang menentukan arah berlayar dari suatu kapal yang bernama keluarga. Seorang nakhoda keluarga selain hadir secara fisik, juga harus menyapa secara psikis dalam mengarungi lautan kehidupan. Ia menjadi role model bagi keluarga, menjadi tauladan terbaik bagi keluarga; tauladan tentang kekuatan iman kepada-Nya dan tauladan tentang berpegang pada ajaran-ajaran agama dalam bentuknya yang sempurna. Dalam hal ini tanggung-jawabnya tidak hanya sebatas memfokuskan diri untuk memberikan nafkah yang cukup untuk keluarga tetapi juga bertanggungjawab dalam mendidik jiwa dan akhlak keluarga. Mendidik agar cerdas dalam perihal dunia dan akhirat dan menjadikan anak-anak tangguh dengan ilmu agar mampu menyikapi perihal urusan dunia dan akhirat dengan bijaksana.

Bahwa hidup itu lebih ke arah membuka mata hati tentang kebersamaan dan ketulusan; TAKE and GIVE, it should be balanced, one to another. Tidak melulu mengedepankan ego diri untuk selalu meminta didengarkan dan dipahami oleh orang lain, tapi di satu sisi sangat enggan peduli dengan apa dan bagaimana pribadi dan kehidupan orang lain. Bila ada seseorang yang lebih mendukung dan mementingkan kebahagiaan orang lain, tanpa mempedulikan kebahagiaannya sendiri; Maka mencoba untuk peduli secara nyata, tidak apatis tidak individualis terhadap diri pribadi dan kehidupan orang itu, adalah lebih baik, karena ia juga manusia biasa yang mempunyai rasa dan masalah, walaupun orang itu tidak berharap kebaikannya berbalik.

Bahwa hidup itu akan menyisakan orang orang yang benar benar mengerti akan arti kebersamaan dan ketulusan saat angin atau badai menerpa. Akan terlihat dengan sendirinya kualitas orang orang tersisa yang sebenar-benarnya, bukan hanya basa basi dalam ucapan belaka. Orang orang tersisa itu memiliki ketertarikan yang sama untuk sekedar menemani, meringankan, atau membantu masalah orang lain dalam suatu tindakan nyata; Berpijak pada keprihatinan terhadap masalah orang lain. Dalam minoritas, mereka selalu berusaha ada; Dulu, sekarang, dan nanti. Seperti kata Tere Liye; “Cinta adalah perbuatan, Kata kata dan tulisan indah hanyalah omong kosong.”


Namun apapun itu, angin atau badai yang singgah dalam hidup, pasti yang terindah menurut-Nya. Hanya perlu berserah diri saja, sepenuhnya, pada-Nya. Bahkan mungkin harus lebih ke bersyukur pada-Nya, masih mengingat ku, tanpa harus terucap sepatah kata keluh atau sesal pun.

Dia memang perencana terhebat, semua telah dirancang-Nya, dituliskan-Nya, hingga ke detail detail tersulit yang tidak akan pernah terjamah oleh alam pikir manusia. Segalanya memang telah diatur sedemikian rupa sehingga pada akhirnya bisa menyatu dengan cantiknya.

Maha Besar Allah..
Maha Benar Allah..
Maha Suci Allah..

My WorLD, ...My HeARt, ...My SouL © 2008 | Coded by Randomness | Illustration by Wai | Design by betterinpink!